20. Selembut At Taubat/9:128

16.3K 1.6K 1
                                    

•••

Vroom! Vroom!

Kendaraan lalu lalang saling menyahuti membuat telingaku terasa panas, aku memeluk pinggang Gus Athar erat. Sama seperti waktu semalam pulang menuju ke pesantren, sugus dan aku berada di atas motor bersama. Dalam perjalanan menuju kedai es krim motor Gus Athar berada di tengah-tengah segerombolan geng motor.

Membuat aku takut tidak ingin melihat.

Lampu merah menyala menandakan semua kendaraan darat harus berhenti, melihat dari arah samping kiri, kanan, depan, dan belakang hanya ada remaja-remaja entah itu perempuan atau lelaki mengendarai motornya masing-masing.

Ada satu perempuan yang sangat mencolok, dan itu di depan motor Gus Athar. Perempuan itu memakai celana jeans pendek dengan perpaduan jaket kulit berwarna hitam. Paha mulusnya pasti mendapat incaran untuk setiap lelaki, namun semoga saja suamiku ini tidak.

"Selama masih lampu merah, Gus harus tutup mata aja yaa. Kalo lampunya udah ganti warna hijau Hazna akan beri tahu Gus," ujarku sedikit kencang tepat di telinganya yang tertutup helmet.

Terbayang dulu aku juga sering ikut bersama Langit untuk tawuran, ataupun balapan. Pakaianku ketika bersamanya pun seperti perempuan itu, begitu minim. Sekarang aku hanya bisa menyesali perbuatan ku dulu.

"Hmm," gumam Gus Athar menunduk.

Dibuat terkekeh olehnya, aku memeluk sayang perut sixpack suamiku. "Kalo Gus ingin melihat paha ayam mending beli aja di KFC ataupun McD. Lebih mahal sih, tapi enak kalo di konsumsi."

Suara ku sengaja di besarkan, namun seketika meringis mendapat tatapan menghunus dari samping ku ini. Astaghfirullahalazdim, ternyata bukan hanya di depan motor Gus, tapi di samping kiri ku ada wanita yang berpakaian sama minimnya.

Aku menyengir dan mengangguk sopan di balik helm walau aku tahu dia pasti tidak melihat. "Suami Hazna mau beli paha ayam, Mbak."

"Eh, Gus. Udah lampu hijau, Ayo jalan!" perintahku menepuk pundak Gus Athar.

"Dadah!!"

"Semoga nggak ketemu lagi!!!" teriak ku melambaikan tangan ketika Gus Athar tahu, dia mengendarai motornya begitu cepat.

Oh sugus hanya peka jika aku merasa ketakutan, dan itu menjadi hal yang menyebalkan untuk ku.

Sekarang meski sekencang apapun Gus Athar melaju aku sudah berani. Yang harus aku lakukan hanyalah menempel indah dalam tubuh sugus agar tidak terjatuh, bagi kaum bonceng angin semoga saja bisa secepat mungkin bertemu sang jodoh. Tenang, aku Aamiin kan!

Hingga sekarang untuk saatnya aku turun dari motor, melihat dengan tatapan berbinar pada sebuah kedai eskrim. Tempatnya cukup ramai, hanya tersisa dua bangku, dan itu berada di paling pojok. Tak masalah bagiku, asalkan bisa merasakan makanan dingin dengan berbagai topingnya, akan aku lakukan.

"Biar saya yang pesan," seru Gus Athar membuat aku mengangguk seraya mengayunkan kakiku ke sana kemari.

Mataku menatap sekitar, celotehan ria dari beberapa orang membuat hatiku terasa senang. Aku tak biasanya tersenyum manis seperti ini hanya karena es krim, apa karena sudah ada pasangan halal? Mungkin saja begitu.

Gus Athar berjalan kembali kepadaku setelah kedua tangannya membawa dua cup es krim yang begitu menggoda.

"Gus suka es krim juga?" tanyaku setelah mengambil makanan dingin itu.

Belum lagi aku menjilat es krim ku, ternyata Gus Athar sudah lebih dulu memakannya. "Saya suka, makanan ini sudah dari kecil Umi berikan ketika saya ikut dengannya pergi berbelanja ke pasar," balas Gus Athar tanpa memperhatikan ku.

Halalin Hazna, Gus! [END]Where stories live. Discover now