10. Rasanya amburadul

19K 1.7K 11
                                    

•••

"Huh?" gumam Gus Athar ketika masih setengah sadar.

Hembusan nafasnya sangat terasa di bagian wajahku, aku pun membelokkan kepala agar dapat terhindar meski susah. Satu tangan kananku terbebas pun entah jail atau bukan sudah menyumpat hidung sugus.

Sedikit tidak tega ketika mulut Gus Athar terbuka lalu tertutup kecil namun, bukannya bangun dia malah menggelengkan kepalanya keras hingga kini malah tangan yang ku berada di mulutnya. Cobaan apalagi ini, terasa sangat hangat.

"Saya lagi makan ayam bakar," ngigau Gus Athar membuat aku membulatkan mata sempurna.

"Nyam nyam nyam," lanjutnya mengecap dan menggigit tangan ku sampai aku terpekik tertahan.

Aku sedikit meringis dan gemas sendiri akan ngigauan suamiku yang sepertinya tidak pernah makan ayam bakar, sungguh kasihan sekali. Kapan-kapan aku akan buat makanan itu agar rasa ngidamnya bisa terpenuhi.

Dan Gimana lagi cara ngebanguninnya?

Tolong request biar Hazna bisa bernafas lega, hanya saja aku memang sangat beruntung di sini. Bimbang!

Mungkin ini salah satu cara paling tepat walau aku ingin hal itu semoga saja tidak berhasil. "Ada Neira, Gus," kataku di telinganya.

Respon nya secepat kilat, Gus Athar seperti orang linglung ketika membuka matanya dan menatap bolak-balik sekitar ruangan seperti memang mencari wanita itu. Apakah sangat berarti sosok Neira di mata suamiku?

"Maaf," ujar Gus Athar tanpa melihat posisi ku dengannya yang terbilang sangat intim.

Sama sekali belum terlepas aku pun hanya diam, dan suara iqomah menyadarkan kami berdua aku pun berdehem untuk mencairkan suasana. Suara ku memang sedang serak membuat Gus Athar secara pelan-pelan menyingkirkan ku ke samping ranjang kembali.

Nafasku akhirnya bisa tenang sekarang.

"Apa yang Hazna bilang terjadi, 'kan? Hazna tuh tidurnya kaya kuda lumping," cemberutku membenahi sedikit kasur yang berantakan.

Gus Athar berdiri di depanku dan menatap ku begitu intens, "Ya, saya tahu. Untung saja tangan saya memeluk pinggang kamu jadi, kuda lumping ini nggak akan bisa jatuh ke bawah," ucap Gus Athar menyentil keningku.

Aku pun hanya mengusap-usap walau sama sekali tidak terasa sakit, otakku berputar sebelum acara pernikahan terjadi aku ingin sekali joging di pagi hari yang begitu sejuk dan damai di sekitar hotel. Semoga saja Gus Athar mau ikut bersamaku dan menemaniku berkeliling walau hanya sebentar.

"Gus--" ucapku terpotong di saat itu suamiku menghentikan langkahnya ketika akan ke kamar mandi, dia menatapku dengan tanda tanya.

"Temani Hazna joging, ya? Lumayan tau dapet honeymoon di sekitar perbukitan bisa menghirup udara segar."

"Honeymoon?"

Aku menampilkan deretan gigiku, "Ya iya lah, ini tuh namanya honeymoon. Umi sama Abi memang mertua paling kreatif, biasanya honeymoon kan di negara luar. Tapi nggak papa deh, di sini juga sama aja. Bisa berdua sama Gus," kekeh ku menutup mulut.

"Saya kira hanya jalan-jalan biasa," jawab Gus Athar santai. "Jika memang sempat, saya akan temani kamu," sambungnya setelah itu hilang dari pandanganku.

"Terimakasih, suamiku," ucap ku menahan malu dengan membungkus tubuh di dalam selimut seraya menunggunya selesai di kamar mandi.

Badan itu begitu tegap di lihat dari belakang, apalagi bahunya yang lebar sedikit berisi membuat aku bertanya-tanya apakah Gus Athar selama ini rajin berolahraga hingga tubuhnya bisa sekekar itu? Lelaki idaman sekali, bestie.

Gus Athar masih berdzikir dengan aku yang sudah selesai berdo'a. Aku juga melihatnya dengan tatapan sayu. Apa hanya aku sendiri ketika sholat subuh di saat berdzikir rasa kantukku sangat terasa?

Aku nggak bohong kok, memang benar adanya. Mungkin para setan sedang berkumpul di area ku, itu lah yang aku pikirkan selama ini.

"Ck, padahal tidur sehabis subuh tidak baik untuk kesehatan. Dan bukankah dia menginginkan joging bersama?" decak Gus Athar melihatku sudah tertidur pulas kembali.

Dengan hati-hati Gus Athar menggendong tubuhku ringan, "Badan kamu begitu kecil, namun sangat pas dalam gendongan saya."

Hanya terkekeh kecil ketika aku mendusel di dadanya, Gus Athar ada niatan sekali untuk membangunkan ku tapi melihat wajah damai ku sepertinya dia tidak bisa berkutik. Lenguhan kecil aku keluarkan ketika sudah tertidur di kasur, aku pun masih memakai mukenah.

Kesekian kalinya tangan Gus Athar akan menyentuh wajah ku lalu dia tarik kembali. "Beneran nggak mau joging?" bisik Gus Athar di telingaku.

"Kalo kamu memang masih mau berpura-pura tidur saya akan pergi sendiri," putus nya berbalik melangkah membuat aku langsung memegang tangan dia erat.

Wajah ku begitu murung. "Padahal pengennya biar Gus elus kepala sama cium kening Hazna, tapi kayaknya Gus udah tahu rencana Hazna, kan jadi kesel!"

"Jangan kekanakan," ungkap Gus Athar berlalu pergi.

Walau hanya dua kata yang terucap tapi begitu menusuk di hati, aku menghembuskan nafas panjang melihat suamiku sama sekali tidak peka. Mungkin karena pernikahan baru berlangsung 1 hari, jika sudah berminggu-minggu aku yakin pasti Gus akan luluh.

Semangat untuk mencairkan es kutub, Hazna!

Kami berdua kini berdampingan, aku mengusap peluh keringat yang membasahi area wajahku. Handuk kecil yang ku bawa sudah sangat basah, padahal hanya lari kecil tapi tubuhku memang selalu bereaksi berlebihan. Tidak seperti suamiku yang masih semangat meski dengan wajah yang teramat datar.

"Wah, nggak nyangka bisa ketemu pengantin baru," celetuk seorang lelaki dengan pakaian kasual nya.

"Semoga langgeng ya, Mbak," sambarnya akan menyentuh tangan ku dan di tampik langsung oleh Gus Athar yang menjabat tangan.

Pemuda itu meneguk ludahnya kasar. "Langgeng, Mas," katanya meringis.

"Syukran," balas Gus Athar.

"Kebetulan rumah saya nggak jauh dari hotel kalian, boleh lah sekali-kali mampir. Di sana kalian juga bisa mengunjungi perkebunan teh milik keluarga saya," tawar nya berharap. "Oh ya, sampai lupa. Saya Vito warga asli daerah sini, Bandung."

"Hm."

Aku memekik tertahan karena jawaban Gus Athar yang teramat singkat itu. "Kamu bisa panggil suami aku Athar, dan aku sendiri Hazna. Jangan pake embel-embel Mbak, kayaknya kita seumuran deh," timpal ku.

"Baik Nana," ucapnya spontan saja membuat aku membulatkan mata.

Sedangkan Gus Athar sendiri menggeram rendah karena aku yang mendengarnya sendiri. "Tidak ada yang boleh memanggil Nana kecuali saya," ketus Gus Athar memilih pergi lebih dahulu.

Vito menggaruk kepalanya yang sepertinya tidak gatal, "Maaf. Sepertinya suami kamu sangat posessif dan begitu mencintai kamu, sampai-sampai saya hanya manggil mu dengan nama Nana saja dia langsung pergi," papar Vito tidak enak.

Apa dengan sebutan nama saja bisa di katakan seseorang mencintai? Rasanya mustahil, tapi aku sendiri memang baper sih apa yang tadi gus katakan dengan lantang.

"Hehe, begitu ya? Maafin juga suami saya karena langsung pergi begitu aja," tunduk ku tersenyum sedikit.

"Kalian masih ingin berduaan!?" kesal Gus Athar dengan suara di besarkan dia juga sudah 10 langkah lebih jauh dariku.

Meneliti jalan Gus Athar dari belakang aku mengernyitkan dahi aneh. "Kalo gitu saya pergi dulu, Insya Allah satu hari sebelum saya dan suami pulang dari sini kami akan mampir," pamit ku setelah memberi salam.

"Gusss!!"

"Apa Gus cemburu?!" teriakku berusaha mengejar langkahnya yang begitu lebar.

Tidak ada respon sama sekali, malahan suamiku yang sedang ngambek ini mempercepat langkah sehingga aku susah menggapainya.

•••

Amburadul / campur aduk.

Love, -Wii

Halalin Hazna, Gus! [END]Where stories live. Discover now