BAB 29 : Mengantar Bunda Istirahat

187 28 0
                                    

"Hiks, Bunda!"

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

"Hiks, Bunda!"

Icha tak kunjung melepaskan pelukannya dari tubuh Sang Bunda yang kini tertutup kain putih. Tak peduli dengan darah yang mengotori bajunya, Icha hanya ingin terus memeluk bidadari kesayangan nya yang kini tak lagi bernafas.

Ia berusaha menahan kakinya yang sudah sangat lemas. Ia usap wajah pucat itu dengan lembut. "Bunda, bangun, hiks. Tubuh bunda banyak darah, biar Icha bersihin dulu. Bunda ga boleh tidur dulu sebelum bersih."

Icha mengecup kening Bunda nya. "Atau Bunda mau pulang ke rumah? Ayo kita pulang Bunda. Hiks, Bunda ga boleh tidur disini."

"Cha, udah. Bunda ga bisa pulang ke rumah."

"Diem! Apa maksud lo? Bunda bisa pulang ke rumah, Ky. Habis suster bersihin darah Bunda, nanti kita bisa pulang. Bunda ga boleh tidur disini. Disini dingin, banyak orang asing juga. Bunda harus tidur tenang di rumah, bunda harus banyak istirahat, hiks."

Rizky hanya bisa menundukkan kepalanya, membiarkan air matanya jatuh membasahi kain putih yang menutupi tubuh tak bernyawa Bunda. Ia genggam tangan dingin itu dengan erat, menciumnya dengan lembut.

"Bunda udah tidur dengan tenang, Cha. Bunda juga lagi istirahat."

"Tapi Bunda harus pulang, kan Bunda belum minum obat." Icha menghapus air matanya, tersenyum seraya membuka kain putih itu.

"Cha, jangan!"

"Aku mau bawa Bunda pulang, kenapa? Ga boleh?"

"Cha! Dengerin aku!" Rizky meraih bahu Icha. "Bunda ga bisa pulang, karena Bunda u-udah."

"Apa?! Emang bunda kenapa? Bunda gapapa, Ky!"

"Bunda udah meninggal, Cha. Kamu ga bisa kayak gini-"

PLAK!

"Kurang ajar lo! Berani-beraninya bilang gitu! Bunda masih hidup, dia cuma pingsan, hiks. Gue mau bawa Bunda pulang. Suster! Saya pengen bawa Bunda pulang! Dokter, Bunda bisa pulang, kan?"

Rizky tak peduli dengan pipinya yang panas karena tamparan Icha, ia segera memeluk gadis yang terus berusaha memberontak itu.

"Icha! Dengerin aku dulu. Hiks, aku mohon!"

"Ga! Lo ga akan ngerti! Bunda baik-baik aja!" Icha terus memberontak, bahkan memukul dada Rizky berkali-kali.

Tak lama kemudian, dua orang suster datang ke ruang mayat tersebut. Mencoba membantu Rizky menenangkan Icha, tapi gadis itu tetap tak mau diam. Dia bahkan sudah menarik kain yang menutup tubuh Bunda.

"Bundaa! Gue pengen Bunda! Hiks, lepasin!"

Karena tak ingin diam, salah satu suster terpaksa menyuntikan obat bius sehingga gadis itu kini sedikit lebih tenang. Rizky dengan sigap menggendong tubuh Icha, membawanya ke ruangan yang di tunjukan oleh suster tadi.

"B-bunda ...," gadis itu kini pingsan di gendongan Rizky, membuat Rizky benar-benar panik. Ia baringkan tubuh gadis kesayangannya itu di ranjang rumah sakit dan segera di tangani oleh seorang perawatan.

Rizky hanya bisa menangis dalam diam, mengelus rambut gadis tercintanya yang kini tengah berbaring dengan tenang, tak se histeris tadi. "Kamu harus kuat, Cha. Bunda udah istirahat dengan tenang. Dia ga akan sakit lagi setelah ini."

Dengan tangan gemetar nya, Rizky membersihkan sisa darah di tangan dan wajah Icha karena sedari tadi gadis itu terus memeluk jasad Bunda. Rizky mengerti perasaan Icha, karena ia pun sama sedihnya. Masih tak percaya jika Bunda sudah meninggalkan mereka.

"Kamu ga perlu khawatir, aku bakal jagain kamu."

"Icha!"

Rizky menoleh, melihat Sabrina yang berlari menghampiri nya bersama Kevin.

"Ky, Icha kenapa? T-terus dimana Bunda?"

Rizky menghela nafas. "Bunda ... Bunda ga selamat, tabrakan itu parah banget, mobil bunda juga sampai hancur."

Hampir saja Sabrina menjatuhkan tubuhnya, jika saja Kevin tak sigap menahan tubuh Sabrina. "B-bunda, ga mungkin, hiks."

Sabrina berjalan duduk di kursi samping ranjang dimana Icha tidur. Ia raih tangan Sang sahabat lalu ia genggam erat.
"Gue janji akan selalu ada buat lo, Cha. Lo pasti kuat, gue yakin."

Rizky mendongak. "Gimana ayah kamu?" tanya nya pada Kevin yang masih menenangkan Sabrina.

"Dia udah di tangkap polisi."

Rizky tak menjawab apapaun setelahnya, ia hanya mengangguk kecil dan kembali mengelus rambut Icha.
"Semuanya udah selesai, Cha. Kita mulai kembali semuanya dari awal."

**

Pukul tiga sore, pemakaman jasad Bunda sudah selesai. Ke empat remaja itu kini masih berdiam diri di tanah yang masih basah tersebut. Icha sama sekali tak ingin pergi, setidaknya ia ingin sedikit lebih lama bersama Bunda nya sebelum mereka benar-benar berpisah.

"Bunda istirahat yang tenang, ya. Icha disini gapapa, Icha ga akan sedih, Icha janji akan bahagia. Asalkan Bunda juga bahagia di sana. Icha pastikan Bunda akan selalu liat senyum Icha dari atas sana." Gadis itu mengelus batu nisan dingin tersebut. "Icha sayang Bunda."

"Bunda, Rizky juga janji akan jaga Icha. Akan selalu bikin Icha tersenyum. Bunda tidur yang nyenyak, ya."

"Icha ga akan pernah kesepian, Bunda. Sabrina akan terus ada di samping Icha. Kalian adalah keluarga bagi Sabrina. Hiks, Sabrina sayang Bunda."

"Nyonya, saya sangat berterimakasih. Anda adalah wanita paling hebat yang pernah saya jumpai. Anda ibu yang baik. Jangan khawatir, kami akan jaga Icha untuk anda."

Ketiga remaja itu mengangguk mengiyakan membuat Icha tersenyum merasakan hangat yang luar biasa.

Bukankah ia salah satu orang paling beruntung karena memiliki sosok teman yang sangat menyayangi nya? Orang-orang luar biasa yang di kirim Tuhan untuk menemani setiap langkahnya sehingga semuanya terasa ringan. Rasa duka yang paling dalam sekalipun, ia yakin akan sirna dengan cepat karena di sekelilingnya ada banyak orang-orang yang mampu membuatnya kuat.

Icha sangat bersyukur, Tuhan memberikan kekuatan padanya agar tetap mampu berjalan.

"Ayo kita pulang, biarin Bunda istirahat di sini. Di rumah barunya." Rizky membantu Icha berdiri, mengelus bahu gadis itu mencoba menguatkan.

"Bunda, kita pulang dulu, ya. Selamat tinggal." Icha sekali lagi mengelus baru nisan itu, memberi senyum paling manis sebagai perpisahan antara keduanya. Meski air matanya setia mengalir tanpa ingin berhenti.

Keempatnya kini mulai melangkah pergi meninggalkan pemakaman. Meski langkah mereka sangat berat untuk pergi, mereka tetap berusaha kuat. Meninggalkan Bunda yang tertidur dengan tenang di rumah baru yang menjadi tempat istirahat terkahir nya.

Selamat jalan Bunda, anak-anak kesayanganmu akan hidup bahagia setelah ini. Karena mereka sudah berjanji, bukan?

*

Bersambung...

[✔] Kumis Kucing Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon