BAB 5 : Potong Rambut

494 85 0
                                    

Icha menutup pelan pintu kamarnya, mencoba untuk tak menimbulkan suara sedikit pun karena tak ingin mengganggu manusia kucing yang masih tertidur di ranjangnya itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Icha menutup pelan pintu kamarnya, mencoba untuk tak menimbulkan suara sedikit pun karena tak ingin mengganggu manusia kucing yang masih tertidur di ranjangnya itu.

Hembusan nafas menjadi final setelah ia hampir merasa frustasi karena harus berhati-hati selama di dalam kamar.

Satu point penting lagi, gadis itu mati-matian menahan rasa malunya. Entah bagaimana awalnya, Rizky bisa tidur tepat di sampingnya. Padahal tadi malam mereka sudah membuat kesepakatan jika pemuda itu akan tidur di sofa kamar Icha. Karena Bunda pun menganjurkan seperti itu.

"Lupain! Lo harus cepet-cepet berangkat sekolah!" Icha menepuk-nepuk wajahnya yang masih merona, sempat mengatur nafas sebelum berlari menuruni tangga menghampiri Bunda yang sudah duduk di meja makan seperti biasanya.

"Pagi, Bunda!"

"Pagi, Sayang." Bunda tersenyum, menerima satu kecupan di pipinya dari sang putri tercinta. "Dimana Rizky?" tanyanya.

"Belum bangun. Biarin aja, Bunda"

Bunda mengangguk, mulai menyantap sarapan pagi mereka dengan khidmat. Meskipun jelas ia lihat raut wajah Icha yang sedikit berbeda, juga rona merah di pipinya yang begitu kentara.

"Cha, kamu sakit? Muka kamu merah." Bunda menaruh tangannya di dahi Icha, dan benar saja, gadis itu terasa sangat panas.

"Lho! Kamu beneran sakit? Ya udah, jangan sekolah dulu, ya, biar Bunda telfon wali kelas kamu."

"E-engga, Bunda. Icha cuma-"

"Sstt! Jangan maksain diri, Cha. Hari ini istirahat aja, ya, Sayang."

"Ih! Bunda, dengerin Icha dulu!"

Bunda berdiri, meraih ponselnya dan pergi menjauh dari meja makan mengabaikan panggilan Icha.

Icha menepuk jidatnya, menjatuhkan kepalanya ke meja karena merasa kesal, tapi tak mungkin juga ia membantah Bunda nya yang sudah pasti akan menang jika beradu dengannya.

Bagaimana Icha menjelaskan pada Bunda jika dirinya ini tidak sakit. Tubuhnya panas hanya karena sisa keterkejutan nya tadi terhadap Rizky.

Bukannya demam.

"Semua ini karena si kucing itu, ish!"

"Bunda udah bilang ke wali kelas kamu, sekarang kamu istirahat, ya." Bunda membantu Icha berdiri dan menuntunnya kembali naik ke lantai atas.

Icha yang tak ingin berkata apa-apa lagi hanya diam, membiarkan Bunda menariknya kembali ke kamar. Ia tahu, Bunda khawatir padanya, tapi sering kali Bunda tak pernah mendengarkan penjelasannya lebih dulu. Wanita paruh baya itu memang keras kepala dan super duper protektif mengenai apapun yang bersangkutan dengan Icha.

Kasih sayang seorang Ibu itu bermacam-macam jenis dan rasanya, jadi jangan aneh.

Pintu di buka, keduanya terdiam setelah melihat kasur yang acak-acakan, juga pintu balkon yang terbuka.

[✔] Kumis Kucing Where stories live. Discover now