BAB 13

15 0 0
                                    

SEDARI dulu Ayahnya mendidik dan mengajarkan betapa pentingnya cinta dari keluarga. Dulu Kalya tumbuh berkembang dalam balutan kasih sayang orang tua. Rasanya jika dimana pun ia berada keluarga lah tempat pulang yang terbaik. Namun sekarang hatinya patah oleh stigma tentang arti dari sebuah keluarga yang bahagia. Patah sejadi jadinya, hancur lebur bak badai yang meluluh lantakkan sebuah tempat. Benar kata Ali bin Abi Thalib, percaya kepada manusia akan berakhir kecewa.

"Nanti jika kamu sudah dewasa dan mendapati masalah besar, pulang lah nak. Karena keluarga adalah tempat pulang yang terbaik" begitu kata ayahnya kala hujan sedang turun.

"Tapi ayah, apakah ayah akan selalu ada untukku nanti?" Pertanyaan dari gadis polos berumur enam tahun itu menohok. Membuat siapa saja yang menjadi ayah sulit untuk menemukan jawabannya.

"Ayah ... Ayah tidak bisa selalu ada di sisi kamu. Tapi ayah selalu ada di hati kamu"

"Nanti kalo ada penjahat yang nyerang aku, kak fikoh, dan mama bagaimana jika ayah gak ada disini sama kami?"

Ayahnya mengusap rambutnya dengan penuh sayang.

"Ada kamu sayang" ayahnya menoel pipi gadisnya. "Kalya kan wanita kuat, setiap ayah keluar kota Kalya selalu minta mainan robot power ranger, optimus prime, Batman, Superman, bukan kah itu robot kuat semua?"

"Oh iya, aku bisa minta bantuan mereka ya? Ayah ... Memangnya mereka bisa transfer kekuatan ke aku?"

Ayahnya sedikit tertawa mendengar celotehan polos Kalya.

"Bisa, asalkan kamu mau makan"

"Ayah aku sedang sakit, makanan seenak apapun rasanya pahit"

"Gimana kamu mau sembuh nak" ayahnya sedikit frustasi kala bujukannya masih saja ditolak.

"Aku mau disuapi sama pangeran kayak princess Cinderella yah."

"Yasudah ayah suapi"

"Ayah bukan pangeran!" Gadis itu mencebik lantas mempoutkan bibir mungilnya.

"Suatu hari nanti kamu akan bertemu pangeran sayang, sekarang pangerannya ayah dulu"

"Tapi ayah harus janji akan mempertemukanku dengan pangeran biar aku bisa disuapi"

"Insyaallah nak ayah doakan"

Banyu melambaikan tangan kearah wajah Kalya bertujuan untuk menyadarkan Kalya dari lamunannya.

"Hei! Kau tak apa?"

"Astagfirullah maaf mas"

"Kau ngelamun?" Pertanyaan retoris yang tidak perlu dijawab sebenarnya sebabnya Banyu tahu jika Kalya barusan melamun.

Kalya mengangguk.

"Apa yang sedang mengganggu pikiranmu?" Tanya Banyu tumben.

"Memangnya mas Banyu tipikal pendengar yang baik?" Tanya Kalya seolah-olah tak percaya.

"Kau meragukan saya?" Tunjuk Banyu pada dirinya.

Di Bawah Kolong Langit (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang