BAB 9

22 0 0
                                    

SEJAK Banyu bertindak kurang mengenakan pada tiga hari yang lalu, Kalya selalu diam jika sedang berdua dengannya. Lebih baik menghindar menurutnya daripada dijadikan gulai manusia. Setakut itu Kalya pada tatapan tajam sang suami. Menurutnya tatapan Banyu lebih menyeramkan dibandingkan dengan tatapan harimau ataupun sejenisnya, kalau tidak percaya coba rasakan sendiri. "Bu Maya" panggil Kayla pada Maya asisten rumah tangga tertua keluarga Mahendra. Maya yang sedari tadi berkutat pada sayuran menoleh seketika.

"Ya ada apa mbak kal?" Tanya Maya. Fokusnya kembali pada sayuran yang sedang ia cuci.

"Menurut Bu Maya mas Banyu orangnya seperti apa sih?" Tanya Kalya sangat penasaran. Mungkin dengan penjelasan Maya Kalya bisa lebih jauh lagi mengenal Banyu.

Maya tertawa kecil seraya mematikan keran air yang berada di westafel. "Yaudah nanti ibu akan beri tahu. Tapi kita selesaikan dulu masaknya"

Kalya menggeleng cepat. "Tapi aku maunya Bu Maya kasih taunya sekarang" ucap Kalya dibarengi dengan bibir bawah yang dimajukan satu senti.

"Mbak kal ini ternyata lucu ya" kata Maya sambil geleng-geleng kepala melihat tingkah Kalya layaknya anak balita yang sedang merengek.

"Coba cepet jelaskan Bu. Nanti keburu ada Oma datang" pinta Kalya.

"Iya-iya" sebelum bercerita Maya mengeringkan tangannya yang basah dengan lap. Kemudian bersandar pada meja dekat kompor. Sementara Kalya mematikan kompor yang sudah setengah jam lalu menyala karena sedang memasak rendang. "Mas Banyu itu putra kedua dari keluarga Mahendra" nampaknya Kalya kecewa mendengar jawaban dari Maya. Spontan ia menggeleng tanda bukan itu jawaban yang ia mau.

"Bu ... Kalya sudah tahu mengenai itu. Bu Maya cerita yang lain" keukehnya.

Maya hanya menertibkan senyum. "Tunggu dulu kal, ibu belum selesai ceritanya." Kalya menyimak kembali.
"Den Banyu anaknya sangat menyayangi keluarga. Dia berusaha sekuat tenaga untuk membahagiakan keluarganya."

Kalya manggut-manggut mengerti. "Tapi sepertinya mas Banyu punya masalah sama mas Ammar Bu"

"Den banyu berusaha keras untuk berdamai dengan Den Ammar. Tapi Den Ammar hingga sekarang menutup dirinya untuk bisa berdamai dengan adiknya." Terang Maya dengan rinci.

"Tapi kalau boleh tahu sejak kapan mereka bertengkar seperti itu?" Tanya Kalya penasaran.

"Sudah sejak lama. Mungkin dari Den Ammar beranjak remaja." Lagi-lagi Kalya begitu penasaran. Kepalanya dipenuhi berbagai macam jenis pertanyaan yang siap ia lontarkan.

"Maaf kalau lancang. Apa penyebab mereka bertengkar?"

Maya kembali memamerkan senyum manis. "Nanti juga mbak kal bakal tahu sendiri"

"Ibu gak mau kasih tahu tentang itu?"

"Ibu takut salah menyampaikan" Kalya paham dengan posisi Maya saat ini. Maya takut salah jika menceritakan semuanya tentang keluarga Mahendra.

"Ohh ... Baiklah Bu. Aku tidak akan bertanya itu lagi. Oh iya, tapi Ibu harus beri tahu aku soal yang ini."

Maya nampak penasaran. "Katakan saja mbak kal, mungkin ibu bisa bantu"

"Kenapa mas Banyu gak suka kopi?"

Kalya menatap Maya dengan penuh harap dijawab.

"Mbak kal sudah tahu kalau Den Banyu gak suka kopi?" Maya malah balik bertanya.

Kalya mengangguk antusias.
"Tiga hari yang lalu, waktu dihotel pas aku sajikan kopi dia malah marah-marah. Dan ... Kemarin aku lupa, lagi-lagi aku membuat kopi dan ku berikan pada mas Banyu, dia malah mecahin gelasnya"

Di Bawah Kolong Langit (ON GOING)Where stories live. Discover now