BAB 11

22 0 0
                                    

Plak!

Satu tamparan cukup keras berhasil mendarat mulus di pipi Banyu.

"Kamu apakan Kalya sampai seperti itu?" Hasna yang bertanya, Karena selang beberapa menit Kalya sampai rumah diikuti Banyu yang baru saja sampai rumah. Naasnya baru sampai rumah, badannya pun sudah sangat merasakan lelah karena seharian bekerja, Hasna dengan entengnya menampar hingga membuatnya begitu jengkel. Mungkin Hasna mengira bahwa Banyu yang menyebabkan Kalya menangis sesenggukan begitu.

"Oma apa-apaan sih. Banyu baru pulang, mengapa Oma menampar Banyu?" kata Banyu sangat tak terima mendapat perlakuan mendadak tak mengenakan seperti itu.

Hasna menatap Banyu dengan sorot mata marah. "Kalya menangis. Pasti gara-gara kamu kan? Kalau ada permasalahan rumah tangga, ya di selesaikan baik-baik jangan sampai membuat istrimu menangis kayak tadi!" Mencak-mencak Hasna memarahi Banyu. Padahal Banyu sama sekali tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

"Banyu tidak tahu apa-apa Oma. Banyu baru pulang bekerja" elaknya namun Hasna masih tidak percaya.

"Sudah sana, pergi ke kamarmu. Urus urusan rumah tanggamu secara suami-istri. Oma tidak mau tahu, kalian harus cepat baikan." Hasna melipat kedua tangannya di dada menatap Banyu sekilas sebelum sedetik kemudian pergi dari hadapannya.

Ada apa sebenarnya?

Banyu melangkah cepat. Ia ingin segera mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Kalya---perempuan yang beberapa hari belakangan ini membuatnya begitu pening.

Beberapa lembar tisu yang sudah berbentuk bulat-bulat tercecer di lantai. Rupanya sudah terpakai.

"Kau sedang apa?" Tanya Banyu penasaran. Banyu berjalan mendekat kearah ranjang. Gadis itu menutupi seluruh tubuhnya dengan bed cover tebal seraya menangis di dalam.

"Saya sedang bertanya, kau tidak sopan jika tidak menjawab pertanyaan dari saya."

Banyu memutar bola matanya jengah.

"Kalya!" Arghhhh. Dia sudah melanggar janji yang dibuatnya sendiri bahwa dia tak akan memanggilnya dengan sebutan nama. Tapi kali ini Banyu sudah terlanjur mengatakannya.

Oh tuhan, tolong maafkan saya!

Sampai saat ini, gadis itu masih saja pada kegiatannya membuat Banyu merasa sedikit kesal.

Tangan Banyu memegang bed cover kemudian menariknya hingga Banyu melihat tubuh Kalya sedang meringkuk. Lalu ia bertanya "Kau sakit?"

Suara tangisan dari mulut Kalya malah semakin keras.

"Stttt...stttt ... Oma mengira yang tidak-tidak jika kamu menangis seperti itu. Berhentilah menangis Kalya!"

Dengan ragu-ragu Banyu menepuk pelan pundak Kalya. "Saya bingung jika kau tidak mengatakan apapun, bicaralah sekarang"

"Kau sedang ada masalah?"

Apa yang sedang terjadi dengannya sebenarnya?

Banyu menggaruk tengkuknya. "Kalau kau masih tidak mau berbicara, saya akan mengambil kembali black card yang sudah saya berikan"

Tetap saja Kalya tak gempar dengan ancaman dari Banyu, ia tak mau buka mulut. Kalya masih merasakan kesedihan mendalam. Sebenarnya ia butuh sandaran saat ini, ia juga butuh cerita setidaknya dengan bercerita mungkin kesedihan yang ia hadapi tak begitu berat. Tapi apakah Banyu rela mendengarkan dengan baik ceritanya?

Kalya bangun dari pembaringannya. Ia duduk di samping Banyu dan menatap suaminya dengan tatapan sendu, wajahnya sudah memerah karena sejak tadi menangis, ingusnya sudah kemana-mana.

Di Bawah Kolong Langit (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang