BAB 10

17 0 0
                                    

PAGI hari Kalya sudah bergegas untuk pergi ke toko yang menjual laptop. Diantar oleh pak Harto selaku supir pribadi keluarga Mahendra. Kini ia ditugaskan untuk mengantarkan Kalya kemanapun dan kapanpun. Itu perintah Mahendra.

"Pak tolong antar saya ke point of computer ya" Sebelum berangkat, Kalya bertanya pada Banyu nama toko yang menjual laptop.

"Baik non." Kata Harto menuruti.

"Pak, jangan panggil aku non. Panggil saja Kalya."

Harto lagi-lagi menuruti. "Baik mbak Kalya."

Kemudian Kalya tersenyum sumringah.

Hanya beberapa menit mereka sampai di point of computer. Tidak jauh letak toko itu dari rumahnya.

"Tunggu sebentar ya pak."

Harto pun mengangguk menyetujui Kalya.

Di dalam toko, Kalya memilih laptop yang harganya mahal. Tadi pagi sebelum berangkat ia menanyakan soal merk laptop yang bagus dan awet oleh Banyu. Katanya merk laptop dengan apel yang digigit itu bagus dan awet. Ya, walaupun harganya cukup menguras kantong.

Usai selesai Kalya kembali ke mobil. Namun pikirannya memikirkan Fikoh dan Mama dirumah. Dalam benaknya, bagaimana keadaan keduanya yang ia amat sayang itu? 

"Pak kita ke jalan melati rumah nomor 99 ya"

Nampaknya raut wajah Harto bertanya-tanya. Mau apa Kalya kesana? Namun urung lantaran ia menghormati majikannya. Atau bisa jadi dia takut menanyakannya.

Mobil Alphard putih itu melaju ke tujuan. Sekitar tiga puluh menit mereka sampai karena tidak macet.

"Tunggu sebentar ya pak,"

Kalya turun dari mobil. Melihat rumah masa kecilnya itu air matanya malah turun membasahi pipinya. Ia rindu dengan rumah ini. Ia rindu dengan kenangan bahagia di dalamnya.

Kalya hanya bisa menatap rumah itu dari kejauhan. Berharap pemilik rumah tak akan tahu kalau ia datang. Gerbang rumah sudah berkarat, biasanya ayahnya yang merawat dengan mengecatnya setiap bulan. Namun apalah daya, takdir telah berkata lain. Ayahnya kini sudah bahagia tak merasakan sakit lagi.

Kalya sedikit melangkah mendekati gerbang. Pandangannya menyapu ke seluruh sudut rumah. Rumah yang dulu ia tinggali kelihatannya tak terurus sama sekali. Terlihat dari daun kering yang memenuhi teras rumah. Juga sarang laba-laba yang menempel di dinding.

Kemana penghuni rumah? Apakah mama dan ka Fikoh ada di dalam? Mengapa rumah ini seperti tidak terurus?

Tiba-tiba seorang perempuan yang tak lain adalah tetangganya menghampiri Kalya yang sedang lamat-lamat memperhatikan rumah itu. Sontak Kalya terkejut dengan Buu Tin yang mendadak menghampirinya.

"Astagfirullah" kaget Kalya memegangi dadanya.

"Eh, Kalya. Apa kabar? Ibu dengar kamu di usir sama mama kamu. Apa itu benar?" Gosip ya tetaplah gosip. Dimana pun ia tinggal topik hangat tentang 'anak pungut' pasti seru untuk dibicarakan.

Kalya hanya menampakkan gigi putih dan rapinya tanpa menjawab serentetan pertanyaan yang Bu Tin lontarkan.

"Sekarang kamu tinggal dimana?" Katanya, namun matanya fokus melirik memandangi mobil Alphard putih yang Kalya tumpangi tadi. "Wah sekarang kamu sukses ya punya mobil semewah dah semahal itu." Katanya kagum. "Kamu kerja apa sampai-sampai kebeli mobil branded gitu?" Astaga lambenya benar-benar membuat Kalya sedikit jengah. Kalya menghembuskan nafas panjang sebelum berbicara.

"Bu Tin. Mama dan kak Fikoh ada di dalam?" Ucap Kalya mengalihkan topik.

"Wah memangnya kamu gak tahu kal?" Bu Tin malah bertanya balik. Membuat Kalya penasaran jawaban apa yang akan di ucapkan oleh Bu Tin. Walaupun Bu Tin sedikit menyebalkan tadi, namun informasi tentang mama dan ka Fikoh harus ia dapatkan dari mulut Bu Tin. Setidaknya tetangga kepo ini pasti tahu mengenai semuanya.

Di Bawah Kolong Langit (ON GOING)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora