29. Things I Could Never Say to You

1.8K 436 31
                                    

29. Things I Could Never Say to You

"Iri?!" Ela yang mendengar ucapan Irene, menganga tak percaya.

"Yup. Itu yang dibilang sama temen deketnya dia pas gue korek-korek di kampus."

Ela berdecak. "Gila amat. Tuh cewek freak, ya?"

"Bukan freak, Adik Manis. Tapi manusia nggak bersyukur." Zuco yang duduk di sebelah Edwin, langsung menyahut.

"Udah gue bilang berhenti manggil gue begitu. Budek!" ketus Ela.

"Cantik-cantik, kasar ngomongnya."

Ela mengangkat gunting di tangannya. "Diem sebelum gue lempar gunting ini!"

"Uuu takut ...."

Edwin memutar bola mata. "Berantem mulu kalian berdua. Gue doain jodoh entar."

"Enggak!"

"Aamiin."

Lusi dan Irene tertawa mendengar jawaban kontras dari Ela dan Zuco. Rasanya lucu juga melihat mereka berdua, Ela yang mudah kesal dan Zuco yang terlihat senang sekali menggoda Ela setiap mereka bertemu. Dan entah kenapa keduanya belakangan ini memang sering bertemu secara tidak sengaja. Seperti saat ini, ketika Lusi, Irene dan Ela janjian bertemu di restoran dekat rumah Elang. Edwin dan Zuco juga kebetulan sedang di sini.

"Back to topic," Ela kembali bersuara sambil menoleh ke arah Irene. "kenapa itu cewek bisa iri sama Lusi?"

"Soalnya bokap dia suka muji-muji Lusi, kata temennya. Galuh sering dibanding-bandingin sama Lusi kalau di rumah. Ya terutama soal Lusi yang bisa dapat beasiswa prestasi, IPK-nya juga selalu memuaskan."

Lusi meringis. "Dibanding-bandingin kan emang nggak enak."

"Ya tapi nggak gitu juga caranya. Masa dia jadi dendam sama lo? Itu nggak fair."

Irene mengangguki ucapan Ela. "Tapi gue puas, sekarang dia udah dapat karma. Gue mau berterima kasih sama yang nyebar video itu."

Setelah Irene mengatakan itu, tanpa sengaja Lusi menangkap raut aneh pada wajah Edwin. Zuco juga tiba-tiba berdeham.

"Kak Edwin kenapa?" tanyanya spontan.

"Hah?" Edwin tertawa. "Nggak apa-apa, Dedek. Ciee khawatir, ya?"

"Pede amat!" Irene berkata ketus.

"Ciee Dedek Irene cemburu?"

"Najis!"

Lusi menggeleng sambil tertawa. Menyesap cokelat hangatnya, ia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Dan saat itulah matanya tertuju ke arah pintu masuk, di mana dua sosok tinggi berjalan mendekat. Elang dan Jefri.

"Lo berdua kok bareng?" tanya Zuco.

"Jadwal bimbingan kita kan sama." Jefri langsung mendekat ke Irene. "Hai, Sayang." Lalu melirik Ela dan Lusi bergantian. "Hai, La, Lus."

Kalau Ela menjawab dengan gumaman, Lusi justru hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. Sejak memutuskan untuk berdamai dengan memaafkan, ia memang berusaha untuk bersikap biasa kepada Jefri. Mungkin sudah saatnya seperti itu.

"Eh?" Lusi tersentak ketika jaket yang tadinya dipakai Elang, kini membalut tubuhnya.

"Hujan." Elang membenarkan letak jaket itu sebelum menunduk untuk menatap Lusi. "Dingin."

Mengerjapkan mata, Lusi mengangguk pelan. Ia memang hanya memakai dress berlengan pendek. Sedangkan hujan membuat udara agak terasa dingin.

"Dih nggak mau!" Irene yang diperlakukan sama oleh Jefri-diberikan jaket-langsung menolak keras.

Broken Down (REPOST)On viuen les histories. Descobreix ara