14. Masa Lalu Elang

1.9K 409 10
                                    

14. Masa Lalu Elang

"Mm ... Lusi bisa sendiri."

"Jangan. Lusi nggak boleh kecapekan. Biar Bunda aja yang potong."

Lusi menggigit bibir. "Makasih, B-bunda."

"Jangan makasih, Sayang. Ya sudah, Lusi tunggu di depan TV aja ya."

"I-iya."

Dengan agak sungkan, Lusi berjalan meninggalkan dapur dan menuju ruang keluarga. Ia duduk anteng di sofa panjang, masih dengan rasa tidak enak yang menjalari hatinya. Bagaimana tidak? Selama hampir dua minggu ini Tante Vera memperlakukannya dengan berlebihan. Lusi tidak boleh melakukan aktivitas apa pun, bahkan yang ringan sekalipun. Membuat susu ibu hamil yang dengan mudah ia lakukan pun, tidak diperbolehkan sama sekali. Dan sekarang ketika ia ingin mengupas pepaya, Tante Vera juga melarang.

Soal pepaya, Lusi sebenarnya agak malu. Sudah dua hari ini ia mengalami sembelit. Awalnya ia pikir biasa, namun makin lama makin tak nyaman. Perutnya terasa begah dan sesak karena ia kesulitan buang air besar. Mau membeli obat pun ia khawatir akan membahayakan kandungan. Dan karena ingat saat di panti ketika adik-adiknya sembelit hanya diatasi dengan makan pepaya, maka ia mencari buah itu di kios buah dekat rumah. Saat pulang, bertepatan dengan Tante Vera yang pulang dari toko bunga. Mertuanya itu langsung melarangnya mengupas sendiri.

"Nah sudah selesai." Tante Vera muncul sambil membawa sepiring buah pepaya yang sudah dipotong kecil-kecil. "Ayo dimakan."

Lusi menerimanya dengan canggung. "Makasih, B-bunda. Maaf, Lusi ngerepotin padahal Bunda capek habis kerja."

"Nggak dong, Sayang. Cuma motong pepaya, kok." Tante Vera mengusap kepala Lusi. "Dimakan biar sembuh. Bunda ke kamar dulu."

Lusi mengangguk. "Terima kasih, Bunda."

Tante Vera tersenyum hangat, kemudian meninggalkan ruang keluarga. Menghela napas, Lusi menatap pepaya di tangannya. Ia mulai memasukkan satu per satu potong buah itu ke dalam mulut. Matanya terpaku ke arah susu kotak rasa stroberi yang tadi ia letakkan di atas meja. Ya, ini sudah hari ketujuh ia menemukan minuman itu di dalam tas. Tentu membuat hatinya bertanya-tanya, apakah benar Edwin yang memberikannya? Tapi kenapa diam-diam? Bukankah lelaki itu selalu terbuka?

"Gue ambil dulu, bangsat!"

Seruan yang datang dari belakang, membuat Lusi terkejut. Spontan menoleh, ia menemukan Elang yang sudah berdiri dekat di belakangnya dengan ponsel tertempel di telinga. Dan entah bagaimana caranya ia tersedak hebat hingga batuk-batuk.

"Goblok!" Elang mengantongi ponselnya dan meraih susu kotak untuk kemudian diberikan ke Lusi. "Ngapain sampai kesedak gitu? Makan buru-buru tuh fungsinya apa? Punya otak dipakai, bego!"

Tangan Lusi yang sudah gemetar, menerima susu itu. Ia langsung menyedotnya cepat. Air mata mengalir dari kedua sudut mata. Tenggorokannya terasa perih dan sakit, batuknya juga tidak mau berhenti.

"Habisin!"

Lusi terperanjat. Dengan cepat, ia menghabiskan susu itu. Ternyata batuknya benar-benar hilang. Ia mengusap lehernya yang masih agak perih.

"Elang, kamu ngapain bentak-bentak?" Tante Vera muncul dari dalam, sudah berganti pakaian dan rambut basah. "Nggak boleh sama istri kayak gitu."

Elang hanya mendengus, kemudian pergi ke kamar begitu saja setelah melirik Lusi dengan tajam.

"Lusi nggak apa-apa?" tanya Tante Vera, sambil duduk di samping Lusi.

Lusi menggeleng, tersenyum kikuk. Tiba-tiba Elang kembali muncul dan keluar lagi, bahkan tanpa menghiraukan panggilan dan pertanyaan Tante Vera.

Broken Down (REPOST)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora