13. Susu Rasa Stroberi

2.1K 448 53
                                    

13. Susu Rasa Stroberi

gue tunggu di gerbang

Lusi terdiam membaca pesan dari Irene yang baru dibukanya itu. Ia segera membalas 'iya' lalu menyimpan ponsel ke dalam tas. Sempat melirik ke depan, sebelum ia kembali melempar pandangan ke jalanan pagi hari yang sudah ramai, melalui jendela kaca penumpang belakang. Suasana di dalam mobil masih sangat sunyi, sejak lima belas menit tadi. Lelaki yang tengah mengemudi itu, juga bungkam seperti biasa.

Inilah yang membuat Lusi menolak usulan Tante Vera semalam. Jujur, ia masih sangat membenci Elang. Jadi sebisa mungkin ia menunjukkan keberatannya ketika Tante Vera meminta agar ia berangkat bersama Elang ke kampus setiap harinya. Tapi Ibu mertuanya itu seperti tidak mengerti, bahkan Elang menjawab 'iya' ketika ditanya pendapat. Padahal Lusi berharap Elang akan diam tak acuh atau bahkan menolak dengan tegas. Akhirnya ia tak punya pilihan selain menurut, meski sekarang memilih duduk di bangku belakang demi kesehatan mentalnya.

Tak lama, mobil berhenti di depan gerbang FE. Lusi baru membuka pintu ketika tiba-tiba Elang bersuara 'oi'. Ia menoleh, bingung dan agak takut. Apalagi kini lelaki itu tengah menghadap ke belakang, menatapnya datar.

"Hp lo."

Lusi menatapnya takut-takut. Ini pertama kali Elang bicara padanya, jadi ia bingung.

"Oi!"

Lusi tergagap dan spontan meremas pegangan pintu. "A-apa?"

"Hp lo." Elang mengulurkan tangan. "Siniin."

Lusi mengerjapkan mata. "B-buat apa?"

"Kebanyakan bacot. Siniin!"

Detak jantung Lusi meningkat. Dengan tangan gemetar, ia mengambil ponsel dari dalam tas dan menyentuhkan ujungnya ke tangan Elang. Lelaki itu berdecak karena ponsel Lusi hampir jatuh. Lusi menunduk, meski ia penasaran dengan apa yang akan dilakukan lelaki yang berstatus sebagai suaminya itu. Tiba-tiba terdengar nada dering dari ponsel lain, ia makin bingung.

"Cek log panggilan." Elang mengembalikan ponsel itu dan segera diterima Lusi dengan cepat. "Simpen."

Lusi mengangguk cepat dan ia buru-buru turun. Saking cepatnya, ia hampir terjatuh karena tersandung kaki sendiri.

"Jangan bego!"

Lusi terperanjat saat mendengar Elang berteriak dari dalam mobil. Sambil mengelus dada, ia buru-buru meninggalkan mobil itu tanpa menoleh lagi.

"Eh, Lusi?"

Lusi menoleh. Ia tersenyum kecil ketika seorang gadis yang merupakan teman sekelasnya, mendekat setelah menyapa.

"Udah sembuh lo?"

Lusi mengangguk. Ia memang absen kuliah cukup lama, dengan alasan sakit.

"Tumben naik mobil. Diantar siapa?" Rinda, gadis itu kembali bertanya dengan penasaran.

"Saudara," jawab Lusi singkat. Untungnya kaca mobil Elang tidak bisa tembus dari luar. Dan orang-orang juga tidak akan mengenali mobil itu karena biasanya Elang menggunakan motor.

"Oh ya, lo sakit apa sih? Lumayan lama, lho, hampir sebulan. Anak-anak pada kehilangan temen contekan."

Lusi hanya tersenyum. Untungnya Irene langsung datang menginterupsi dan mengajak mereka segera masuk kelas. Sambil berjalan, Lusi memeriksa ponselnya. Membuka log panggilan keluar dan menemukan sederet nomor tak dikenal yang ia yakini milik Elang. Berpikir sejenak, ia pun memberi nama. Sesuai apa yang ada di pikirannya selama ini.

***

Ketika kelas selesai dan ada waktu untuk makan siang sebelum kelas selanjutnya dimulai, Irene mengajak Lusi ke kantin. Tapi Lusi menolak, karena entah kenapa badannya terasa agak lemas. Akhirnya Irene pergi sendiri untuk membeli makanan dan berjanji akan kembali ke kelas secepatnya.

Broken Down (REPOST)Where stories live. Discover now