26. Kegugupan Elang

2K 476 46
                                    

26. Kegugupan Elang

Lusi tidak tahu apakah keputusannya benar. Namun dulu, ayahnya pernah berkata bahwa setiap manusia berhak mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki diri. Dan itu yang kini sedang ia lakukan.

Lusi tidak pandai menilai ketulusan seseorang hanya dari ekspresi wajah atau tatapan mata. Ia tidak paham, apakah orang itu berkata jujur atau sebaliknya. Namun permintaan Elang malam itu, entah kenapa bisa ia rasakan ketulusannya. Ia merasa yakin jika laki-laki itu tidak berbohong saat mengungkapkan penyesalannya.

Dan keyakinan Lusi menguat ketika perubahan sikap Elang makin jelas terlihat. Di ruang rawat, laki-laki itu tidak lagi menemuinya secara diam-diam. Meski ada orang banyak entah itu keluarga panti atau orang lain, Elang dengan terang-terangan datang. Mengajaknya bicara-dengan nada suara yang jauh lebih lembut dari sebelumnya. Juga melakukan tindakan-tindakan yang menjurus ke perhatian.

Perhatian? Ya, Irene bilang itu adalah perhatian. Elang yang menanyai kondisinya setiap saat, yang membuatkannya susu, yang mengutamakan kenyamanannya, mereka bilang itu bentuk perhatian. Namun Ela menganggap itu hanya karena rasa bersalah saja. Entahlah mana yang benar, tapi yang pasti, Lusi benar-benar merasakan perubahan positif Elang.

"Wah, gila sih ini!"

Lusi menoleh ke arah Irene yang memandangi layar ponsel. Padahal sahabatnya itu tadi sedang mengerjakan tugas kuliah.

"Gila, gila!"

"Apa?" tanya Lusi, heran.

"Cek grup angkatan coba, Lus!"

Lusi mengambil benda segiempat yang ada di atas nakas, sebelum mengerjapkan mata. "Hp gue kan disita."

Ya, sejak terungkapnya kehamilan, ponsel Lusi disimpan oleh Elang. Itu karena meski berita tentang Elang yang menjadi suami Lusi telah tersebar, namun banyak sekali yang berbicara buruk tentang gadis itu. Banyak dugaan-dugaan yang mereka lontarkan, yang isinya negatif. Saat membacanya, Lusi merasa sangat terbebani. Dan sepertinya Elang mengetahui sehingga laki-laki itu menyita ponselnya. Sebagai ganti agar ia bisa berkomunikasi dengan keluarga, Elang memberikan ponsel laki-laki itu yang sudah lama tak terpakai namun masih baru.

"Oh, iya lupa." Irene menyengir, kemudian bergeser mendekat untuk menunjukkan layar ponselnya kepada Lusi. "Lihat, deh."

Kening Lusi berkerut melihat sebuah kiriman video, berikut komentar-komentar buruk dari teman-teman seangkatan. "Itu video apa?"

Irene meringis. "Mau diputar?"

Lusi spontan menggeleng. Ia memang tidak tahu itu apa, tapi melihat dari komentar, sepertinya berisi sesuatu yang tidak baik. "Isinya apa?"

"Video syur Galuh."

Mata Lusi membulat. "Galuh?"

Irene mengangguk, lalu berdecak sambil tertawa. "Nggak nyangka kan? Sama, gue juga. Lagaknya aja sok ngehujat lo, ternyata dia sampahnya."

Kening Lusi berkerut. Ia masih tidak percaya. "M-maksudnya ... itu ... video vulgar?"

"Iya." Irene menggeleng. "Sama cowok dari kampus lain. Mana videonya jelas banget gitu. Hih!"

Lusi membasahi bibirnya yang tiba-tiba terasa kering. "Itu siapa yang sebar?"

"Nggak tahu juga, gue. Katanya jam dua belas malam, kemarin, kesebarnya. Tapi kalau gue sih berterimakasih sama yang nyebar. Itu bisa jadi semacam karma karena Galuh udah nyelakain lo. Iya, kan?"

Lusi terdiam, tidak mengiyakan atau menyangkal. Namun ia merasa miris karena komentar-komentar yang ditujukan kepada Galuh jauh lebih kasar daripada yang ia terima.

Broken Down (REPOST)Where stories live. Discover now