11. Waktu yang salah

Start from the beginning
                                    

Kami bertiga, eh bukan berempat di tambah anak itu yang masih saja menempel pada suamiku. Jihan memakan dengan hikmat es krim yang sudah di pesan, es kepala muda tidak ada akhirnya bocah itu memilih toko es krim terdekat.

Aku memakannya dengan tak selera, begitu kesal karena bocah itu lebih gatal dari Tante girang. Memutus kontak mata pada gus yang sama sekali tidak menatap ku, aku pun merespon Vito ketika meminta sesuatu.

"Nomor handphone kamu berapa?" pintanya bertanya.

"Nggak ada hp, udah di sita sama Bang Sauq!!" Aku menggebrak meja sekuat tenaga.

Untung saja es krim milik bocah itu ada di tangan gus, jadi tidak tumpah. Dan para pengunjung yang datang pun menatap ku dengan tatapan aneh, aku mengendikkan bahuku tidak perduli lalu melanjutkan memakan es krim yang tinggal sedikit itu.

"Saya nggak percaya, masa di zaman canggih begini masih ada sita-sita an hp."

"Peraturan pondok pesantren," ucap sugus akhirnya berbicara. "Selain mengganggu konsentrasi tidak stabil dalam pembelajaran, hp bagi pesantren kami adalah musuh. Banyak sekali sisi negatif dari benda itu," jelas Gus Athar sambil menutup mulut Jihan karena sudah tertidur.

Vito mengangguk kepalanya mengerti. "Saya paham, jadi kalian dari pesantren. Pasti kalian berdua nikah karena perjodohan?" tanyanya melenceng dari pembicaraan sebelumnya.

"Buk--" Masa aku harus bicara aku dengan sugus menikah karena kecelakaan itu? Bisa-bisa Vito mengira aku wanita nggak bener. "Bisa di bilang seperti itu," sambung ku menjawab.

"Sia-sia juga jika pernikahan kamu dengannya pisah, saya masih nggak bisa menikah dengan kamu," keluh Vito membuat aku menatapnya tidak mengerti.

"Karena kita beda Tuhan."

Reaksi yang tak kuduga tangan Gus Athar menggebrak lebih keras meja yang menimbulkan Jihan terbangun kaget. "Perjodohan tidak selalu menjerumus ke arah perpisahan, saya masih punya aturan dalam agama saya. Walau saya memang tidak mencintai istri saya, tapi saya akan berusaha menerimanya hingga saya benar-benar mencintainya."

"Dan saya harap kamu bisa lebih menjaga etika ketika berbicara!" pungkas Gus Athar tajam setelah itu pergi.

Jihan yang ada dalam pangkuan ku pun berusaha menenangkannya karena efek terkejut. Aku melihat bahu naik turun yang tidak stabil dari suamiku, perkataan nya tadi mampu membuat aku sepenuhnya percaya pada kalimat itu.

Vito masih berdiam diri ketika aku membawa Jihan pada dia, aku pun meninggalkannya dengan anak itu. Aku tak pernah berfikiran jika Vito ingin aku dengan sugus bercerai.

"Terimakasih banyak, Gus," ujarku lemah melihatnya dari belakang.

Aku dengannya kini berada di tepi danau, air mataku menetes kesekian kalinya atas pembelaan dia untuk rumah tangga kami. Melihat nafas yang sudah normal dari suamiku, aku pun bernafas lega.

"Hazna pasti nggak akan nyerah buat dapetin hati Gus biar bisa mencintai Hazna."

Tangan ku memeluk pinggang Gus Athar bergetar, dia tidak menolak seperti waktu di kamar. Mencoba meresapi aroma yang begitu khas dari suamiku, aku memejamkan mata untuk menikmatinya.

Tubuh tegap itu berbalik dan memundurkan aku dari jangkauan nya. Lalu tanpa reaksi dariku, aku menahan rasa bahagia di hatiku.

Ciuman lembut di kening aku dapatkan darinya, begitu lama sugus masih mencium kening ku mataku mulai memberat. Hari pun sekarang sudah sore, matahari yang akan tenggelam dengan warna jingganya memancar seperti menyoroti kami.

"Saya rasa, cinta itu mulai tumbuh," gumam Gus membawaku pada pelukannya.

Aku kembali terisak bahagia, begitu kata-kata itu terdengar dari mulut suamiku sendiri aku ingin terbang bersamanya.

"Aduh!!" ringisku memekik menahan rasa sakit.

"Saya ingin tahu, mimpi mu sepertinya begitu menyakitkan sehingga membuat air mata kamu selalu turun," ujar Gus Athar menaikkan alisnya sebelah dengan pakaian begitu rapi.

Mengapa, mengapa hanya mimpi?!

"Gus mau kemana?" tanyaku lemah.

Menghembuskan nafasnya berat, sugus pun menimpali ku. "Apa kamu lupa, jika hari terakhir di sini saya dan kamu akan pergi ke perkebunan teh milik keluarga Vito."

"O-oh iya maaf, Hazna tadi ketiduran."

•••

Message: Mimpi, semoga hal itu nyata bila menuju kebaikan.

Love, -Wii

Halalin Hazna, Gus! [END]Where stories live. Discover now