Part 44 - Tidak apa-apa

65.9K 10.1K 2.2K
                                    

Hai, hai aku balik lagi. Ada yg kangen?

Cek semangat dulu. Ketik lalala yeyeye 👉

Udah pada mandi belum?

Spam nama Jihan 👉

Spam nama Niken 👉

Spam nama Haikal 👉

Spam nama Dirga 👉

Spam nama Remi 👉

Happy reading yaaa 💕

Memulai lembaran baru dengan orang yang sama.
__________________

Jihan mengantar Haikal hanya sampai pagar depan rumah saja. Ayah Jihan teguh pada pendiriannya untuk membiayai ongkos pulang Haikal, tiket pesawat laki-laki itu dibelikan Ayah Jihan. Ini soal harga diri.

Haikal sibuk memasukkan koper ke dalam go-car yang akan membawanya ke bandara. Sejak pembicaraan dengan Jihan Haikal tidak banyak komentar.

"Saya mau pamit dulu ke orangtua kamu." Haikal kembali berdiri di hadapan Jihan setelah memastikan semua barang bawaannya sudah beres.

"Nggak perlu! Mereka nggak butuh itu," jawab Jihan tanpa ekspresi.

Dihina, sudah.

Ditolak, sudah.

Bahkan disuruh mati, sudah.

Namun Haikal masih tetap tidak ingin membenci Jihan. Tidak bisa tepatnya.

Haikal memandang dalam wajah cantik Jihan yang diterpa cahaya lampu teras. Mungkin ini akan menjadi yang terakhir kali Haikal menikmati paras Jihan yang cantik. Merekam sebaik mungkin untuk untuk obat rindu nanti.

"Titip salam saja kalau begitu." Haikal coba tersenyum di antara sesak di dadanya.

Jihan tak berkomentar.

"Kalau saya benar-benar mati apa kamu akan--"

"Haikal," potong Jihan. Dia tidak ingin mendengarkan apa pun saat ini dari laki-laki itu.

Haikal mengangguk paham, tidak ingin memperpanjang masalah. "Kalau saya berhasil membawa Mama kemari apa ayah kamu akan luluh?"

"Haikal, kita sudah selesai!"

"Tidak ada harapan?"

"Tidak!"

Air mata Jihan menggenang di sudut matanya. Haikal akan pergi, seharusnya Jihan bahagia. Harusnya Jihan senang.

"Jihan," panggil Haikal serak.

"Jangan banyak bicara, Haikal!"

"Remi laki-laki yang baik. Semoga kalian bahagia. Saya ikhlas," kata Haikal dengan separuh hati yang rusak.

Kaki Haikal bergerak pergi. Pandangan Jihan mengawasi setiap langkah laki-laki itu.

Jihan memutar tubuhnya, berjalan kembali masuk ke dalam rumah sebelum mobil Haikal benar-benar hilang dari pandangan. Perasaan Jihan kacau. Ia tidak tahu harus bersikap seperti apa.

Sebelum kaki Jihan menginjak lantai rumah, terdengar suara dentuman keras. Seperti suara benda yang saling bertabrakan.

"Haikal," panggil Jihan lirih.

Angin malam berhembus. Jihan kembali menoleh ke arah jalanan. Mobil yang Haikal tumpangi terlihat dikerumuni orang-orang.

Jihan tertawa pelan. Tuhan baik sekali. Tuhan mengabulkan doanya. Tapi Jihan tidak senang. Dia sedih. Ingin menangis. Seharusnya Tuhan mengabaikkan Jihan saja, jangan mendengarkan permintaan konyol yang tidak pernah ingin Jihan aminkan.

Pemeran UtamaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora