tiga puluh delapan!

61 2 0
                                    



"Ne katanya kita mau masuk sekolah kan."

"Hooh, tapi gatau kapan."

Tidak terasa aku sudah dua tahun berada di pesantren ini, mengenal neo, abidzar dan yang lain adalah hal terbahagiaku disini. mereka memang agak sedikit menyebalkan, tapi mereka juga mempunyai solidaritas yang luar biasa yang tidak pernah aku dapatkan sebelumnya, aku tersenyum ketika mengingat pertama mengenal neo ia sangat pendiam dan angkuh pada saat itu, satu orang pun tidak ada yang ingin berteman dengannya karena keangkuhannya itu. Aku adalah orang pertama yang bisa berteman baik dengan neo.

Tidur saat mengaji, bolos muhadoroh dengan alasan tidak enak badan sudah aku rasakan semuanya bersama neo, entah bagaimana jika nanti aku lulus dan berpisah dengan neo, yang aku harapkan untuk neo adalah semoga ia selalu menjadi neo yang aku kenal, neo yang angkuh, neo yang pendiam dan tidak banyak omong, neo yang selalu mendengarkan semua cerita dan hal random tentangku.

"Ga kerasa ya bi, udah mau lulus."

"Waktu cepet banget ya, perasaan kita dulu masih bolos bolos muhadoroh dah."

"Wah iya hahaha, seru banget asli."

"Keren pisan ey kita."

"Bisa teu ketauan kitu ya bi."

"Pro player."

"Buruan ungkapin bi, keburu maira diambil mas alif." Celetuk neo seraya meninggalkanku

Aku terdiam sejenak, "Mau kemana?" Tanyaku

"Kamar, tiris."

"Yaudah."

Kini aku hanya seorang diri, mencerna perkataan neo.

Bagaimana caranya aku mengungkapkan rasa sukaku kepada maira, sebenarnya aku ingin sekali. hanya aku sedang mencari waktu yang tepat, entah kapan.

"Hebat kalo aku bisa ngungkapin sekarang."

Bukan hanya maira yang aku pikirkan, hafalanku, ummi abah, dan semua hal yang ingin aku capai.

Aku harus mengatakannya sebelum aku pergi ke kairo, harus.

Apapun yang akan maira katakan, akan aku terima konsekuensinya, karena itu memang sudah takdir.

Aku tidak bisa memaksa seseorang, untuk kembali menyukaiku.

•••

"Sampai kapan kamu akan menghindari saya terus menerus seperti ini humaira?"

Sontak aku yang sedang melamun terkejut dengan kedatangan mas alif tiba tiba. Bukan kah tadi ia sudah menyuruh dzihni menanyakan mengapa aku ada disini?, lalu kenapa sekarang ia menghampiriku seperti ini. Membuat orang terkejut saja

"M-maksud mas alif apa?" Ucapku terbata-bata

"Jangan bersikap seperti ini maira, saya tidak ingin kamu menghindari saya seperti ini."

"Mas alif bahkan tau apa alesan aku ngehindar kaya gini."

"Saya tidak pernah memaksa kamu, untuk kembali menyukai saya humaira, apa saya pernah memaksa kamu untuk kembali menyukai saya?"

Kepalaku menggeleng, "Engga." Ucapku tegas

"Saya masih menunggu kamu, keputusan kamu, jawaban kamu."

"Jangan nunggu maira mas."

"Gabisa ra, apapun itu saya terima. asalkan kamu punya jawabannya."

"Kalo gitu maira jawab gamau."

"Saya ga terima jawabannya."

"Terserah mas alif deh, sampe pak ogah tumbuh rambut juga maira tetep jawab gamau."

Ia tersenyum, lalu berkata "Saya tunggu." Katanya sambil meninggalkanku

Aku heran kenapa orang sepintar, setampan, dan sekaya dia bisa menyukaiku. entah apa alasannya ia bisa menyukai orang secantik, selucu, dan sebaik aku.

Padahal ia sudah mempunyai calon istri yang bahkan pengurus asrama putri, bukan aku santri yang ugal ugalan, huh.

•••

haloo haraa!!

cinta untuk habibiWhere stories live. Discover now