delapan belas!

36 4 0
                                    



Setelah di buat bingung dengan perkataan mas alif yang tiba tiba menyatakan perasaannya pada maira, akhirnya maira memutuskan untuk menceritakan soal ini kepada maya, nadila dan aprila.

Tapi sepertinya ia kebingungan harus memulai menceritakannya dari mana.

"May aku mau cerita soal mas alif."

"Kenapa mas alif ra?" tanya maya kepada maira

"Kita cari nadila sama aprila dulu, baru aku cerita."

Maya mengangguk mendengar perkataan maira, akhirnya mereka berdua mencari keberadaan nadila dan aprila.

"Ternyata kalian disini, aku dari tadi nyariin kalian."

"Ada apa, maira kenapa muka kamu panik banget ada masalah apa ra?" ucap aprila

"Aku mau cerita ke kalian, tapi ga disini."

•••

"Apa?! mas alif bilang gitu ke kamu?" pekik maya

"Mas alif yang tadi beda banget sama mas alif yang aku kenal pendiem, ga pedulian, cuek. dia bener bener bukan kaya mas alif."

"Seriusan dia bilang gitu ke kamu?" tanya aprila

"Masa kalian ga percaya sih, sama apa yang aku bilang."

"Bukannya kita ga percaya, tapi aneh banget masa tiba tiba mas alif bilang suka kamu gitu." jawab maya

Maira berfikir ada sisi lain di dalam diri mas alif, ada dua kepribadian yang menurut maira itu tidak masuk akal.

"Apa mas alif punya dua sisi yang beda ya."

"Apa maksud kamu ra."

"Yaa aku aneh aja dia tiba tiba berubah jadi orang yang lebih agresif soal hubungan, aneh ga sih dia tiba tiba bilang suka ke aku, bahkan aku sama dia aja ga saling kenal banget."

"Bener juga sih." kata nadila

Bukannya senang di sukai seorang anak kyai, maira malah merasa takut dengan sifat alif yang sangat berbeda seperti apa yang ia lihat biasanya.

Seperti ada sifat yang alif sembunyikan dari siapapun kecuali ketika ia dekat dengan maira.

"Aku jadi kepo, kenapa mas alif bisa gitu."

"Emangnya kamu aja, aku juga kali."

"Iya nih aku juga."

"APALAGI AKU YANG NGERASAIN." Ucap maira geram

"Ya Allah bu, santai aja bu." kata aprila

"Kita harus cari tau diem diem tentang mas alif." benar apa yang nadila katakan, sifat mas alif ini sangat berbeda seperti biasanya.

"Setuju." maya menyetujui perkataan nadila

"Tapi kalian seolah olah gatau ya soal ini."

"Santai kalo soal itu mah kecil, yaudah sekarang kita ke lapangan lagi yuk bantuin yang lain."

"Yuk, bosen lagian di kamar terus."

•••

Kini aku dan abidzar berada di lapangan pondok, banyak sekali santri yang sedang mendekor ruangan untuk lomba, ada yang sedang membuat asmaul husna untuk hiasan dinding, ada yang memasang bendera, dan bahkan yang hanya memandori saja juga banyak.

Seperti aku sekarang ini, aku sedang memperhatikan abidzar yang sibuk memasang bendera di setiap tiang, tidak ada yang membantunya ia hanya seorang diri.

"Bantuin apa bi, diem bae kaya tiang."

"Lah kamu tadi sendiri yang bilang di depan santri putri kalo kamu sanggup masang semuanya sendiri, sekarang malah minta bantuan." salah ia sendiri ingin terlihat kuat di depan para santri putri.

"Ya ane mah iseng aja gitu biar mereka ngeliat ane klepek klepek."

"Halah bahasanya klepek klepek, nanti kecapean pingsan nangess."

"Jahat ente bi, bantuin nih banyak banget ya allah bi."

"Gamau ane ah, mendingan liatin ente aja disini."

"Ya allah bii, masa ngeliatin ane sambil duduk terus minum es begitu."

"Ahhh seger, nikmat banget ya allah masyaallah."

abidzar mengecap, "Jahat banget bi demi Allah."

Aku tertawa renyah melihat abidzar seperti ini, aku kasihan melihatnya tapi ia sendiri yang bilang bahwa akan menyelesaikan pekerjaannya sendirian.

"Kak habibi, ini buat kakak." dengan tiba tiba seseorang datang padaku dan membawakan dua botol air mineral dingin.

"Kasih abidzar, ane banyak urusan." Aku meninggalkan abidzar dan santri putri yang tadi tiba tiba memberikan air mineral padaku.

"Nahh makasih ya, tau aja ane lagi aus." kata abidzar yang masih bisa terdengar olehku.

"Bi ini buat ane semua ya." teriak abidzar

"Loh tapi kan ini buat-"

"Ambil aja zar, abisin semuanya ane punya duit buat beli air mineral." ucapannya terpotong

Aku tidak ingin mereka selalu memberikan barang barang atau makanan kepadaku, ini bukan hanya membuatku risih saja, tapi juga aku kasihan melihat mereka yang selalu membuang buang uang hanya untuk membelikan barang barang tidak jelas untukku.

Tidak hanya satu atau dua santri saja yang seperti ini, tapi beberapa santri putri yang selalu mengirim aku surat, makanan, bahkan gelang berinisial mamaku.

Aku tidak ingin mereka menganggapku lebih dari seorang santri, aku hanya manusia biasa. aku bukan seorang artis, ataupun raja yang bisa mereka puji puji dan mereka kagumi.

•••

emang idaman banget ya habibi tuu😍

cinta untuk habibiWhere stories live. Discover now