dua puluh sembilan!

43 5 0
                                    



"Tafadhol duluan." Suruhnya

"Syukron."

Ia tersenyum sekilas sambil meremas sajadah yang dibawanya, rona merah di pipinya sangat terlihat jelas oleh ketiga sahabatnya itu.

"Ihhh mukanya merah cieee." Ledek nadila

"Engga dila ih apasih kamu." Cicitnya merasa malu

Siapa sangka seseorang yang dikaguminya berjalan beriringan dengannya tadi.

Kini ia berada didalam majelis untuk melaksanakan sholat subuh, dan mungkin ada beberapa wejangan dari pak kyai.

Maira tidak bisa berhenti tersenyum, ia terus saja mengingat seseorang yang dikaguminya itu menunduk pada saat berbicara padanya tadi.

"Senyum senyum mulu ni yaampun." Ejek maya

"Diem ah kalian." Jawabnya sebal

"Iya ni diem haha."

"Asalamualaikum." Salam mas alif

"Waalaikumsalam."

"Saya yang akan menjadi imam, karena abi sedang tidak enak badan di kamar."

Sholat subuh berjamaah dilaksanakan dan di imami oleh mas alif, memang seharusnya hari ini jadwal pak kyai berhubung pak kyai sedang tidak enak badan seperti apa yang mas alif katakan, jadi di gantikan oleh mas alif.

"Pak kyai sakit apa may?" Tanya maira

Maya mengangkat kedua bahunya sebagai jawaban.

Maira menyerit seolah ia penasaran dengan keadaan pak kyai.

Setelah melaksanakan sholat subuh dan mendengarkan sedikit ceramah dari mas alif, maira menitipkan sajadahnya kepada maya.

"May nitip sajadah, aku mau ke bi aen."

"Loh kenapa ga nanti aja bareng kita?"

"Pas ngambil makan nanti aku ga turun lagi."

"Limadha?"

"Because my low blood relapse."

"Lah kenapa jadi dua bahasa gini haha."

"Lagian kamu pake bahasa arab."

"Yaudah sana obat penambah darah nya dibawa?"

"Ada di kantong baju."

"Hati hati pingsan dijalan."

"Eh omongan doa loh."

"Astaghfirullahh, aku tarik lagi omongannya."

Maira tertawa renyah,

"Aku duluan ya ra."

Ia mengangguk, kepalanya sangat pusing saat ini melihat jalan pun kalang kabut, darah rendah nya sudah semakin parah.

"Bi aen air mineral dua." Pintanya

"Siap geulis, tumben atuh sendirian temen temen nya pada kemana?" Tanya bi aen heran

"Maira kesini duluan bi, mau minum obat pusing banget soalnya hehe."

"Sok sini atuh makan dulu neng."

"Maira makan disini ga dimarahin pengurus kan bi?"

"Engga atuh, sok makan dulu."

"Makasih ya bi."

Bi aen tersenyum sekilas

Ia sudah maira anggap sebagai ibu disini, bi aen bukan hanya perhatian tapi juga penyayang.

Maira beruntung masih banyak orang orang disekitarnya yang peduli.

"Bi udah."

"Cepet amat, makan yang banyak biar gede badannya."

"Udah kenyang bi."

"Yaudah atuh, diminum obatnya."

"Maira naik dulu ke atas ya bi, makasih bi aen."

"Sama sama neng."

Mode tenang maira di ganggu dengan ocehan teman teman kak nadia, ia selalu saja mengganggu ketenangan maira dimanapun.

"Nad liat tuh, sendirian aja dia gapunya temen." Celetuk aurel

"Mana ada si yang mau temenan sama orang freak kaya dia."

Maira memejamkan matanya sekilas.

"Lo sama latifah udah ambil mas alif dari gue, sekarang lo juga mau ambil habibi dari gue? mau lo apasi ra! gue bisa aja ya bayar orang buat nyelakain lo disini tanpa sepengetahuan siapapun."

"Terus kenapa kakak ga ngelakuin hal itu?, kenapa kakak terus terusan gangguin kehidupan aku dan nuduh hal yang sama sekali gapernah aku lakuin."

"Karena gue mau lo menderita, gue mau lo ngerasain apa yang gue rasain juga." Hardiknya

"Lebih baik aku dipukulin seribu orang daripada aku disiksa dan di fitnah kaya gini kak, bahkan aku gapernah ngelakuin hal apa yang kakak tuduh ke aku."

"Orang munafik kaya lo mana mungkin mau ngaku."

"Astaghfirullahhaladzim, hati hati kak kalo ngomong. seenggaknya kalo ga good attitude masih bisa jaga omongan."

"Dasar adik kelas gatau diri, gue bakal terus usik hidup lo sampe lo bener bener ngelepasin habibi dan keluar dari pesantren ini."

"Aku emang kagum sama kak habibi, tapi aku gapernah sekalipun nafsu banget buat dapetin dia kak dan satu lagi, mau sampe kakak ancem aku apapun, demi Allah aku gaakan pernah keluar dari pesantren ini."

"Maksud lo, gue nafsu banget buat dapetin habibi gitu hah? gila lo."

"Menurut kakak?" Ucapnya seraya meninggalkan kak nadia yang masih menyerocos

"Hehh awas ya lo, gue ga akan segan segan ngelakuin hal sesuka gue."

Perkataannya masih bisa terdengar jelas oleh maira walaupun langkahnya sudah jauh dari kak nadia, kenapa ia selalu saja mengancam hal yang tidak tidak kepada maira.

Bahkan hal yang maira tidak lakukan pun kak nadia selalu saja menuduhnya.

Maira akan selalu membangun dinding yang kokoh agar tetap tinggal di pesantren ini bagaimanapun juga.

Entah bagaimana kedepannya, mungkin kak nadia akan menggangu nya lebih dari ini, dan menyiksanya lebih dari sebuah tamparan waktu itu.

•••

halo semuanya!! aku lagi ga mood banget hari ini, tapi mood aku balik lagi setiap inget cerita ini.
stay safe semua!

cinta untuk habibiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang