dua puluh empat!

48 4 0
                                    



"Ya allah maira kenapa?"

Aku terkejut dengan kedatangan maya dengan tiba tiba, bukan kah maya sedang marah padaku tapi kenapa ia terlihat sangat khawatir saat ini.

"Ra kenapa?" Tanya nadila

Aku masih dengan posisi yang sama, berdiri di depan cermin dengan wajah sembab.

"Raa gara gara aku ya? maafin aku maira." Lirih maya meminta maaf

Kenapa maya malah menjadi merasa bersalah kepadaku seperti ini, seharusnya aku yang meminta maaf kepadanya, "K-kamu ga salah ko..." Segukku

"Ko pipi kamu merah gitu sih." Ucap aprila menyelidik

"Emm itu, kak nadia." Ucapku ragu

"Pasti nadia kan yang udah ngebuat kamu nangis kaya gini ra? ya allah." Ucapnya seraya memelukku

Ini maya yang aku cari, maya yang memberi kehangatan untukku.

Aku menceritakan bagaimana aku bisa seperti ini kepada maya nadila dan aprila, aku sangat takut jika kak nadia akan berbuat lebih dari tamparan ini, meskipun aku tadi mengatakan bahwa aku tidak takut dengan ancamannya.

"Dasar kakak kelas gatau diri, mas alif kan udah punya calon bini."

"Awas aja nanti, aku bakal bales apa yang dia lakuin ke kamu ra."

"Udah udah aku kan cuma cerita aja, aku ikhlas ko."

"Apansih ikhlas ikhlas, ra sesekali jangan jadi orang yang terlalu baik kek." Sentak aprila

Aku memang sangat takut jika nantinya kak nadia akan berbuat jahat kepadaku, tapi aku lebih takut jika teman teman dekatku terlibat dalam masalahku.

"Aku gamau kalian ikut campur sama masalah aku, aku cuma cerita aja kok aku ga minta pembelaan ke kalian." kataku dengan wajah memelas

Nadila mengelus punggungku, "Ra kita ini keluarga, kalo salah satu dari kita punya masalah jangan ragu buat cerita ataupun jangan sungkan buat minta tolong."

Maya mengusap air mataku dengan lembut, "Maafin aku ya ra, maaf tadi kasar sama kamu ngedorong kamu maafin aku ya." Tuturnya merasa bersalah

"Kamu jangan minta maaf may, kamu ga salah harusnya aku yang minta maaf." Elakku

"Nahh gini kan enak ga berantem berantem." Ucap nadila

Aku beruntung memiliki teman seperti mereka, yang selalu mendukungku dalam keadaan apapun.

Kehangatan, kekeluargaan yang ada di dalam diri maya nadila dan aprila membuatku merasa aku tidak pernah sendirian.

"Makasih ya kalian baik banget."

Aku memeluk mereka dengan tulus, baru kali ini aku merasakan kehangatan dalam pertemanan.

Selain tidak beruntung dalam soal percintaan aku juga tidak beruntung dalam soal pertemanan, dan ya. aku sekarang mempunyai mereka yang selalu mendukungku dalam keadaan apapun, dan dalam masalah seburuk apapun.

Aku sadar bahwa aku tidak merasa sendirian lagi sekarang, aku bisa berbagi cerita apapun kepada mereka.

Pelajaran untukku hari ini adalah, jangan selalu merasa sendiri karena dalam keadaan terpuruk sekalipun kita tidak pernah sendirian.

•••

Udara malam menusuk pori pori kulit pria itu, ia terduduk di kursi panjang di atas rooftop pesantren, terbalut hoodie tebal berwarna hitam yang berlogokan bloods itu.

Ia menatap langit malam dengan kosong.

"Ya Allah." Gumamnya resah

Angin malam yang dingin menyapu rambut habibi, ia hanya seorang diri disini. memikirkan hal yang tak biasanya di pikiran sampai berlarut-larut seperti ini.

Entah apa yang ada di pikirannya, sampai tengah malam seperti ini, entah tentang maira, teman, atau urusan pribadinya yang tidak di ketahui oleh siapapun.

"Gimana kalo dia dateng lagi ke kehidupan aku." Sebenarnya apa yang ia sedang sembunyikan dari orang orang yang disekitarnya, sampai ia terlihat resah seperti ini.

Suara langkah kaki membuat habibi tersadar dari lamunannya, "Lah dari tadi ane nyariin aya didieu."

"Apa atuh ne, ganggu wae."

Siapa lagi jika bukan sahabat karibnya itu.

"Maaf kalo ganggu ai kamu aku kesini cuma mau ngasih tau kalo si zihni udah pulang."

"Udah tau dari pas siang ne."

"Lah kirain teh belum tau."

"Apa yang aku gatau." Jawabnya sombong

"Alah siah, eh ente ngapain disini bi."

Ia menggelengkan kepalanya dengan lesu, seperti banyak hal yang sedang dipikirkannya, entah apa.

"Ne ente pernah ga nyembunyiin sesuatu dari semua orang." Tanya nya

"Naon atuh nanya gitu."

"Pernah teu."

"Teu ah, ngapain atuh nyembunyiin sesuatu. ente nyembunyiin sesuatu bi?"

Raut wajahnya berubah menjadi pucat pasi, habibi terdiam dengan apa yang neo katakan tadi.

"Kunaon bi? cerita we."

Ia melirik ke arah neo, "Belum siap."

"Yaudah gapapa jangan maksa, cerita we kalo ada apa apa." Katanya meyakinkan

Habibi beranjak dari tempatnya, ia berdiri dan menatap kosong jalanan yang sudah sangat sepi.

Ia bersedekap dada, "Kangen abah."

Neo membuang nafas kasar, "Siapa yang ga kangen sama orang tua kalo lagi mondok gini bi, cewe cowo, adik kelas, kakak kelas, pasti kangen bi."

"Kapan ya liburan."

"Bulan depan."

"Tapi cuma dua minggu kan."

"Maunya berapa, 15 tahun sekalian we gausah mondok lagi."

"Bukan gitu atuh ne, maksud ane teh sebulan gitu."

"Lah waktu itu di kasih libur 5 bulan ngapain aja ente."

"Ngapain we lah."

"Udah jangan sedih gitu yu ah ke bawah."

Habibi mengiyakan perkataan neo, lagipula sudah larut malam. tidak baik jika tengah malam seperti ini masih ada di rooftop, nanti warga akan mengira habibi ini makhluk halus.

•••

halo semuanya, maaf yaa baru up huhu

cinta untuk habibiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang