"Kok sepi?"

"Oh itu, Putri ada di bilik belakang paling pojok. Aku sampe sini aja ya nggak bisa ikut masuk, mau ada kunjungan dari Budhe soalnya." Aku meresponnya dengan senyuman kecil.

"Iya nggak papa kok, makasih udah nganterin Hazna kalo gitu."

Masuk ke dalam ruangan begitu sunyi, aku pun menuju bilik di mana dia tadi memberitahuku bahwa Putri ada di sana.

Dengan langkah ragu aku menekan saklar agar sepenuhnya lampu menyala, apalagi bilik yang Putri gunakan tepat berada di samping toilet membuat aku merasa takut akan berbagai pikiran nyeleneh yang ada di otakku ini.

***

"Joy?"

Mata Joy lalu berkedip, "Astaghfirullah Gus Athar buat saya kaget."

"Ada apa?"

"Anu--" Bicara gugup Joy membuat Gus Athar bingung.

"Saya mau ngambil obat Magh buat Neira, dia pingsan lagi setelah di hukum. Pas saya lewat eh malah Ustadzah Jihan nyuruh saya buat ngambil." Ucapan Joy spontan saja membuat Gus Athar langsung khawatir.

"Kalau begitu biar saya saja yang ngambil, ada berkas penting juga yang saya lupa taruh di pusat kesehatan. Tolong beri tahu Ustadzah Jihan untuk jangan kasih makanan pedes buat Nei, karena dia setelah pingsan pasti selalu mintanya yang aneh-aneh," pungkas Gus Athar.

Joy menganggukkan kepalanya mengerti, "Baik Gus. Joy akan inget pesan Gus Athar, kalo gitu Joy pergi dulu. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," pamit Joy lalu salim.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," balas Gus Athar. "Nei Nei, kamu selalu bikin saya khawatir." Lanjutnya bergumam sambil memijit keningnya sendiri.

Begitu menunggu lama untuk pintu kamar mandi terbuka aku hanya duduk di brangkar yang kosong. Ini sudah 15 menitan lho aku berdiam diri bagaikan patung. Apa Putri sedang berimajinasi di kamar mandi?

Bunyi aliran air pun sampai sekarang aku tidak mendengarnya, begitu menyebalkan. Untuk saja dia sudah aku anggap sebagai teman baik jika bukan, mungkin aku sudah memilih untuk rebahan di kasur.

"Utii? Kalo pup jangan lama-lama yaaa."

Sekarang aku akan memanggil Putri dengan sebutan Uti. Itu merupakan panggilan kesayanganku padanya, sangat cute.

Blam!

Tubuhku langsung berjingat kaget turun dari brangkar, apalagi mataku yang sudah melotot ketika mendengar suara tadi. Aku bahkan untuk meneguk ludahku sendiri saja susah, ketika membayangkan siapa gerangan yang menutup pintu sekencang itu.

Ketika melihat pintu tertutup sempurna aku menahan tangis, sepertinya aku di jebak. Hanya ada diriku sendiri disini, berarti sedari tadi aku berbicara sendiri? Ya Allah, Hazna nggak bisa bayangin kalo ada yang nyaut beneran dan itu bukan manusia.

Aku pun berusaha mendobrak pintu menggunakan punggungku namun bukannya berhasil malah hanya rasa sakit yang aku dapatkan.

Hingga langkah ku tak sengaja mundur, punggung ku seperti tertabrak sesuatu yang keras lagi.

"Hazna punya Allah," tegar ku menahan rasa takut. "Kalo setan emang bener-bener mau godain Hazna, biar nanti Hazna bacain Ayat kursi, pasti nanti kamu kaya cacing kepanasan!" sungut ku lanjut dan terdengar kekehan kecil.

Kekehan itu sangat khas, aku langsung menjauh lalu memutar tubuhku. "Aaaaa, setannya ganteng mirip jodoh Hazna!!" teriakku kencang lalu menutup wajahku menahan malu.

Beliau, Gus Athar melewati ku mencoba membuka pintu agar terbuka dengan berbagai caranya. Namun sama sekali tiada hasil, wajahku sudah sangat masam.

"Gus Athar ngapain bisa ke sini juga? Hazna kok nggak tahu kalo ada orang yang masuk ya," kata ku menjaga jarak.

"Saya mau ngambil obat Magh dan berkas penting yang satu hari lalu tertinggal di sini," seru Gus Athar.

Gus Athar punya sakit lambung?

Aku berpikir dalam hati ketika beliau menjawab dengan kata-kata itu, kasihan sekali Gus gantengnya Hazna ini.

Ketika masih melamun, tiba-tiba saja pintu terdobrak kembali.

Brakkk!!

Gus Athar yang tidak tahu pun terdorong kebelakang hingga dia kini berada tepat di atas tubuhku. Aku menahan nafas ketika bibirnya itu sangat dekat sekali dengan hidungku, seperti akan mencium. Tak bisa aku lakukan selain membeku di tempat.

"Astaghfirullahalazdim, kalian!" lantang Gus Fadhlan dengan suara besarnya.

•••

Deg-deg-deg

Adegan dalam bab ini bukan di sengaja, tapi tanpa sengaja.

Love, -Wii

Halalin Hazna, Gus! [END]Where stories live. Discover now