07. Tukar Nomor

3K 408 37
                                    

💌 : seneng banget liat kalian udah pada rajin vote, tapi komennya gimana, nih? Kok, masih males-malesan, padahal aku kan, pengen baca satu-satu😭🤧

Selamat membaca!

65⭐️ & 12💬
(Syarat update)

🤵🏻

💐

👰🏻‍♀️

Cahaya matahari yang menyeruak masuk ke sela gorden kamar Velove membuat wanita itu mau tak mau membuka kedua matanya. Ia mendengus dengan mata yang masih menyipit sebelum menyentuh kepalanya yang terasa pening, efek sisa pengaruh alkohol yang diminumnya kemarin.

Setelah menghabiskan waktu sebanyak lima menit untuk mengumpulkan nyawa, Velove pun mengubah posisinya menjadi duduk di tepi kasur. Ia menggaruk rambutnya yang terasa lepek dan gatal karena belum keramas.

Velove menghela napasnya sebal ketika matanya tidak menemukan segelas air putih yang biasanya selalu tersedia di atas nakas. Batang kerongkongannya memang selalu terasa kering tiap kali bangun, maka dari itu ia memutuskan untuk turun ke dapur setelah memakai sebuah bandana yang setidaknya dapat membuat rambut berminyaknya sedikit menjauhi kulit wajahnya.

Velove tidak sungkan untuk menguap lebar ketika pintu lift baru saja terbuka di lantai satu karena mau bagaimanapun Velove juga manusia biasa, perangai anggunnya hanya diaktifkan ketika bertemu dengan orang tertentu saja.

Velove mengabaikan ibu tirinya yang sedang berbincang dengan seorang tamu di ruang keluarga dan memilih pergi ke dapur untuk mengambil segelas air. Ia bahkan sampai tidak menyadari bahwa tamu tersebut adalah Tama.

Velove menatap Shaka yang sepertinya juga baru mengambil segelas air dingin dari dispenser otomatis yang ada di kulkas. Shaka menatapnya dengan ekspresi yang aneh sehingga membuat Velove penasaran.

"Kenapa lo?"

Shaka menggeleng pelan, lalu bersandar di pintu kulkas, memerhatikan sang kakak yang terlihat sangat kehausan hingga menghabiskan segelas penuh air hanya dalam beberapa kali tegukan.

"Pacar lo nginep di sini semalem."

Velove memutar bola matanya malas, ia tidak menyangka bahwa Shaka dapat tiba-tiba berubah menjadi sosok yang menyebalkan seperti Kevan.

"Harus berapa kali sih, gue bilang kalau Dylan itu bukan pacar gue?"

"Tama."

Shaka mengoreksi dugaan kakaknya.

Velove menjitak kepala Shaka emosi hingga sang empu meringis kesakitan. Entah bagaimana caranya Shaka dapat mengetahui nama pria itu, tetapi apakah berbohong tentang Tama menginap di rumah mereka merupakan lelucon yang lucu?

Velove yang hendak pergi ke kamarpun kembali melewati ruang tengah. Namun, kali ini matanya berhasil menangkap Tama yang sedang asyik bercengkrama dan meminum segelas jus mangga. Wanita itu terbelalak dan terperanjat hingga hampir jatuh ke belakang kalau saja Shaka tidak buru-buru menahan punggungnya.

 Wanita itu terbelalak dan terperanjat hingga hampir jatuh ke belakang kalau saja Shaka tidak buru-buru menahan punggungnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Anggun tersenyum lebar dan menyambut kehadiran Velove dengan baik. Wanita paruh baya itu berdiri dari kursinya lalu menarik Velove untuk duduk di sebelah Tama yang terlihat tenang dengan minumannya. Pria itu bahkan sama sekali tidak bereaksi melihat ekspresi asing yang dikeluarkan oleh Velove.

"Mama baru tau kalau kamu punya pacar."

Perkataan Anggun membuat otak Velove yang belum dapat diajak bekerja sama langsung diserang berbagai jenis pertanyaan.

Melihat anak sambungnya membisu dan kikuk untuk yang pertama kalinya membuat Anggun tidak tahan untuk tidak tersenyum.

"Pantas saja kamu selalu menolak dijodohkan dengan Dylan."

"Semalem kamu nginep di sini?"

Velove mengabaikan perkataan sang ibu dan malah sibuk mengkhawatirkan sosok Tama yang sebenarnya dalam keadaan baik-baik saja.

Tama menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

"Semalem lo mabuk, terus dianter pulang sama cowok lo."

Penjelasan yang Shaka berikan membantu Velove untuk mengingat semuanya. Buktinya wanita itu langsung menjerit histeris dengan kedua tangan yang refleks menyentuh kepala.

"Daddy sama Bang Kevan tau, nggak?!"

Velove menatap Anggun dan Shaka secara bergantian dengan raut wajah panik.

Anggun tersenyum geli lalu menggelengkan kepalanya dan berkata, "Tenang aja, dari siang kemarin, Papa dan Abang kamu berangkat ke Dubai karena ada kerjaan."

Merasa bahwa sudah seharusnya mereka meninggalkan Tama dan Velove, Anggun pun memutuskan untuk pamit undur diri dan menarik Shaka untuk ikut pergi bersamanya ke lantai atas, memberikan waktu agar sepasang kekasih itu dapat berbicara secara privasi.

Hari ini Velove sangat berbeda. Dia menunjukkan sisi baru dari dirinya yang sama sekali belum pernah Tama lihat sebelumnya. Anehnya, pria itu malah menyukainya. Sejujurnya, sejak tadi Tama terus berusaha untuk menahan senyumannya melihat tingkah Velove yang kikuk, ceroboh, dan malu-malu.

Velove terlihat menundukkan kepalanya dengan kedua tangan yang mengusap lutut gugup. Sepertinya wanita itu merasa tak enak hati karena telah merepotkan Tama, bahkan sampai membuat pria itu harus rela berpura-pura menjadi kekasihnya di hadapan Anggun dan Shaka.

"Apa kamu mabuk karena saya menolak lamaran itu?"

Velove mengangkat pandangannya sejenak sebelum menurunkannya kembali.

"Memangnya karena apa lagi?" Sahutannya terdengar dibuat-buat jutek dan angkuh.

Bukannya kesal, Tama malah merasa gemas melihat tingkahnya. Ditambah lagi, telinga Velove mulai memerah karena malu.

Cukup lama diam di antara kecanggungan, Tama pun memutuskan untuk pamit undur diri.

"Kalau begitu saya—"

Tama menghentikan ucapannya ketika tangan Velove meraih kain lengannya. Wanita itu mengalihkan pandangannya dari Tama dan dengan malu-malu berkata, "Terima kasih dan maaf karena udah ngerepotin kamu dalam segala hal."

"Hm."

Tama tidak tahu harus menanggapi perkataan Velove dengan cara seperti apa. Oleh karena itu, ia hanya berdeham dan sedikit menganggukkan kepalanya.

Pegangan Velove dari Tama pun terlepas, wanita itu mengekori Tama yang berjalan keluar untuk melenggang pergi dari tempatnya menginap semalam.

Ketika tangan Tama menyentuh knop pintu mobilnya—yang telah diantar oleh orang suruhannya, pria itu tiba-tiba memutar tubuhnya kembali, lalu mendekati Velove yang terkejut sekaligus malu karena belum tampil rapi dan cantik pagi ini.

"Seperti yang kamu liat, keluarga kamu sudah terlanjur menganggap saya sebagai pacar kamu..."

Tama tidak langsung melanjutkan perkataannya dan malah mengusap tengkuknya kikuk sehingga membuat Velove penasaran.

"Iya?"

Velove menaikkan salah satu alisnya, menanti kalimat selanjutnya keluar dari bibir Tama.

Tama mengeluarkan ponselnya dari kantung celana, lalu menyerahkannya pada Velove.

"Untuk berjaga-jaga, siapa tau kamu butuh bantuan."

Velove menerima ponsel Tama dengan dahi yang berkerut. Ia tentunya tidak langsung memahami perkataan pria itu karena mau bagaimanapun juga selama ini Tama selalu bersikap jual mahal terhadapnya.

Tama menghela napasnya gusar karena tahu Velove tidak memahaminya. Oleh karena itu,  Tama menjelaskan maksudnya kembali dengan lebih detail.

"Nomor kamu."

My Aggressive WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang