60- Terungkap (2)

Start from the beginning
                                    

"Abang?"

"Hm?" tangan Jovian terulur mengelus rambut gadis itu lembut.

"Maaf, maafin gue. Karena gue lo kesepian, gue bahkan gak inget kalo punya kakak kandung. Gue emang bodoh, beg--"

"Sttt...Shut Up, ini bukan salah lo. Bukan kemauan lo juga kan buat gak ingat gue?" gadis itu mengangguk dengan air mata yang terus membasahi pipinya.

"Sekarang lo tinggal dimana?"

"Apartemen. Gue mulai usaha dari kecil hingga saat ini gue bisa jadi gue sendiri yang tidak membebankan orang lain," beritahunya dengan senyuman tipisnya.

"Maaf, sekali lagi maa--"

Jovian memeluk adik kecilnya hingga masuk kedekapan hangatnya dengan tulus. "Gak usah bilang maaf, ini semua udah ada yang ngatur."

Cup

Jovian mencium lama puncak kepala gadis itu.

"Muntah gue muntah," gerutu Alan menatap sinis kedua orang yang berpelukan.

"Santai weh santai," ledek Edgar membuat Alan bersiap melayangkan pisau tajamnya.

"Kok bisa lo tinggal sendiri itu gimana? Bisa ceritain gue?"

Jovian membawa Olivia duduk lesehan diatas karpet tebal diikuti semua orang.

"Waktu itu di panti, gue diasuh sama orang yang sederhana. Gue gak mau karena ada lo, adik gue. Tapi karena paksaan ibu panti gue dipaksa ikut mereka waktu meraka siap bawa gue. Gue inget jelas saat itu lo nangis kejer buat semua orang satu panti liatin kita. Gue juga nangis, gue gak mau ikut mereka, gue gak kenal. Tapi, ibu panti brengsek itu maksa gue. Anjing," umpatnya diakhir kata menahan amarah dengan rahang hang mengeras.

Olivia masih fokus mendengarkan setiap apa yang keluar dari mulut Jovian. Dengan mengelus lengan kekar itu untuk menenangkan tanpa tau ada yang merasa gosong.

"Akhirnya gue bener-bener diambil hak asuh orang yang bahkan gue gak suka, gak kenal. Emang mereka baik tapi itu cuma sesaat. Beberapa bulan kemudian kita bertiga jalan-jalan ke Jakarta, tiba-tiba mobil yang dikendarai orang tua asuh gue kecelakaan hingga akhirnya mereka gak selamat dan cuma gue doang yang selamat. Waktu itu orang-orang nyari gue, tapi gue ngilang gue cari lo." dengan sorot sendunya Jovian mengelus pipi gadis itu dengan jari jempolnya.

"Gue gak mikir keadaan gue yang parah, gue lari gak tau jalan gumamin nama lo setiap saat. Gue nangis terus waktu malem karena pagi sampai siangnya gue selalu gagal nemuin lo. Gue tidur di depan toko-toko orang. Kedinginan, ketakutan, selalu ada sama gue. Bayangin aja saat lo masih kecil, sendiri, lo udah jadi gelandangan yang hampir gila nyari adiknya bertahun-tahun."

"Gue tetep sekolah dengan hasil uang yang gue tabung tiap hari dengan yang berawal ngemis hingga jualan sendiri. Jualan tissue, air, dan masih banyak lagi."

"Seenggaknya gue gak mau jadi orang yang terlalu bodoh dan bego kecuali, yang gak bisa nemuin adiknya."

"Gue mati-matian pertahanin hidup. Apalagi gue pernah mau bunuh diri tapi yang gue inget selalu pesan Dad sama Mom."

"Jagain adik kamu terus ya kalo kamu disampingnya, kamu sebagai abang harus bertanggungjawab sama adik mu. Dad sama Mom sayang kalian, dan selalu jaga kalian dari dunia Dad dan Mom."

ALAVIA (TERBIT)Where stories live. Discover now