Momen Kedua Puluh Empat

28 10 2
                                    

Hari-hari paling menyesakkan pun akan dimulai. Kamu semakin menjauh. Aku semakin mencoba tak peduli. Menyakitkan. Apa kamu juga begitu?
***

"Anak kelas X yang ikut outbound akan kita kasih hadiah kecil-kecilan. Mau enggak?" Kak Reksa mulai berkoar-koar menggunakan toa.

"Mau!"

"Yok, kita mainin semua wahana yang ada di sini. Eits, tapi per grup, ya. Jangan semua diembat. Yang mau flying fox, ikut grup Kak Reksa. Yang mau panjat tebing, ikut Kak Akbar. Yang mau ...."

Satu per satu anak kelas X yang ingin menantang nyali untuk mendapat hampers kecil-kecilan dari kami mulai menempati kelompok-kelompok yang sudah ditentukan.

"Ikut, yuk, Tha!" ajak Anindya.

Aku menggeleng. "Capek, Nin. Gih, kamu aja."

"Sama Mbak, yuk, Nin!" Mbak Nura muncul dari dalam tenda.

Begitu sampai kembali ke perkemahan, aku langsung mengasingkan diri ke tenda. Tidak mau bergabung dengan anak OSIS karena pasti akan menjadi bahan kejailan mereka akibat tragedi tadi.

"Mbak Nura enggak jagain yang pada pingsan tadi?" tanyaku. Bukannya gadis satu ini yang bertanggung jawab di tenda kesehatan?

"Udah ada yang lain. Mbak, kan, juga pengen dapat hampers."

"Bagi-bagi, ya, kalau dapet. Cokelat aja enggak apa-apa." Aku menyeringai.

"Cokelat mulu, Neng." Mbak Nura mengacak rambutku. Orang yang merasa lebih tua kayaknya memang suka ngacak-ngacak rambut junior mereka, ya?

"Tenang, tenang. Akan Anindya libas semua permainan."

Kedua gadis itu segera bergabung dengan tim penakluk outbound. Setelah menenggak setengah botol air mineral, aku menghampiri salah satu pohon besar, duduk di akarnya yang menyembul besar seperti batang, lantas memperhatikan anak-anak menaklukan setiap tantangan. Mereka sangat bersemangat untuk mengalahkan satu sama lain. Bahkan Mbak Nura, Anindya, dan Kak Nola terlihat tidak mau kalah oleh junior mereka.

Hanya dengan melihat gempita yang ikutan outbound, aku sampai tidak menyadari jika waktu berlalu begitu cepat. Jam makan siang datang. Semua yang ikut bermain sudah harus menyelesaikan tantangan. Penampilan mereka sungguh menggelikan. Cemong di mana-mana.

Usai makan siang, kami segera berkemas untuk meninggalkan bumi perkemahan. Tenda-tenda kembali dilipat. Sampah-sampah yang berada di sekitar perkemahan dikumpulkan. Bekas api unggun dibersihkan. Sisa-sisa kayu api unggun kembali dirapikan. Tongkat-tongkat penyangga diikat jadi satu per kelas agar lebih mudah tersimpan dalam bus nanti. Satu sama lain penghuni tenda saling mengingatkan barang-barang kawannya.

Pak Abimana menekankan bahwa saat meninggalkan bumi perkemahan ini, kami tidak boleh meninggalkan sampah. Saat kami datang, tempat ini dalam kondisi yang bersih. Maka saat meninggalkannya, harus pula dalam kondisi bersih.

Setelah yakin tidak meninggalkan apa pun, satu per satu menaiki bus yang sudah ditentukan. Bus OSIS masih sama. Pengaturan duduknya juga tidak boleh berubah dari saat berangkat tadi.

Harus duduk sama Rashaka lagi, deh.

Saat aku masuk bus, cowok itu sudah duduk di bangku yang kemarin. Posisi dekat jendela.

"Sha?" Tatapanku sudah memohon saat menghampirinya.

"Apa?"

"Aku yang di situ, ya?"

Dia menggeleng. "Pas berangkat, kan, kamu udah di sini. Gantian."

"Sha, aku pelor. Bisa terjengkang kalau duduknya di sini." Masih kupasang wajah memelas agar cowok ini tergerak untuk bertukar tempat.

Ada yang Memang Sulit DilupakanWhere stories live. Discover now