Momen Keenam Belas

31 11 3
                                    

Sepertinya, inginmu pun begini. Menjadi dekat sebagai teman, bukan pacar
***

Maret, 2011
Semester genap sudah berjalan cukup jauh, bahkan sudah melewati ujian tengah semester. Tinggal beberapa bulan lagi untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi; tingkat yang lebih sulit dan sibuk dari sebelumnya.

Agenda-agenda keorganisasian mulai melucuti pemain lama. Kelas XII sudah benar-benar dinonaktifkan dari kesibukan ekskul maupun OSIS. Artinya, pemilihan ketua OSIS baru akan segera dilaksanakan.

Selain agenda serah terima jabatan ketua OSIS, hal paling ditunggu untuk Maret adalah HUT sekolah. Meski bukan sekolah elite, yang namanya syukuran karena sesuatu itu bisa dilakukan siapa saja selama bajet memadai. Hanya saja, berdasar dari beberapa gosip yang beredar, pengisi acara untuk tahun ini tidak berasal dari luar. Ya, buat apa juga menyewa jasa hiburan dari luar kalau dari dalam sudah memenuhi, 'kan?

Mau band? Sekolah ini punya band sendiri. Bahkan kabarnya, ada band alumni yang mau datang cuma-cuma. Hebat, 'kan?

Mau pertunjukan drama? Anak seni drama dengan senang hati tampil untuk menunjukkan bakat mereka.

Mau lihat beragam koreografi yang indah dan kompak? Anak seni tari bisa diatur. Bahkan kabarnya, bukan cuma tari modern yang akan ditampilkan. Dansa klasik ala-ala film fantasi pun siap disajikan. Wah, benar-benar tidak sabar untuk menonton.

Seni lawak? Ada. Sekolah ini punya bintang lawak yang tidak kalah seru dengan trio Patrio.

Semua menyambut sukacita hari kelahiran sekolah kami yang akan diadakan pada tanggal 23 Maret nanti. Persiapan para pengisi acara sudah berjalan, bahkan sejak dimulainya semester genap, dua bulan lalu.

"Tha, enggak mau duet lagi sama Raga?" tanya Nuri di sela-sela menghabiskan semangkuk bakso.

Aku, Tiana, Melisa, Nuri, dan Rana sedang di kantin. Jam olahraga baru saja berlalu. Aku butuh asupan karena pulang sekolah nanti harus membantu tim majalah tempel membuat tema untuk bulan ini karena beberapa anggota sedang izin untuk menyiapkan acara HUT--mereka terpilih mewakili kelas dan ekskul seni. Jadi, ya, sebagai ganti kekurangan tenaga, maka aku mengajukan diri membantu.

"No, no, no! Sudah cukup kegilaanku tampil di depan banyak orang. Lagian, enggak wajib juga kelas nyumbang buat isi acara." Aku menyahut sembari menyuap sesendok batagor penuh kuah kacang yang pedas. Kuakui, batagor di kantin ini yang terenak dari sekian batagor yang pernah kumakan sekaligus harganya murah. Jadi, kantongku cukup aman.

"Ish, padahal aku pengen lihat lagi tampilan kalian yang sweet itu." Tiana menyahut setelah menyesap milkshake cokelat.

"Tidak. Aku harap, penampilan yang kemarin adalah penampilan terakhirku bernyanyi di depan banyak orang."

Mereka, nih, suka sekali menjerumuskan temannya ke lubang buaya.

"Tapi, ya, Tha." Rana menggeser piring batagornya ke sisi lain, lalu melanjutkan. "Sebenarnya, aku penasaran."

"Atas?" Aku mengerutkan dahi.

"Kamu sama Raga, tuh, dalam hubungan yang seperti apa?"

"Nah, iya. Tiana juga penasaran, nih. Kalian, loh, sweet banget kalau nyanyi." Tiana menyahut.

"Iya juga, ya. Kalau dipikir-pikir, misal cuma teman, masa se-sweet itu duet kalian?" Nuri juga tidak mau kalah memojokkanku.

Topik semacam ini, nih, yang paling aku hindari.

Belum juga aku menjawab, seseorang tiba-tiba hadir di antara kami. Eh, bukan seseorang. Beberapa orang.

"Ngobrolin apa, sih, cewek-cewek?" Akmal menyerobot sepotong batagor dari piring Tiana.

Ada yang Memang Sulit DilupakanWhere stories live. Discover now