Momen Kesebelas

40 11 7
                                    

Kondisi seperti ini lebih baik. Kamu dengan kesibukanmu dan aku dengan kesibukanku. Kita berada di dunia yang berbeda. Bukankah sejak awal pun demikian?
***

Senin pagi yang lumayan cerah setelah satu minggu penuh diguyur hujan. Untung saja letak sekolah ini bukan rawan banjir, meskipun diapit pesawahan dan dekat dengan sungai. Ya, satu dua bagian memang tergenang air yang cukup tinggi, misal saja lapangan upacara. Sebuah berkah untuk kami yang malas beradu dengan terik mentari pukul delapan pagi.

Aku bisa melihat dari koridor di depan kelas X-5 kalau penghuni ruangan itu sudah cukup ramai. Beberapa gadis tampak mengerubung di meja paling depan baris kedua dari pintu. Kebiasaan yang terjadi jika majalah edisi bulanan terbit. Meski kelas harus membayar untuk bisa mendapatkanya, tetapi kami tidak memprotes. Justru sangat menyambut baik karena beberapa teman yang suka menulis bisa mengirim karya mereka untuk diseleksi. Jika bagus dan beruntung, karya dan nama mereka akan mejeng di sana.

"Tha, buruan sini!" Tiana menghampiriku yang baru sampai di depan pintu. Buru-buru menarik agar segera mendekati kerumunan gadis.

"Ada apa lagi?" Sedikit trauma mengingat beberapa waktu lalu aku diinterogasi mereka.

"Diem-diem kamu punya secret admirer, ya?" Rusy langsung menuding.

Hah? Apa lagi ini? Secret admirer? Ngaco amat, sih, mereka! Mana ada cowok yang suka sama cewek biasa-biasa macam Talitha Saraswati! Ya, ada, sih, beberapa waktu lalu.

"Nih, baca!" Nuri menyerahkan majalah edisi bulan ini. "Di rubrik puisi," katanya lagi memberi tahu letak pasti rubrik yang harus kutengok.

Seperti permintaan gadis itu, aku mengecek halaman yang berisi beberapa puisi. Ekspresi tercengang tidak bisa tidak terlihat dari wajahku ketika membaca sebuah puisi yang jelas-jelas mencatut namaku.

Ini hanya pesan sederhana
Ungkapan rasa dari sang pujangga miskin kata
Bahwa ada debar yang tercipta temu bersua mata
Debar ingin mengenal lebih seorang gadis bernama Talitha

Ya, gadis dengan suara malaikat
Oleh senandungnya diriku terpikat

Mr. Cold

"Bukan Talitha aku kali. Memangnya di sini yang namanya Talitha aku doang?" Aku berusaha menutup kemungkinan jika puisi yang agak kemanisan itu bukan ditujukan untukku. Ya, kali nama Talitha cuma punyaku!

"Ish, Tha! Yang namanya Talitha di sekolah ini, dari kelas X sampai XII, tuh, ya, cuma kamu. Only you!" Runa menegaskan.

Yang lain mengangguk-angguk setuju membuatku mati kutu. Siapa lagi cowok kurang kerjaan yang suka sama Talitha, sih? Tolonglah! Talitha ini cewek biasa-biasa saja. Jangan bikin iri para cewek populer di sekolah ini karena bukan nama mereka yang masuk ke majalah terbit.

"Lagi pada nggosipin apa, sih?" Raga muncul di antara kami.

"Ini, nih, Ga. Talitha punya penggemar rahasia." Nuri yang menyahut.

"Masa?" Raga begitu sangsi dengan fakta yang dibawa Nuri. Jangankan Raga, aku saja sangsi. Bisa saja, 'kan, itu bukan untuk Talitha aku? Bisa saja ada Talitha lain di sekolah ini, 'kan?

"Hu um, Ga. Nih, ada puisi buat Talitha di majalah edisi bulan ini." Tiana mengangsurkan majalah yang tadi kupegang, ke arah Raga.

Cowok itu bukannya cuek malah mengecek kebenaran yang dibawa para cewek tukang gosip kelas ini.

Ehm, sejujurnya, aku sedikit penasaran bagaimana ekspresi Raga saat tahu ada yang diam-diam memperhatikanku. Kan, ya, siapa tahu ....

Aku terbahak seketika, membuat para gadis juga Raga langsung menatapku aneh.

Ada yang Memang Sulit DilupakanWhere stories live. Discover now