51 || Secarik kertas

62K 12.4K 14.1K
                                    

Bacanya pelan ajaaa, sambil denger lagu biar ngefeel wkwkwk. Inget...pelan"

Sudah seminggu setelah kepergiannya, meninggalkan segores luka yang bahkan belum mengering sampai saat ini. Angin bertiup kencang seakan mengerti seseorang sedang menunggunya. Khages berada tepat dibalkon kamarnya seraya menatap langit malam yang gelap.

Tidak ada cahaya bulan, tidak ada bintang, tidak ada yang indah untuk dipandang. Sampai akhirnya lelaki itu menyadari sesuatu, ini mendung.

Iya, mungkin tidak lama lagi akan turun hujan, sangat mengerti perasaan seseorang saat ini. Namun Khages sebenarnya tidak meminta empati dari langit, tapi langit berkata lain, tidak lama guntur memulai awal sebelum turun hujan.

Lelaki itu menatap setiap bait pesan terdahulu yang hanya membuka luka. Namun lelaki itu merindukan setiap momen yang bahkan tidak bersalah atas apa yang terjadi. Suara bel pintu kamarnya membuat senyuman pedih lelaki itu berubah datar.

Matanya melirik ke jam, dan menunjukkan pukul 7 malam. Siapa yang datang di jam segini, terlebih sepertinya hujan akan turun tidak lama lagi.

Khages mendengar suara bel lagi, membuat lelaki itu memutuskan untuk melangkahkan kakinya menuju pintu apartemennya untuk mengecek siapa orang yang datang ke apartemennya.

Napas lelaki itu tercekat saat mengetahui siapa orang tersebut. Gadis dengan pakaian sederhana, celana jeans dan dibalut atasan kaos kebesaran milik gadis itu. Dia Abbie dengan rambut yang tidak tertata rapi, terlihat sekali gadis itu habis berlari. Namun Khages bisa langsung tahu apa maksud kedatangannya, sebab apa yang ada ditangan kanan gadis itu sudah menjelaskan semuanya.

"Ini," Abbie menyodorkan helm lelaki itu.

"Gue gabisa natap helm itu terus dengan rasa bersalah, bahkan untuk jual aja gue gak sanggup." Khages masih menatap Abbie.

Lelaki itu tidak ada niatan sama sekali menerima sodoran helm dari orang di depannya.

"Lo gamau nerima?"

"Kenapa?" Tanya Khages membuat dahi Abbie mengernyit.

"Apanya?"

"Kenapa dibalikin?" Perbaiki lelaki itu membuat senyum Abbie mengembang, "gue udah jelasin, gue gabisa nerima barang apapun dari lo. Makasih."

"Bie," seketika hati Abbie sakit mendengar panggilan Khages.

"Iyaa?" Jawab Abbie.

"Sakit," ucap Khages pelan.

"Lo sakit gue setelah nyokap." Sial, Abbie tidak kuasa menahan air matanya, dengan cepat ia menghapusnya.

Disaat-saat seperti ini pun ia masih tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri.

"Lo yakin bahagia setelah nggak sama gue?" Pertanyaan ragu itu keluar lagi dari mulut Khages, "kalo gue sebaliknya. Gue sama sekali nggak bahagia setelah kepergian lo."

"Gue ga wajib jawab pertanyaan lo, Ges." No, bukan karna itu. Dirinya benar-benar sudah tidak bisa berkata-kata, rasanya sakit sekali mengingat balasan Nia setelahnya.

"I have many questions, i wanna ask you. but i know you can't," ujar Khages pelan, "cuma gue pengin ngomong sama lo."

"Kalo gue ada salah gue minta maaf, mungkin kesalahannya yang buat lo gabisa bertahan sama gue. Gue nggak tahu harus apa lagi buat mempertahankan suatu hubungan karna ini juga pertama kalinya buat gue..."

Sial, air mata Abbie tidak bisa terbendung.

"Jangankan kamu, aku aja mau nangis," tanggapi Khages saat melihat Abbie berulang kali mengusap air matanya.

KHAGESWARA (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang