Aeonian II : F a i t h

Start from the beginning
                                    

Saat Bu Seoah mempersilakan Jian dan Jeon duduk, Cio langsung berhambur memeluk lengan papinya.

"Gill nakal, Pa!" adu Senna sambil menunjuk bocah laki-laki yang bibirnya berdarah.

"Senna," tegur Jian seraya menggeleng penuh peringatan. Jeon kini memangku Senna dan Cio. Nampak tenang walau jelas sekali tengah menahan amarahnya sendiri.

"Woah, pantas saja anakmu berkelakuan buruk dan menyerang orang lain. Lihatlah, mama dan papanya saja sibuk bekerja." Wanita yang Jian tebak adalah ibunya Gill itu langsung mencibir. "Senna mencakar bibir putra saya sampai berdarah!" imbuhnya berapi-api.

Jian membelakakan matanya tak percaya. Memandang Senna penuh tuntutan membuat gadis manis itu merengut ketakutan.

"Lebih baik kita dengarkan penjelasan Senna lebih dulu." Bu Seoah menengahi. Memandang Senna penuh kelembutan. "Senna, boleh beritahu Ibu kenapa kau memukul Gill? Tidak apa-apa. Senna tidak dimarahi."

"Karena Gill nakal! Gill mengganggu Cio."

Senna menatap sang papa, meminta pembelaan. "Benar begitu, Cio?"

Cio mengangguk. Sementara Gill langsung berseru tidak terima. "Aku hanya bercanda, Bu!"

"Bohong! Gill meledek Cio sampai menangis. Katanya Cio tidak punya Mama!"

Ruangan mendadak hening dalam sekejap mata. Jian dan Jeon membisu, tidak bisa mengatakan sepatah kata pun. Bu Seoah, yang pada dasarnya mengetahui bagaimana latar belakang Senna dan Cio pun tidak berani berucap. Takut salah berbicara dan melukai banyak pihak.

"Memang benar kan? Cio tidak punya Mama. Kalau Cio punya Mama, kenapa memanggil Mama-mu dengan sebutan Mami?!" tuding Gill dengan pembelaan polosnya. Cio dan Senna pun tidak bisa berkutik. Bingung. Tidak mengerti. Sebab selama ini yang mereka tahu, Mama dan Papa mereka kan memang sama. Mama Jian dan Papa Jeon. Lalu, Papi Jeon dan Mami Jian.

"Sstt ... sudah-sudah. Sekarang Gill minta maaf ya?" Bu Seoah memutuskan untuk tidak membahas inti permasalahannya lagi.

"Lho, kenapa harus anak saya yang minta maaf? Gill benar kok! Senna yang seharusnya minta maaf sudah melukai Gill." Ibu Gill menolak keras. Jeon tampak jengah namun tidak berusaha memberi perlawanan. "Makanya, kalau punya anak itu diajari. Jangan sibuk bekerja," sindirnya lagi.

Jian sampai menghela napasnya. Menunduk dalam-dalam mewakilkan Senna. "Maafkan saya dan Senna."

"Senna cepat minta maaf!" Jian nyaris membentak. Kepalanya seperti ingin pecah. Ingin menangis. Merasa gagal.

Jeon sontak marah. Menatap Jian dengan sorot tajam. "Untuk apa? Senna dan Cio tidak salah. Tidak seharusnya  mengganggu teman."

Sungguh? Jeon benar-benar ingin memperpanjang hal sepele seperti ini? Jian menarik napas, mencoba mengendalikan emosinya sendiri.

Sebelum suasana semakin memanas, Jeon lebih dulu berdiri sembari menggendong dua kesayangannya tanpa terlihat keberatan sama sekali. Berpamitan pada Bu Seoah dan melenggang pergi begitu saja. Jian dibuat melongo oleh perilaku pria itu. Memancing amarah ibu Gill.

"Dasar sombong!"

"Saya benar-benar meminta maaf. Biarkan saya yang menanggung biaya rumah sakit Gill."

Namun, ibu Gill terlanjur tersinggung dengan perilaku Jeon dan memilih pergi dari ruangan itu. Setelah berpamitan dan meminta maaf pada Bu Seoah atas kekacauan yang terjadi, Jian bergegas menyusul Jeon menuju parkiran mobil.

"Jeon!" serunya, tatkala melihat Jeon membawa masuk Senna dan Cio ke dalam mobil. Pria itu jelas masih marah pada Jian.

"Kenapa kau bersikap begitu? Senna salah, dia melukai orang lain."

AEONIAN [Completed]Where stories live. Discover now