Aeonian II : F a i t h

542 80 41
                                    

Suara ketukan heels dan lantai yang berpadu memenuhi seisi ruangan tatkala wanita dengan setelan blouse serta rok di atas lutut itu masuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Suara ketukan heels dan lantai yang berpadu memenuhi seisi ruangan tatkala wanita dengan setelan blouse serta rok di atas lutut itu masuk. Tangannya membawa setumpuk berkas untuk segera ditanda tangani oleh sang bos yang tengah duduk di kursi kerjanya, tampak serius menelisik satu persatu kertas di hadapannya.

Jian berdeham kecil sebelum menunduk sopan. "Ini berkas tanda tangan kontrak hasil rapat hari ini, Sir."

Min Yoongi mengangkat kepalanya yang sejak tadi tertunduk. Lengan kemejanya digulung hingga sebatas siku, menatap Jian sambil mengangguk. "Letakkan di situ.  Nanti saya periksa lebih dulu."

Jian meletakkan tumpukan berkas penting di tempat yang Yoongi perintahkan. Ketika ingin berpamitan keluar, mendadak suara Yoongi kembali terdengar. "Sudah makan siang, Hwang?"

Jian mengigit bibir bawahnya. Sebenarnya, ia belum menyentuh apapun sejak tadi sebab pekerjaannya banyak sekali. Tidak sempat makan siang.

Yoongi melirik arloji di tangannya. "Hampir jam tiga sore, omong-omong. Makan dulu."

Walaupun Yoongi sangat kaku dan terkesan galak, Jian tahu betul bosnya itu sangat perhatian pada semua karyawannya. Makan nomor satu. Kerja nomor dua. Terbukti tiap hari, ada saja makanan atau camilan dibelikan untuk tiap karyawan. Padahal semua makan siang sudah tersedia di kantor, Yoongi tidak perlu repot-repot melakukan itu. Namun, kembali lagi, seperti yang Jian katakan, bosnya itu teramat royal terhadap karyawan tanpa pandang bulu.

"Ya, Pak."

Lantas Jian keluar dari ruangan sang bos. Baru ingin duduk, ponsel di atas mejanya bergetar terus-menerus. Maniknya agak membola saat melihat nama Jeon tertera di sana. Ada puluhan panggilan tidak terjawab dari Jeon. Dan dua panggilan tak terjawab dari guru wali kelas Senna.

Jian mengerjap samar, mendadak firasatnya berkata buruk. Buru-buru wanita itu menghubungi Jeon. Tidak sampai dua detik, Jeon langsung menjawab panggilannya.

"Kemana saja? Guru Senna menelpon Ibu! Senna bertengkar dengan teman kelasnya."

Jeon berseru gusar hingga tanpa sadar membentak. Tanpa berpikir panjang, Jian lekas meraih tas jinjingnya. Mematikan sambungan telepon dan melesat menuju sekolah Senna. Kendati isi kepalanya tidak henti memikirkan jawaban atas tanya; kenapa Senna bertengkar dengan temannya? Sementara selama ini putrinya itu tidak pernah macam-macam dan menjadi anak yang penurut di sekolah.

Begitu tiba di sekolah, Jeon ternyata telah lebih dulu tiba dan melangkah tergesa-gesa menuju ruang guru. Masih dengan setelan kerjanya. Wajahnya gusar bercampur panik. Jian mengekor di belakang, menahan cemas.

"Papaaa!" Tangisan Senna menggelar saat menyadari kehadiran Jeon. Jian menunduk sopan pada wali kelas Senna. Sementara putrinya itu langsung berlari memeluk kaki sang papa.

Hal yang menarik perhatian Jian, ada Cio juga di sini. Duduk dengan kepala tertunduk dan mata sembab sehabis menangis. Sedangkan seorang wanita berpenampilan mewah tampak berdiri di belakang putranya yang bibirnya sedikit berdarah. Matanya pun kentara sekali habis menangis.

AEONIAN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang