22] Separated

548 100 62
                                    

Note: kalau aku boleh kasih saran, baca chapter ini sambil dengerin lagu yg kutaro di media, atau lagu galau versi kalian aja hahaha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Note: kalau aku boleh kasih saran, baca chapter ini sambil dengerin lagu yg kutaro di media, atau lagu galau versi kalian aja hahaha. Happy reading.


Bab 22

if love was a sport
we're not on the same team
you and i are destined to lose
-Separated

***

Butuh waktu berhari-hari bagi Jian untuk merenungkan segalanya. Mencari keputusan terbaik dari yang paling baik sekalipun. Meski, jika ditelisik dari sudut manapun, semua keputusan tidak benar-benar baik untuk dirinya sendiri. Sebab, Jian tahu pada akhirnya, ia harus menyerah dan mengalah.

Obsidiannya memandang lurus kepergian Jungkook dan Jihyo selepas sarapan pagi bersama ayah dan ibu. Tidak banyak komunikasi yang terjalin antara dirinya dan Jungkook beberapa hari terakhir. Jian kembali menarik diri, mencoba menghindar sejauh mungkin acapkali Jungkook berusaha merengkuhnya dalam jangkauan pemuda itu.

Kendati tahu seberapa putus asanya pemuda itu untuk menemui dan berbicara dengannya, kali ini Jian sungguh tidak sanggup untuk bertemu. Barang menatap kedua iris kelamnya pun, dadanya terasa sakit oleh rasa sesak yang berlebihan.

Diam-diam, gadis itu mengulas senyum miris akan kisah tragisnya dan Jungkook. Sesuatu yang dimulai dari sebuah kesalahan tidak akan pernah berakhir baik, Jian menyadari itu sekarang. Sebesar apapun usaha yang dilakukannya untuk bertahan, semesta takkan bisa menyatukan. Sebab, Jungkook tidak ditakdirkan untuknya. Itulah kenyataan yang ada dan harus bisa ia terima dengan lapang dada.

Tangannya sedikit gemetar ketika membawa sebuah kertas hasil pemeriksaan beberapa hari lalu. Tungkai lemahnya berderap perlahan menghampiri ayah dan ibunya yang sedang berbincang di ruang tengah. Kebetulan sekali ayah sedang libur setelah melakukan perjalanan dinas ke luar kota sepekan.

Jian duduk di hadapan kedua orang tuanya. Tersenyum tipis kendati matanya tidak bisa menyembunyikan seberapa kuat ia mencoba tegar dan baik-baik saja. Tangannya lantas terulur, menyodorkan kertas tersebut di atas meja.

"Apa ini, Ji?" Sang ayah bergumam bingung. Melipat koran bacaannya lalu meraih kertas pemberian Jian. Hanya membutuhkan waktu sepuluh detik bagi Hwang Yoon untuk mencerna semuanya. Memandang Jian terkejut sekaligus penuh raut kekecewaan.

"Kau hamil? Dengan siapa?!" Sang ayah melempar kertas itu kembali ke meja. Menggeleng tidak percaya seakan Jian baru saja membunuh orang lain. Ibu tidak kalah terkejut. Wanita paruh baya itu bahkan sampai menahan lengan suaminya yang kelihatan emosi dan kecewa.

Gadis itu meremat pakaiannya sendiri. Takut dan gugup. Ia yakin sang ayah tidak akan tinggal diam setelah mengetahui kehamilannya. "Tidak penting mengenai siapa ayah bayi ini. Jian hanya...."

"Tidak penting katamu?" Yoon meninggikan nada suaranya. Jian menelan salivanya yang mendadak terasa pahit luar biasa. Mati-matian menahan diri agar tidak menangis di hadapan kedua orang tuanya.

AEONIAN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang