28. Pengelakan

147 15 0
                                    

Selamat membaca, dan jangan lupa vote!

❄________________________❄
💙__________________💙
❄____________❄
😻

.

Lea menunggu dengan gelisah di depan ruangan tempat Aaron di periksa. Lorong Rumah Sakit di malam hari semakin membuat Lea semakin gelisah, bukan karena takut hantu atau semacamnya, Lea tidak sepenakut itu. Tapi karena tidak ada seseorang yang menemaninya di saat-saat seperti ini, membuatnya semakin larut dalam pikirannya. Tentang Siapa yang tega melakukan ini pada Aaron? Dan Bagaimana keadaan Aaron sekarang? Dia butuh genggaman tangan seseorang, kejadian tadi benar-benar membuatnya shook. Bahkan dia sampai tidak sempat membersihkan darah Aaron yang masih mengotori tangannya.

Suara pintu terbuka membuyarkan lamunan Lea begitu saja, tubuhnya langsung bangkit menghampiri Dokter. Baru saja ia ingin bertanya, sosok Aaron yang ikut keluar dengan kepala di perban membuat Lea mengurungkannya.

"Terima kasih dokter!" ujar Aaron sambil menjabat tangan dokter berjas putih itu.

"Sama-sama tuan Aaron." Dokter itu langsung pergi dari sana.

Lea menatap interaksi mereka dengan pandangan aneh. Bagaimana tidak bukankah dua jam yang lalu keadaan Aaron begitu gawat, Lea bahkan masih ingat darah yang mengucur di pelipis pria itu.

"Tunggu, anda gak di rawat inap?" tanya Lea.

"Dokter bilang gak perlu."

"Meski kepala anda bocor kayak tadi?"

Aaron hanya mengangguk singkat sebagai jawaban. Tapi gadis itu justru menatapnya khawatir.

Pria itu terkekeh melihat ekspresi Lea. "Saya tidak apa-apa Lea, Dokter cuma nyuruh saya istirahat selama beberapa hari. Saya tidak selemah itu sampai harus di rawat inap."

"Tapi tadi darahnya banyak banget!" seru Lea, tanpa sadar ia kembali mengingat kejadian itu. Pecahan kaca yang pecah di kepala Aaron, darah yang mengucur di pelipisnya, bahkan senyum tipis Aaron yang menyuruhnya untuk tidak khawatir. Gadis itu tahu Aaron sedang berbohong agar tidak semakin membuatnya khawatir. Mungkin karena itulah ia tetap merasa khawatir meski dokter sudah membolehkannya pulang.

"Lea, trust me! Saya sudah baik-baik aja." Aaron menggenggam tangan Lea dengan lembut, mencoba menenangkan rasa kalut gadis di depannya ini.

Lea merasa malu, seharusnya dirinyalah yang menenangkan Aaron yang terluka, tapi justru pria itu yang membuatnya tenang. Genggaman tangan itu membuat rasa gelisah yang ia rasakan selama berjam-jam, melebur begitu saja.

"Jadi kita pulang sekarang?" tanya Aaron.

"Apa anda tinggal dengan ayah anda?" tanya Lea balik bertanya.

"Tidak, saya tinggal sendirian di Penthouse," jawab Aaron.

"Berarti gak ada orang yang bisa rawat anda selama di rumah?!"

Aaron menggeleng, "gak ada!"

Ini tidak bisa dibiarkan, Lea sudah cukup terkejut Aaron di bolehkan pulang begitu saja. Tapi membiarkan dia tinggal sendirian dengan luka di kepalanya itu membuat Lea frustasi.

"Kalau gitu ijinkan saya merawat anda selama sakit!" pinta Lea, entah permintaannya ini akan ia sesali atau tidak.

"Merawat saya?" tanya Aaron heran.

"Iya, saya tahu anda merasa diri anda kuat meski sudah di pukul dengan botol kaca. Tapi status anda masih pasien sebelum anda benar-benar sembuh. Apa lagi membiarkan orang sakit sendirian di rumah itu juga bukan hal yang bagus. Jadi saya menawarkan diri untuk merawat anda, sampai anda sembuh," ujar Lea.

SCANDAL PROTECTIONWhere stories live. Discover now