20

56.4K 8.1K 1K
                                    

"Good morning, Pretty. Where we gonna go today?"

Rasanya ingin mengusap dada ketika Sean buka mulut dan berkata sok manis.

Ternyata laki-laki yang penuh perhatian, mulutnya manis, dan sok romantis bukan tipe gue.

Yang ada gue merinding dan nggak nyaman.

Gue udah rapi dengan blouse putih dan celana bahan warna cream. Penampilan yang sederhana seperti biasanya ketika gue akan pergi. Sementara Sean terlihat santai dengan kaus polo warna hitam dan celana senada.

"Emang kamu diajak?" tanya gue sambil memindah sunny side up egg buatan gue ke piring.

Sean buru-buru memasang wajah masam. Ya, lebih baik kamu begitu, Yan daripada bertingkah sok manis.

"Nggak diajak pun aku bakal tetep ikut," ujarnya sambil menarik kursi.

"Mendingan kamu kerja aja, Yan," saran gue sambil meletakkan piring yang saat ini sudah lengkap berisi sarapan pagi untuk Sean.

"Emang dua hari ini kamu lihat aku kerja?" tanyanya.

"Enggak. Makanya aku suruh kamu kerja. Daripada ngikutin aku terus di sini."

Iya, Sean ada bersama gue sudah tiga hari. Yang dia lakukan hanya mengekor gue ke mana pun. Lalu kalau malam minta di peluk-peluk menggelikan. Atau kalau sedang menonton TV tiba-tiba tidur di paha gue sambil meminta rambutnya di usap-usap.

Iya. Semua hal gue sebutkan di atas dilakukan oleh Sean.

"Mana bisa aku kerja kalau pikiran aku berantakan?" jawabnya yang menoleh ke arah gue di saat gue sedang menuang air putih untuknya.

Pagi ini Sean ingin air putih dingin.

"Aku stres, aku kayak orang gila saking takutnya kamu pergi, Ka."

Gue hanya menatapnya datar.

Ada benarnya. Dia beberapa hari yang lalu sudah persis orang gila. Kemudian di hari yang lain terlihat kacau seperti orang yang tak terurus.

"Tadi aku lihat kamu kelihatan mau pergi, jadi aku ikutan pakai baju yang rapi. Masa iya udah rapi begini kamu mau ninggalin aku di sini?" Sean terdengar membujuk.

"Aku mau pergi sebentar. Kalau kamu ikut kamu pasti bikin kacau. Iya kan?"

Sean membuang napas kasar. "Tuh kan, kamu selalu mikir yang jahat-jahat aja tentang aku. Aku tahu sih, aku jahat dan salah. Bisa nggak, Ka? Kamu juga lihat yang baik-baik dari aku?"

Sedikit sulit. Karena kebaikan yang selalu gue ingat dari Sean itu cuma sebatas dia nggak pernah berhenti kasih orangtua gue transferan. Kemudian dia nggak lupa kasih uang bulanan juga ke gue.

Selebihnya? Gue harus berpikir keras.

"Hari ini aku mau pemotretan, Yan. Terakhir kita beberapa hari yang lalu berantem karena itu juga." Akhirnya gue jujur. "Kamu nggak setuju kan?" tanya gue pelan.

Sean diam.

"Diem kan kamu?"

Hembusan napas berat Sean terdengar cukup keras. "Ya berat, Ka. Kita belum baik-baik aja sepenuhnya. Kalau aku larang kamu, kita pasti bertengkar lagi. Tapi... Dengerin aku plis. Ini buat kebaikan kamu juga, Ka."

Gue memasang wajah tak suka. Namun karena Sean memohon dengan halus, gue akhirnya diam dan mencoba mendengarkan penjelasannya.

"Dunia modeling itu luarnya emang kelihatan glamor, kayaknya enak tinggal foto-foto, kayaknya enak jalan-jalan ke sana ke sini. Tapi Ka, karena saking glamor dan bebasnya itu. Kalau kamu masuk ke pintu yang salah kamu bisa jadi rusak. Oke lah, kamu udah tahu budaya party di lingkungan aku. Tapi karena aku pernah jadi bagian di dalamnya, aku tahu itu nggak baik, Ka. Aku nggak mau kamu masuk ke tempat yang salah."

Marvelous HubbyWhere stories live. Discover now