08

38.3K 6.8K 720
                                    

Esok harinya bagian dada atas gue yang sempat terkena hairdryer, entah kenapa masih memerah. Kemarin emang panas banget hairdryer-nya, tapi nggak sepanas kena setrika sih.

"Ka?" panggil Sean yang baru keluar kamar mandi dengan handuk yang melingkar di pinggangnya.

Air bilasan mandinya masih belum kering, sehingga menetes-netes bahkan mengalir di lekukan otot dan lekukan tubuh Sean.

Plus-nya jadi istrinya Sean begini. Pagi-pagi dapat pemandangan segar dari tubuh altetis Sean.

Bicara soal Sean. Semalam Sean pulang pukul delapan malam. Nggak lama setelah gue sampai di rumah, sekitar setengah jam kemudian Sean pulang. Setelah di rumah, nggak ada pertanyaan yang serius. Yang keluar dari mulut Sean hanya pertanyaan basa-basi, "naik taksi tadi?"

Kalau gue naik sapu terbang mungkin gue nggak bakal pulang dan memilih pergi belajar sihir bareng Harry Potter. Supaya bisa mengutuk Sean menjadi buaya sungguhan.

"Nih." Gue menyerahkan baju yang baru saja gue setrika dengan setrika uap.

"Tadi pagi istrinya Radhit minta nomor hp kamu. Terus aku kasih," ceritanya membuka pagi kami.

"Isla ya? Dia kayak apa sih orangnya. Baik?" tanya gue yang cukup penasaran dengan sosok Isla.

"Nggak tahu, aku nggak kenal deket," jawabnya sambil mengenakan kemejanya.

"Oh iya Ka, semalem aku ketemu Mami. Mami mau bikin open house buat rumah kita. Minggu besok Oma ada charity di panti, kayaknya bagus kalau malam minggu bikin acara open house. Jadi bisa narik massa dari kerabat juga, dan pastinya mereka nggak keburu lupa," terang Sean panjang.

"Ya nggak apa-apa kalau kamu mau. Nanti acaranya mau gimana? Aku nggak paham kalau harus ngurusin," aku gue yang sama sekali nggak paham cara mengurus acara untuk keluarga Sean.

"Nanti Mami yang urus. Kita terima beres. Jangan lupa kabarin Ayah sama Bunda juga, mereka dateng ya?"

"Mereka diundang?" tanya gue sedikit tak yakin.

Sean mengerutkan dahinya. "Iya lah. Mereka juga orangtuaku."

Mendengarnya mengakui kalau orangtua gue juga orangtua dia rasanya sedikit membuat hati gue menghangat. Setidaknya Sean dan Mami memang masih baik pada orangtua gue.

"Dada kamu kenapa?" tanya Sean yang baru menyadari kalau ada bagian yang memerah.

Kebetulan gue memakai gaun tidur bertali spaghetti, jadi kemerahan di kulit gue dengan mudah bisa di lihat.

"Oh. Semalem kena hairdryer. Nggak tahu kenapa bisa merah begini. Gue sedikit menaikkan gaun tidur gue agar kemerahannya sedikit tertutup.

"Obatin. Jangan didiemin," suruhnya.

"Iya... Ntar aku olesin kasih pasta gigi," jawab gue santai karena menurut gue nggak ada yang salah.

"Apa? Pasta gigi? Sejak kapan kulit melepuh begitu sembuh karena pasta gigi?"

Jujur gue nggak tahu. Orang dulu bilang, pasta gigi bisa mengobati luka bakar.

"Ya terus pakai apa? Aku nggak tahu!" protes gue.

"Beli salep sana di apotek," balas Sean.
Gue pikir mau dibawa ke dokter.

***

"Mau jenguk Refa? Dia pasti seneng kalau dijenguk kamu." Isla bercerita dengan bahagianya.

Isla pagi ini datang ke rumah, kemudian dia menceritakan tentang keadaan Refa. Refa sudah melahirkan secara normal. Anaknya laki-laki.

"Nanti aku bilang Sean dulu deh, aku nggak bisa pergi sendiri soalnya."

Marvelous HubbyWhere stories live. Discover now