17

40.7K 7.6K 934
                                    

Gue bingung harus berbuat apa.

Sean tiba-tiba datang tanpa permisi dengan keadaan seperti orang frustrasi. Meksipun gue sebenarnya nggak tahu definisi frustrasi itu apa.

Intinya Sean terlihat kacau.

Sean hampir pingsan semalam, beruntungnya meskipun terhuyung-huyung, gue masih berhasil membawanya ke kamar terdekat-kamar yang gue tempati.

Gue berakhir tidur di kamar yang lain semalam.

Paginya, karena penasaran, gue akhirnya masuk ke dalam kamar di mana Sean berada. Dia terlihat masih meringkuk di tempatnya. Melihat Sean masih tertidur, gue akhir kembali keluar.

Gue masih manusia yang punya rasa kasihan. Dengan sisa sayuran yang ada di kulkas, pagi ini gue membuat sup dengan isian kol, brokoli, wortel, dan sosis. Nggak lupa juga gue memasak nasi untuk sarapan pagi ini.

Setelah semua siap, gue kembali membuka pintu kamar di mana Sean berada. Dia masih meringkuk di sana.

Gue mendekat dan menempuk lengannya pelan. Jujur gue sedikit takut kalau dia nggak sadarkan diri.

"Yan?"

Hanya dengan satu kali panggilan matanya langsung terbuka lebar. Sepertinya Sean sudah bangun sedari tadi.

"Sarapan. Aku masak."

Dia masih diam dan hanya berkedip memandang gue.

"Nggak laper?" tanya gue lagi.

Pagi ini nada bicara gue nggak tinggi, gue mencoba sehalus mungkin meskipun gue sebenarnya nggak bisa bicara dengan gaya yang halus.

Sean bangun dari posisi tidurnya seolah tanpa tenaga. Dia duduk di atas tempat tidur. Setelahnya tangannya menarik tangan gue pelan, hingga gue duduk di sampingnya.

"Kenapa?" tanya gue lagi.

"Boleh aku peluk kamu?" Sean balik bertanya dengan suara yang lirih.

Gue bergeming, dan menatapnya bingung. Gue bingung karena nggak terbiasa menghadapi lemahnya Sean.

Tubuhnya mendekat, kemudian tangannya melingkar di tubuh gue. Kepalanya dia sandarkan di ceruk leher gue. Seperti semalam, gue merasakan dia melemas sehingga berat tubuhnya sangat terasa.

Gue membatu selama beberapa detik. Gue di dalam kebingungan harus kah gue mengusap punggungnya atau diam seperti ini?

Pada akhirnya tangan gue bergerak mengusap punggungnya. Kemudian tanpa gue sadari kelamaan tangan gue bergerak naik untuk mengusap rambut hitamnya.

Biasanya rambut Sean lembut, meskipun tebal surainya selalu mudah untuk disisir. Namun yang gue rasakan saat ini adalah rambutnya terasa kasar dan berminyak.

Kemarin Isla bilang, Sean sedang menghadapi berbagai macam permasalahan dengan bisnisnya. Melihat keadaannya saat ini, gue jadi yakin Sean pasti lelah. Apalagi saat ini dia juga harus bermasalah dengan gue.

Tapi kenapa dia datang ke gue? Akan lebih mudah kalau dia datang ke keluarganya. Mereka pasti punya banyak solusi untuk bisnisnya.

Gue merasa bersalah karena pernah mengatakan padanya, kalau mau mati datang aja ke gue. Dan benar saja semalam dia mengungkit kematian lagi.

"Kamu kenapa, Yan?" tanya gue sambil menghentikan usapan di kepalanya sejenak.

Bukannya menjawab, Sean malah meraih tangan gue dan meletakkan kembali di kepalanya. Tanpa dia minta gue kembali mengusap kepalanya.

Cukup lama kami berada di posisi seperti ini, hingga Sean sendiri yang mengurai jarak. Tangannya kemudian menangkup wajah gue. Dia usapnya wajah gue dengan kedua tangannya. Hal berikutnya yang dia lakukan adalah menyatukan keningnya dengan kening gue.

Marvelous HubbyWhere stories live. Discover now