Bonus Chapter: 5. Sepulang Bekerja

22.8K 2K 115
                                    


Halo bestieee, aku kembali lagi dengan bonchap Teman Hidup. Jangan lupa tinggalkan komentar dan juga vote kalau kalian menyukai cerita ini ya. 




❤Selamat Membaca❤



Sore itu Esa baru saja pulang dari kantor. Di tangannya, ia menenteng paper bag berlogo salah satu restoran terkenal yang menjadi kesukaan Nayata. Tadi sebelum pulang, suaminya sempat minta dibawakan makanan, katanya sih, kangen masakan restoran.

Ketika membuka pintu utama, terlihat Nayata yang sedang mengerjakan sesuatu di laptop, dan Jenjen yang memeluk leher bunanya dari belakang. Bocah itu yang awalnya menyandarkan pipi di bahu Nayata, seketika mendongak begitu menyadari kedatangan Esa.

"Papa pulang!!!!" ucapnya bersemangat, "Papaaaa!!" bocah itu langsung turun dan berlarian ke pelukan Esa yang memang sudah berjongkok sembari merentangkan tangan, seolah siap menerima putranya.

"Halo sayang. Papa kangen deh."

"Aa juga kangen sama Papa," Jenjen tersenyum lebar, matanya ikut menyipit seperti Esa.

"Mas," Nayata ikut menyambut kedatangan suaminya, ia mencium tangan Esa sebelum mengambil alih paper bag yang dibawa, "Restonya buka?" lanjutnya lagi.

"Buka kok, untung tadi gak ngantri, jadi gak perlu lama di sana."

"Makasih udah dibeliin ini," Nayata tersenyum senang, ia memang sejak di kantor sudah membayangkan makanan lezat.

"Sama-sama," Esa melanjutkan kalimatnya, meminta Nayata mendekat, "Sini deh."

Tangan kanan Esa digunakan untuk menggendong Jendral, sementara tangan kirinya seketika langsung menutup mata putranya sebelum akhirnya memberikan kecupan di bibir Nayata beberapa kali.

Keduanya juga sempat saling melumat, namun tak berlangsung lama, hanya sekilas saja karena Jendral sudah keburu memberontak ingin Esa melepaskan tangannya dari mata bocah itu.

"IHHHH LEPASIN AA!!" teriakannya menggema.

"Udah tuh dilepasin," Esa tertawa melihat wajah kesal putranya dengan nafas yang memburu menahan emosi.

"KENAPA MATA AA DITUTUPIN?!" Lihatlah sekarang bocah itu menyilangkan tangan di depan dada dengan bibir mengerucut.

"Main peek a boo," bohongnya.

"BOHONG! PAPA KASIH JELLY KE BUNA TAPI AA GA DI KASIH, YA?!" Jenjen menatap Papanya dengan curiga.

"Nggak, sayangku. Masa papa kasih jelly ke Buna tapi Aa ga dikasih, ga mungkin. Inget kan kata monster cookie?"

"Inget!" Jenjen memperagakan gerakan seolah membuat lingkaran besar, "Monster is always share!"

"Nah itu tau. Kita harus berbagi dengan adil, jadi kalo papa kasih Jelly ke Buna, Papa juga kasih jelly ke Aa."

Jendral hanya diam mendengar penjelasan itu kemudian memeluk leher papanya erat dan bersembuyi di sana.

Mereka menyantap makanan di ruang makan. Kali ini Jenjen di pangku oleh Esa karena tidak mau duduk sendiri, bocah itu sibuk menerima suapan demi suapan dari papanya. Sebenarnya sejak sudah mulai bisa makan dengan tekstur, Nayata sudah membiasakan Jenjen untuk makan sendiri, tetapi terkadang mereka akan memberikan kelonggaran dan menyuapi Jenjen, karena sejatinya tak semua teori parenting bisa sejalan mulus dengan realita.

TEMAN HIDUP | NOMINOnde histórias criam vida. Descubra agora