36. Nama Untuk bayi

15.3K 1.6K 159
                                    

Teman Hidup

Beberapa bulan berlalu, kini kandungan Nayata sudah masuk trimester ketiga yang artinya hampir mendekati persalinan. Mereka sudah mulai mempersiapkan barang-barang bahkan mendekor kamar untuk bayi mereka yang berjenis kelamin laki-laki.

"Mas aku harus beli kemeja kayaknya," Nayata menenteng kemeja putih milik Esa.

"Emang buat apa sayang?"

"Buat sidang, Mas. Aku nyoba pake yang punya Mas Esa tapi gak muat. Baby Ji besar banget," dia mengusap perutnya yang besar.

Esa tertawa pelan, perut suaminya memang lebih besar dari sebelumnya. Bulan lalu bahkan mereka harus membeli baju baru yang pas untuk Nayata agar lebih nyaman. Kaos milik Nayata benar-benar sudah tidak ada yang muat lagi.

"Ya udah nanti aku beliin ya."

"Mau ikut."

"Mana bisa gitu, kamu gak boleh keluar, Sayang. Bahaya," Esa masih sangat protektif soal keadaan suaminya.

"Aku bosen di rumah, Mas. Aku diem di mobil deh, janji." lihatlah sekarang Nayata menarik-narik ujung baju Esa sembari memohon.

"Sorry, tapi aku tetep gak izinin. Lagian aku gak akan keluar. Mau telepon orang butik aja buat bikin kemeja."

"Jahat."

Kali ini Esa hanya tersenyum karena tahu suaminya tidak benar-benar kesal, rasa sensitif Nayata sudah mulai berkurang. Ia sudah bisa berpikir jernih dan tidak lagi sering menangis seperti dulu. Mungkin menjelang persalinan, Nayata sudah lebih paham dengan emosinya dan perasaan sensitif bawaan bayi agak berkurang.

"Mas udah konfirmasikan ke hotel?"

"Udah kok, nanti mereka datang agak sore buat nyiapin masakan. Sudah aman, Sayang."

"Kemarin aku juga udah bilang ke Bunda buat test swab biar lebih yakin."

Nanti malam, di rumah mereka memang akan diadakan pertemuan kedua keluarga untuk membahas nama bagi calon jabang bayi. Karena anak Esa dan Nayata merupakan cucu pertama baik dari orang tua Esa maupun orang tua Nayata, jadi diskusi sangat dibutuhkan. Untuk acara itu mereka memesan koki dan kru hotel untuk memasak di rumahnya.

Tadinya sih Nayata dan segala rasa inisiatifnya ingin menyiapkan sendiri semua masakan agar lebih spesial, tapi tentu saja hal itu tidak disetujui suaminya. Esa tidak mau jika suaminya kelelahan. Semenjak kehamilannya, Nayata memang diperlakukan benar-benar seperti putri raja, biasanya mereka akan bergantian mencuci baju tapi sekarang semua pekerjaan hampir dilakukan oleh Esa. Bahkan untuk pekerjaan ringan seperti melipat pakaian terkadang di bantu oleh suaminya.

Nayata senang mendapat perhatian seperti itu, tapi jiwa aktifnya seolah meronta. Jadi terkadang jika Esa sedang pergi, dia berinisiatif membersihkan rumah. Terutama mengepel lantai kamar dengan tangan. Katanya sih hitung-hitung olahraga yang bisa memperlancar persalinan karena posisi bayi akan pas.

"Astaga kamu ngapain Sayang?" Esa yang baru saja turun dari lantai dua menghampiri suaminya yang ada di dapur.

"Mau kupas melon Mas, aku pengen ngemil."

"Sini biar aku aja, kamu tuh harusnya panggil aku. Duduk aja gih."

"No, aku bisa kok. Lagian ini gampang."

Karena Nayata memaksa akhirnya Esa kalah, dia memilih berdiri di sebelah suaminya sambil mengamati. Bersiap kalau-kalau Nayata butuh bantuan.

"Udah, mau gak?" Nayata menyodorkan sepotong melon.

"Nggak, buat kamu sama Baby aja."

Mereka duduk di sofa sembari menonton serial kartun. Nayata duduk menyamping di sofa dengan meluruskan kakinya dan di taruh di atas pangkuan Esa. Dengan sigap Esa memijat kaki sang suami dari mulai area betis sampai ujung kaki.

TEMAN HIDUP | NOMINOnde histórias criam vida. Descubra agora