•2• Bakteri Aerob

Start from the beginning
                                    

Dugaan kalau Bu Rinai marah ternyata sebuah kesalahan.

"Sesuai absen pada semester ini, akan Ibu tanyakan satu persatu perlombaan apa yang akan kalian ikuti." Bu Rinai membuka buku absennya dan juga mengambil sebuah bolpoin.

Mulai mengabsen secara urut seraya menanyakan dan mencatat perlombaan yang akan diikuti untuk ia daftarkan ke panitia.

"Apa ini sudah fiks? Tidak ada perubahan lagi?" tanya Bu Rinai menatap siswanya satu persatu. "Karena bila sudah mendaftar tidak bisa mengundurkan diri ataupun mengganti mata bidangnya."

Semuanya saling pandang. Diam, hening, tak ada suara sama sekali. "Oke, fiks! Ibu harap kalian menang. Ibu menaruh harapan besar pada kalian, apalagi kalian anak kelas istimewa."

Bu Rinai tersenyum lalu pergi meninggalkan kelas.

Semua siswa masih diam di tempatnya. Aina selaku ketua kelas berdiri dan ke depan kelas. Atensi semuanya berpindah ke Aina.

"Kelas saintek sama soshum udah ngedata perlombaan dari tiga hari yang lalu," ucap salah satu siswi, namanya Flavia.

"Hm, Bu Rinai sibuk," sahut Aina.

"Tiga hari yang lalu? Tepat hari pengumuman hasil UTS," kata siswi lain, Graysia Venisha nama lengkapnya.

Di luar sana sudah ramai dengan suara orang-orang yang sedang mengikuti lomba. Pertandingan basket antar kelas tepatnya.

Sedangkan anak-anak Class Crown masih asik berbincang.

"Ngomong-ngomong soal hasil UTS, gue harap kalian semua bisa tetap bergabung di kelas ini. Tau sendiri, 'kan? Dari kelas sepuluh kita sekelas, gak ada yang keluar dari lima belas besar. Buat UAS nanti kita berjuang bareng-bareng. Gue sih penginnya kalian semua tetap bertahan di sini. Gue malas kalau ada anak baru, malas kenalan ulang. Dan pastinya bakalan ada circle yang jadi korban. Gue malas ada konflik," ucap Aina.

"Malas ada konflik atau lo udah nyaman?" selidik Reynal, laki-laki yang duduk di pojok kelas.

Aina merotasikan kedua bola matanya. Reynal selalu memancing emosinya.

Dizcha berdiri, melangkah ke depan dan berhenti di samping Aina.

"Aina benar. Dan buat elo, Rey, menurut gue apa yang lo bilang itu benar, dua-duanya benar. Gue malas ada konflik. Soal kenyamanan juga gue udah nyaman. Gue rasa kita semua sefrekuensi. Benar, 'kan?" tanya Dizcha.

"Gue rasa gak sepenuhnya benar." Aira membalas. Seperti biasa dengan raut datar miliknya.

"Hm ... cuma elo doang yang gak sefrekuensi. Gak asik!" kesal Anelis.

"Whatever."

Aira memalingkan wajahnya. Malas berdebat dengang teman sekelasnya yang bernama Anelis.

Sementara Anelis kembali fokus dengan video pembelajaran di ponselnya. Dirinya belajar sembari menyimak mereka yang sedang berbincang.

Aina membuang napasnya kasar. Setiap harinya Aira selalu saja berdebat.

"Seratus dua puluh soal dari dua belas mata pelajaran dan waktu mengerjakan seratus dua puluh menit. Apa ada yang kesusahan?" tanya Aina.

'𝐒𝐆𝐆' 𝐀𝐦𝐛𝐢𝐭𝐢𝐨𝐮𝐬 𝐆𝐢𝐫𝐥𝐬 [𝐄𝐍𝐃]Where stories live. Discover now