27. LUKA ITU BISA SEMBUH?

316 46 5
                                    


"Aku harap, kali ini benar benar akan hilang dan tak akan datang lagi. Hilang selamanya tanpa ada celah untuk kembali." -TITIKLUKA2

27. LUKA ITU BISA SEMBUH?

Hari ini adalah hari pertama aku pergi kesekolah dengan keadaan yang berbeda.

Aku tidak tau apakah semua akan baik baik aja atau sebaliknya. Aku takut orang-orang tidak bisa menerima keadaanku. Padahal aku saja sudah sangat susah payah buat menerima keadaanku yang sekarang.

Udara dingin menyelimuti seluruh badan, meski pun aku sudah memakai cardigan rajut rasa dingin itu masih tetap terasa sangat jelas. Apalagi rintik hujan mulai turun dan terkadang mengenai tubuhku walaupun aku sudah berteduh di halte depan sekolah. Sejujurnya aku bukan berniat untuk benar-benar berteduh, hanya saja aku tidak mau masuk ke dalam sekolah. Aku takut. Aku belum siap dengan pendapat orang-orang tentangku jika melihatku nanti.

Perlahan aku menarik nafas dalam. Bau khas aspal yang tersiram air hujan tercium jelas. Bau nya menenangkan. Sesekali aku menjulurkan tangan agar bisa merasakan tetesan hujan yang mengenai telapak tanganku. Merasakan dan mencium aroma, ya, sekarang hanya itu yang bisaku lakukan.

"BULAN! Lo ngapain di sini? Ayo masuk! Di sini hujan, Lan!"

Sepertinya Rani melihatku. Suara cewek itu sudah bisaku hapal, makannya aku tau itu Rani. Wangi parfumnya pun aku tau.

"Lan, ihh ngapain di sini? Kenapa nggak masuk dari tadi? Kata Mama lo, lo udah dateng dari tadi. Tapi gue cari ke kelas lo nggak ada, makannya gue cari lo ke mana-mana, eh taunya lo di sini," jelas Rani. "Masuk yu, Lan?" tambahnya mengajak.

Aku menggeleng tidak mau.

"Yah kenapa nggak mau? Kan harus belajar, biar bisa pas ujian nanti," suara Rani terdengar kecewa.

"Gimana aku bisa ujian, Ran, kalo ngebaca soal aja nggak bisa," jawabku sesuai fakta.

Bahkan aku tidak berharap bisa ikut ujian sekolah. Bagaimana bisa aku menjawab, kalau soalnya saja tidak bisaku baca.

"Kan ada gue, Lan. Gue bisa bacain soal ujiannya buat lo. Terus nanti lo jawab dengan benar, selesai deh. Gue yakin lo bisa," kata Rani seolah memberikan harapan.

"Nggak perlu, Ran. Aku rasa aku nggak pantes sekolah. Kalo aku sekolah di sini, yang ada cuma nyusahin temen."

"Husss! Ngomongnya kok kaya gitu. Nggak boleh ah. Nggak ada yang merasa di susahin di sini," sahut Rani menyentuh kedua lenganku.

"Ran, mau pulang," pintaku pelan. Kali ini sengaja biar dikasihani. Biar aku tidak berlama lama di sini.

"Iya udah boleh pulang. Tapi tunggu hujannya berhenti dulu. Ya?"

"Emang masih hujan?"

"Masih. Coba aja nih rasain," kata Rani sambil mengulurkan tanganku agar bisa merasakan rintikan hujan.

"Nggak bisa lihat apa-apa tuh rasanya nggak enak, Ran. Rasanya kaya mati tapi hidup juga," ujarku membuat keheningan beberapa detik. "Tapi tenangnya aku jadi nggak melihat orang orang yang nyakitin perasaanku. Rasanya damai, Ran," tambahku.

"Sebenci itu lo sama temen-temen lo, Lan?" tanya Rani.

"Nggak tau. Tapi rasanya kaya hatiku untuk mereka udah mati. Nggak bisa marah, nggak bisa kecewa, nggak bisa happy juga. Rasanya kaya udah nggak mau ngerasain apapun tentang mereka."

Memang sudah semestinya hati ini mati untuk mereka.  Karena marah sudah tak sanggup, kecewa sudah terlalu dalam, dan sakit yang ku rasa sudah terlalu perih.

TITIK LUKA 2Where stories live. Discover now