26. PERGI JIKA MENYESAL.

435 38 1
                                    


VOTE GESS!
HAPPY READING!

22/10/2021


26. PERGI JIKA MENYESAL.

Aku adalah manusia. Jelasnya aku sama seperti manusia pada umum nya. Manusia perasa. Aku bisa merasa sakit, sedih, kecewa, marah. Tapi apa yang sedang aku rasakan sekarang? Rasa ini seperti sudah mati. Ingin marah kepada siapa? Ingin sedih untuk apa? Ingin kecewa karena apa? Dan sakit karena apa?

Terlalu banyak  amarah dalam diri ini sampai aku bingung harus marah ke mana dan dengan cara apa aku melampiaskan nya? Berteriak? Bahkan untuk mengeluarkan 1 kata saja aku sudah muak.

Terlalu banyak kesedihan sampai aku bingung harus menangisi kesedihan yang mana? Dan untuk hal apa aku menangis? Terlalu banyak alasan untuk aku menumpahkan air mata. Bagaimana jika nanti semua cairan bening ini keluar dan membuat 1 lautan?

Juga terlalu banyak kecewa yang aku rasa. Sampai aku bingung bagaimana aku harus menghadapi semua rasa ini.

Diam adalah satu satunya hal yang sanggup aku lakukan. Diam dengan segala kebisingan yang ada diotak dan dengan segala kebisingan hati yang menjerit kesakitan.

Sekarang semua terasa sunyi dalam kegelapan. Kecuali dalam diri ini. Rasanya sangat ramai oleh kerasnya jerit tangis yang mengisi keadaan yang tidak pernah baik baik saja.

Sudah hampir seharian aku terdiam bagaikan batu. Aku seperti hidup namun mati. Banyak orang yang berusaha untuk bicara padaku, namun aku tetap diam. Banyak orang yang ingin aku tersenyum, tapi bibir ini sulit untuk melengkung.

"Lan, are you okey?" suara Rani terdengar untuk yang kesekian kalinya.

"Semua akan baik baik aja, Lan. Ada gue, ada Ranu. Kita jalanin semua bareng bareng, ya?" tambah Rani mencoba meyakinkan bahwa semua akan baik baik saja.

Tapi aku tidak termakan omongannya. Semua sudah hancur. Tidak akan ada yang baik baik saja. Apalagi aku dan duniaku. Kami berdua sudah hancur tanpa cahaya setitik pun.

"Bulan, lo nggak ngomong satu kata pun dari tadi. Gue kangen suara lo, Lan. Gue kangen lo. Ayo, Lan, bantu gue buat ngilangin rasa kangen itu. Ayo, Lan, ngomong," pinta Ranu sambil mengguncang pelan bahuku.

Aku mengheleng pelan.

"Kenapa, Lan? Kenapa lo jadi kaya gini? Gue tau lo lagi diuji, tapi lo inget ini, Lan. Lo itu kuat. Lo bisa. Tuhan selalu ada sama lo. Waktu terus berjalan Bulan, lo nggak bisa terus terusan diem kaya gini," Rani menyentuh pipi kananku. Cewek itu memelukku setengah badan. Aku tau Rani nangis. Aku tau Rani nangis tanpa suara, dia melalukan itu karena dia tidak mau kelihatan nangis didepanku. Tapi sayang, tetesan air matanya mengenai punggungku.

"Rani jangan nangis. Ranu tolong usapin air mata Rani," ujarku datar.

"Lan? Gue nggak nangis kok! Lo apaan sih ah! Gue nggak nangis kok," Rani tetap tidak mau mengaku.

"Walaupun aku nggak bisa lihat. Tapi aku masih bisa merasakan, Ran. Kamu nggak boleh sedih gara gara aku. Aku cuma butuh waktu buat bisa nerima semuanya. Karena semua ini terjadi begitu mendadak. Sampai aku bingung harus bereaksi kaya gimana," ujarku malam membuat isak tangis Rani terdengar jelas.

"Lan, gue seneng lo mau ngomong. Gue kangen lo, Lan. Lo jangan takut ya. Ada gue sama Ranu di sini. Kita berdua sayang sama lo. Kita berdua nggak akan pernah biarin lo sendirian. Kita akan jadi cahaya buat lo, Lan," Rani memelukku erat.

Dadaku sesak. Sesayang itu mereka sama aku? Bahkan belum ada 1 tahun kami berteman. Tapi rasa sayang dan rasa nyaman ini seperti sudah berteman bertahun lamanya.

TITIK LUKA 2Where stories live. Discover now