Sweet Chaos : Davin dan Kekesalan

124 28 5
                                    

Lala baru saja turun dari taxi dan melihat Davin berdiri di depan pintu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Lala baru saja turun dari taxi dan melihat Davin berdiri di depan pintu. Pria itu tak lekas masuk karena mengetahui bahwa istrinya tak ada di rumah. Meski Davin mempunyai kunci cadangan, ia tetap menunggu Lala. 

"Loh, kok lo belum masuk?" Tanya Lala sambil mencari kunci dalam tasnya. "Lo kan punya kunci juga, Vin?"

Davin menatap dingin ke arah Lala. "Lo dari mana aja, La?"

"Gue kan udah kabari lo."

Lala melewati Davin yang duduk di teras untuk membuka pintu. Langkahnya terhenti ketika Davin dengan sengaja menahan tangannya. 

"Lo tapi nggak bilang kalo mau pulang selarut ini, La."

Lala menepis tangan Davin. Hal itu membuat sang pria mengepal tangannya. Sejujurnya Davin merasa kesal. 

Pintu rumah mereka terbuka. Lala bersandar ke pintu sambil memandang Davin yang masih terduduk. 

"Mau masuk nggak? Kalo nggak mau gue kunci."

Davin heran, dirinyalah yang sedang merasa kesal. Tapi entah mengapa, Lala yang makin menunjukan kejengkelan. Akhirnya ia bangkit dan menyibak rambutnya ke belakang. 

"Tadi gue ngomong apa, La?" Pancing Davin. 

Lala menghembuskan nafas, "please, Vin. Gue cuma pulang jam delapan. Kalo kelas magister gue pulang lebih larut. Lo nggak pernah mempermasalahin. Kenapa lo jadi rese, sih?"

"Bukan masalah jamnya, La. Gue tahu kalo lo kelas malam, tujuan lo pasti. Kuliah. Gue pun selalu jemput lo kalo kuliah malam. Ini lo malah keluyuran sama Lia!" Tegas Davin sebagai suami Lala. "Nanti lo kasih tahu lah ke Lia, lo tuh bukan cewek yang bebas kemana aja sama kayak dia. Lo punya tanggung jawab dan izin dari suami."

Lala tertawa meski hatinya runyam. "Meski gue pergi, gue nggak lepas tanggungjawab gue sebagai istri, Vin. Meski gue nggak masak, makan malam lo gue siapin!"

Seusai menyelesaikan kalimatnya, Lala mengacungkan sebuah kresek berisikan ayam dari salah satu restoran cepat saji. Bagi Lala, meski dirinya sedang bersama Lia, Lala tak pernah melupakan kehadiran Davin. 

"Lo tuh kenapa sih Vin? Masih dendam sama kejadian tadi pagi karena gue bikin lo terlambat? Jadi lo cari-cari kesalahan gue?"

Rahang Davin mengeras. "Gue cuma ingin ketika pulang lo sambut gue di rumah. Udah, gitu doang, La."

"Vin!" Lala tak percaya dengan alasan konyol yang diberikan Davin. "Gue selalu menyempatkan hal yang lo mau itu ketika gue libur. Ya mungkin cuma seminggu dua kali, tapi Vin. Seenggaknya gue selalu menyempatkan melakukan hal itu. Kenapa baru kali ini gue 'pulang telat' menurut lo, dan lo sampai ngambek separah ini?“

Davin melintasi Lala, ia malas berdebat. "Gatau, gue capek. Malas debat."

Lala bingung. Siapa yang pertama kali mengajak debat di sini? Ketika di jalan tadi Lala bahkan tak berpikir akan ada permasalahan nantinya. Dirinya pergi bukan dengan orang asing. 

"Lo bahkan nggak nanya kan hari ini gue ngalamin apa aja? Lo memang nggak peduli."

"Apa sih, La? Gue nggak ngerti sama lo."

Percuma juga. Lala tak bisa menjelaskan. Dirinya terperangkap dengan beberapa hal yang tak bisa ia sampaikan kepada Davin. Sekesal apapun, Lala tak mau merusak hubungan Davin dan ayahnya. 

"Gue mau mandi." Ungkap Davin. "Lo mau ikut nggak?"

Perasaan baru tadi suaminya itu terlihat kesal? 

"Nggak. Gue juga capek." Tolak Lala mentah-mentah karena tahu ujungnya akan kemana. 

Mendengar jawaban Lala, pria itu menyerah dan pergi ke kamar. Lala mengikutinya selang beberapa menit. Davin sudah mulai mandi dan Lala dengan sigap menyiapkan baju piyama sang suami. 

Sekesal apapun, Lala memang tak pernah melupakan kewajibannya. 

Ponsel Davin yang tergeletak di atas ranjang berbunyi. Lala yang sedang mengambil baju dari lemari langsung berbalik. Apa ia harus mengangkatnya? Bagaimana bila ia keluar dalam batas privasi Davin? Tapi bagaimana juga bila itu adalah telfon penting? 

Keputusan Lala membuat dirinya melangkahkan kaki untuk mengambil ponsel yang terus menjerit karena meminta untuk diangkat. 

Nomor tanpa nama dengan gadis rambut panjang sebagai foto profilnya. 

Lala tak mengenali gadis itu. Tetapi dilain sisi, Lala seperti pernah melihat gadis itu. Siapakah dia? 

"Hallo, Vin. Lo kok pulang duluan, sih? Yang lain pada ngajak karoke, nih."

Lala mengerutkan kening. 

"Bang Tama juga nyariin lo."

Suara gadis itu begitu lembut di telinga Lala. Meski begitu lembut, suara itu mampu menusuk hati Lala dengan kalimat singkat yang gadis itu berikan. 

"Gue cewek sendiri masa, Vin. Temenin, dong."

Selama Lala mengenal Davin, dirinya tak pernah melihat Davin dekat dengan gadis lain. Jangankan gadis lain, Lia yang notabene orang yang sering memberikan interaksi padanya saja tak akan berani berbicara selancang ini. 

Lala menatap langit-langit kamarnya sebagai pengalihan emosi dalam dirinya. Gadis diujung sana masih terus berbicara. 

"Telfon siapa?" Suara diujung sana berubah menjadi suara pria. "Davin?"

"Hehe, iya, Bang."

"Aduh, yang lagi jatuh cinta. Baru aja ketemu tadi, udah telfonan lagi. Gampang kangen ya ternyata."

"Ih, apa sih, Bang? Nanya doang dia kesini apa nggak?"

Lala buru-buru memutus sambungan telfon. Bukan karena takut, tapi Lala tak sanggup mendengar hal yang lebih parah dari itu. 

Dengan tangan bergetar, Lala menghapus jejak panggilan tadi. Apa yang baru saja ia dengar barusan? Ini gila. Lala mulai berpikir kemana-mana karena itu.

Don't forget to give me a star ⭐️  and comment if you like this story💚

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Don't forget to give me a star ⭐️  and comment if you like this story💚


Ps: maaf update nya telat dan pendek. Laptopku rusak. Besok aku kembali update normal.

The Book Of Us : Lala & Davin Story | DAY6Where stories live. Discover now