22. Jadian sama Kayla?

1.3K 149 4
                                    

Saat pulang dari rumah Senja, kini Naresh hanya berdiam diri di balkon kamar sambil menikmati semilir angin yang berhembus. Terkadang ia menghela napasnya dengan sedikit lelah. Banyak sekali pikiran pikiran yang memenuhi kepalanya saat ini. Ia hanya takut mengecewakan Senja tanpa sengaja. Ia juga takut dengan kejadian yang akan datang dimasa nanti.

"Abang," Panggil Belinda.

Naresh menolehkan kepalanya. "Ada apa Bun?" Tanyanya dengan tersenyum.

"Lagi mikirin apa sih sampai ngelamun gitu?" Tanya Belinda sambil mengelus rambut Naresh dengan sayang.

"Mikirin perempuan ya bang?" Lanjut Bunda Naresh sambil terkekeh.

Naresh terkekeh mendengar pertanyaan yang dilontarkan Bundanya ini.

"Naresh lagi suka sama seseorang," ucap Naresh sambil tersenyum menatap Bundanya.

"Masih tetap dia kan? Bunda gak rela kalau kamu suka sama yang lain," ucap Belinda sambil menggoyangkan jari telunjuknya ke kanan dan ke kiri.

"Masih Bunda ku yang paling cantik sedunia," ucap Naresh sambil merebahkan tubuhnya dipangkuan Bundanya.

"Dia udah tau siapa kamu?" Tanya Belinda sambil mengusap-usap rambut Naresh.

Naresh menggeleng. "Belum Bunda."

"Kapan kamu mau kasih tau?" Tanya Belinda masih tetap mengusap rambut Naresh.

Naresh mendongak menatap wajah bundanya. "Naresh belum siap," ucapnya sambil menggelengkan kepala.

"Semakin lama kamu tutupi diri kamu, semakin besar juga rasa takut itu nak," ucap Belinda sambil tersenyum menatap Naresh.

"Regan juga suka sama Senja," ucap Naresh sambil mengingat ingat kejadian tadi dirumah Senja.

"Kamu mau ngalah?" Ucap Belinda sambil menaikkan satu alisnya.

Naresh tertawa mendengar ucapan Bundanya. Mana mungkin ia mengalah begitu saja?

"Rumah Naresh itu Senja, begitupun sebaliknya. Ga mungkin kan Bun kalau Naresh bagi dua rumahnya sama Regan? kecuali kalo Senja sendiri yang milih Regan buat jadi pasangannya," ucap Naresh sambil tersenyum manis.

"Kamu mirip banget sama Ayah waktu mau dapetin hati Bunda. Ya kaya gini nih, harus bersaing," ujar Belinda sambil tertawa mengingat masa-masa asmaranya dulu.

"Ayah kan panutan Naresh, jadi harus dicontoh. Kalo Bunda itu hidup Naresh, kalo gak ada Bunda, Naresh gak akan tau warna-warna dunia," ucap Naresh sambil memeluk Bundanya.

Belinda tersenyum haru mendengar penuturan anaknya. Naresh kecilnya sudah beranjak dewasa. Ia berhasil membesarkan anaknya hingga saat ini.

"Dulu jadi anak kecilnya Bunda, sekarang udah jadi jagoan nya Bunda," ucap Belinda sambil terkekeh kecil.

"Naresh sayang banget sama Bunda. Kalo gak ada Bunda, Naresh gak tau gimana caranya jalanin hidup," ucap Naresh sambil mengeratkan pelukannya pada Belinda.

Saat sedang asik memeluk Bundanya, tiba tiba ia teringat jika ingin berkunjung ke panti asuhan.

"Bunda, Naresh mau pergi ke panti asuhan dulu ya, soalnya udah lama gak kesana," ucap Naresh seraya melepaskan pelukan.

Belinda mengangguk. "Hati hati ya, jangan ngebut-ngebut kamu tuh kalo bawa kendaraan," ucap Belinda memberi peringatan pada Naresh.

"Iya Bun. Yaudah Naresh pamit ya," ucap Naresh sambil mencium pipi Bundanya dan memeluknya singkat sebelum pergi ke panti asuhan.

Naresh berjalan keluar dari balkon kamar, lalu turun kebawah untuk mengambil mobil. Tadinya ingin naik motor, namun ia urungkan.

Menyetir mobil sambil mendengarkan lagu membuat pikiran nya menjadi lebih rileks. Ia biasa ke panti asuhan sebulan sekali untuk menjenguk anak-anak disana. Namun bulan kemarin ia belum sempat berkunjung, jadi ia memutuskan untuk mengunjungi mereka hari ini.

SENJALUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang