31. Kesekian Kalinya🌱

203 40 31
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Adakah yang bisa membeli kepercayaan? Dan apakah setelah diberikan kepercayaan begitu besar secara cuma-cuma, lalu teganya dikhianati? Lantas apakah pantas tetap diberikan kesempatan untuk dipercayai kembali?

______________________
Vote dan komentarnya Kakak
_______________

Novalen menyadari kesalahannya. Pemicu utama penurunan nilai Anggita karena ulahnya. Namun putusnya hubungan antara dirinya dengan Anggita terasa sangat berat. Dia belum bisa menerima kejadian hari ini. Di parkiran paling ujung Novalen bergeming, duduk di jok motornya. Hari ini Anggita pulang lebih dulu. Sudah dia bujuk untuk pulang bersama tapi Anggita menolak. Hal yang harus Novalen lakukan adalah mengerti dan memahami Anggita. Gadis itu pemegang beasiswa, pantas saja mentalnya down ketika nilainya turun.

Beberapa saat kemudian disela-sela merenung, matanya menemukan satu titik fokus yaitu ke arah Aira dan Farel. Mereka berdua sedang tertawa cekikikan. Di sana Farel menarik rambut Aira, karena marah rambut gadis itu ditarik, gadis itu membalas jambakan Farel. Sampai di samping motor, Farel dan Aira memakai helm secara bersama-sama. Setelahnya Farel menepuk kepala Aira yang sudah terpakai helm bogo cokelat muda. Mereka berdua naik ke motor, entah pembicaraan apa yang mereka sedang bicarakan sampai-sampai Aira tertawa lepas. Di kelas Aira begitu murung, sangat-sangat murung. Kejadian perdebatannya dan kakak sepupu Aira yaitu Shana juga menjadi penyebab mengapa Aira begitu murung.

Tawa itu ....

Novalen senang Aira tertawa seperti itu.  Akan tetapi, kenapa Aira menjauh darinya? Dia lelah memikirkan teka-teki yang dia sendiri tidak tahu cara penyelesaiannya.

“Gue harus apa?” Novalen bertanya pada dirinya sendiri.

***

Anggita membanting Tumbler pemberian dari Novalen ke dinding. Dalam sekali lemparan Tumbler itu pecah. Tumbler itu tidak mudah pecah, tapi karena kekuatan Anggita begitu kuat sampai Tumbler sekuat itu pun pecah. Di rumah ini kosong, adiknya sedang bermain bersama temannya di rumah tetangga. Dia menangis sekencang dan sekuat mungkin. Suaranya bergetar, sudah begitu lama dia menangis.

Setelah mengetahui nilainya turun, Anggita frustrasi. Dia menyalahkan siapa pun yang tercium menjadi penyebab mengapa nilainya bisa turun. Pertama adalah Aira dan kedua Novalen. Dua manusia itu dia salahkan atas penurunan nilainya. Netra cokelat gelap milik Anggita tertuju pada sebuah bingkai piagam bertulis ‘Anggita, juara pertama lomba olimpiade Kimia Nasional’ kemudian dia beralih ke bingkai lainnya, ‘Anggita, peringkat ketiga pararel’ tanpa terasa air mata Anggita kembali mengalir, semakin melembamkan wajah Anggita.

“Gue benci lo Aira! Gue benci lo! Lo tinggal di keluarga kaya, semua keturunan keluarga lo sukses. Tanpa kepintaran lo juga, lo bisa sekolah di sana Ai beda sama gue! Beda sama gue yang mati-matian sampai enggak tidur berhari-hari buat dapat beasiswa ini. Hidup lo terlalu sempurna Ai, gue benci kehidupan lo!” teriak Anggita, terkikih gila. Memandangi urutan sepuluh besar yang terpajang di kamar.

Hello, Friend?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang