20. Pendapat Farel🌱

202 40 13
                                    

*Happy Reading*

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

*Happy Reading*

Jam istirahat tiba, semua murid bertebaran di area kantin. Diajak puluhan kali oleh Anggita, Aira menolak. Bahkan sampai ditarik agar dia pergi ke kantin bersama tapi Aira tetap tidak mau. Sama seperti Vana yang langsung tahu pipinya merah, Anggita pun langsung tahu dan sadar. Seperti biasanya, dia blak-blakan menceritakan kronologis dari awal sampai akhir. Memarahi Anggita sampai tenggorokan kering. Bukannya sadar, Anggita malah tertawa sambil meminta maaf. Sesaat dia berpikir Anggita sedang menertawai nasib malangnya.

Di belakang dinding sebelum kantin, Aira berdiri. Mengintip dan mengamati pergerakan Anggita dan Novalen. Perutnya juga harus diisi. Tidak mungkin dia menahan lapar hanya karena tidak ingin makan bersama di tengah orang berpacaran. Setelah dia berhasil mengambil makanan pokok, dia akan langsung berlari ke tempat aman untuk makan. Dipikir-pikir makan di ruang pamannya itu tidak sopan. Meski memiliki hubungan darah, tetap saja dia tidak ingin menunjukkan pada semua orang terlebih guru di sini soal hubungannya dengan pengelola sekolah.  

“Lagi ngapain?

Tubuh Aira sontak menegang, terlonjak kaget. Secepatnya dia berbalik. Tepat di hadapannya ada seorang cowok yang tingginya sebelas-dua belas dengan Gabriel. Hampir saja keningnya menabrak dada bidang cowok itu. Untungnya dia tidak sampai memekik, antara terkejut dan takut. Terkejut karena cowok itu datang tiba-tiba dan takut karena jarak Novalen dengannya tidak terlalu jauh.

Shtt, jangan berisik.”

Farel mengamati apa yang Aira amati. Ah, dua sejoli, tampaknya mereka berdua berpacaran. “Lo jadi mata-mata mereka? Setelah jadi cucu pemilik sekolah, sekarang derajat lo turun cuma jadi mata-mat—"

Lebih baik Aira menutup mulut Farel daripada terus berbicara tidak jelas. Tujuannya bukan untuk memata-matai sepasang kekasih itu, tapi dia ingin mengambil makanan tanpa ketahuan oleh Novalen. Memata-matai mereka sama saja memasukkan diri sendiri ke kolam persakit-hatian.

“Gue mau ngambil makanan tanpa ketahuan sama mereka. Lo bisa gak ambilin aja makanan gue?” pinta Aira, menurunkan tangannya dari mulut Farel. Aira memang bodoh, kenapa dia tidak menyuruh cowok itu dari tadi.

“Makanan pokok atau beli sesuatu? Menunya lagi enak loh sekarang, rendang. Denger-denger lo suka rendang ‘kan?”

Loh, dari mana Farel tahu dia suka rendang?

“Tau dari mana lo?! Jangan-jangan nguntit ya?! Mau jadi Sasaeng?” tuduh Aira, mengangkat jari telunjuknya ke wajah Farel. Cowok itu menggigit jari telunjuk Aira. Tidak main-main, membuat Aira memekik tertahan.

“Ngomong itu lagi gue gigit bibir lo,” ancam Farel, berpura-pura hendak menggigit bibir Aira.

“Jorok! Gila ya lo?!” Emosi Aira. Mengelap jari telunjuknya ke seragam Farel.

“Gue ambil makanan dulu ya. Tunggu di sini.” Cowok itu berlari menuju stand tempat biasa mengambil makanan pokok.

Murid di sini bebas mau mengambil makanan pokok atau tidak. Sebab selain makanan pokok juga ada makanan lainnya. Bedanya makanan pokok gratis alis tidak perlu membayar, sedangkan yang lainnya harus membayar. Tidak jarang banyak orang yang memilih makanan lain daripada makanan pokok yang sudah terjamin kekenyangannya dan kebersihannya. Contoh saja Aira, lebih memilih makanan lain daripada makanan pokok. Kecuali jadwal makanan pokok rendang, dia akan langsung menyerobotnya.

Hello, Friend?Where stories live. Discover now