11. Pergi Bersama Novalen🌱

160 34 8
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.






“Udah makan belum Ai? Tadi Kak Gebra nanyain kamu.”

Aira menengadah, matanya beradu pandang dengan sepasang mata hitam pekat. Gabriel duduk di kasur, tepatnya di sebelah Aira. Di tangannya sudah ada sebungkus kripik kentang pedas. Cowok  itu menaikan kedua kakinya ke atas kasur, dibiarkan kakinya berselonjor bebas.

“Beneran nanyain, Ai?” Tanya Aira tidak percaya. Lantaran Gebra yang masih sangat marah padanya. Sikap hangatnya berubah menjadi cuek. Hal itu membuat Aira tidak betah berlama-lama ada di rumah ini.

“Iya, nanyain kamu. Kenapa si? Seharusnya Kak Gebra yang marah, bukan kamu Ai. Aneh banget, malah menghindar,” cibir Gabriel. Dia merubah posisinya menjadi tiduran di atas bantal yang sudah dia satukan.

Aira merebut keripik kentang dari tangan Gabriel lalu memakannya lahap. Semua perkataan Gabriel ada benarnya juga, tapi tidak semuanya benar. Gebra marah padanya, sekeras apa pun dia mencoba meluluhkannya pasti tetap tidak bisa. Sesungguhnya dia tidak bisa berlama-lama melihat kakaknya marah. Siapa pun itu, tanpa terkecuali berikut orang tua, paman, sepupu atau siapa pun, dia tidak bisa marah lebih dari tiga hari.

“Aku gak mau lihat Kak Gebra ngediemin aku, jadi aku diem aja,” jawab Aira memandang ke depan. Tatapannya kosong, tapi mulutnya masih bergerak, mengunyah keripik kentang tanpa selera. “Besok aku mau nginep boleh?”

Mendengar itu, refleks Gabriel bangkit dari posisi tidurnya. Jari telunjuknya terangkat, menoyor pelan kepala adiknya. Sementara Aira meringis, mengusap-usap keningnya.

“Kamu itu masih dihukum Aira. Kamu mau buat marah lagi? Bukan Cuma Kak Gebra, papa sama mama juga bisa ngamuk,” omel Gabriel, ingin menyentil dahi adiknya lagi tapi Aira langsung menghindar.

“Di rumah Shana kok. Pelit amat.”

“Besok Shana sekeluarga nginep di rumah kakek neneknya. Kamu mau ikut juga nginep di sana?”

“Boleh Kak?”

Gabriel tersenyum penuh arti. “Boleh, boleh banget. Pulang-pulang kamu Kakak tendang.”
 
“Kalau Shana pergi, berarti di rumah Kak Dhita boleh?”

Shana dan Dhita adalah sepupu Aira. Di keluarganya semua sepupu akrab seperti kakak atau adik sendiri. Malahan dulu, Aira enggan berteman karena sudah ada sepupu yang sudah seperti teman, sahabat dan kakak sendiri. Dulu dia sering sekali dipaksa berteman dengan orang lain, tapi setelah dia berteman, Gabriel malah ingin memisahkannya. Contoh saja kemarin, Gabriel merasa keberatan dia dekat dengan Novalen.

“Terserah kamu aja, Ai. Bilang dulu sama mama.”

Berbicara soal Novalen, Aira jadi gelisah. Di dalam postingan Anggita, dia melihat kedekatan mereka berdua—Anggita dan Novalen. Apa mereka memiliki hubungan sesuatu? Yang lebih jauh dari sekadar hubungan persahabatan? Cepat-cepat kepala Aira menggeleng, menepis pikiran aneh yang ada di kepalanya.

Hello, Friend?Where stories live. Discover now