MINE | Chapter 07

145K 9.6K 686
                                    


Dering ponsel yang terdengar memekakan telinga dan menggema dinakas berhasil membuat Rios membuka matanya. Sangat berat rasanya untuk sekedar mempertahankan agar kelopak matanya terbuka lebih lama karena kepalanya terasa sakit seperti dihantam batu besar berkali-kali. Kepalanya berdenyut-denyut dan ia merasa sangat lelah. Tubuhnya seperti tidak memiliki energi lebih untuk sekedar bergerak mematikan dering ponsel itu. Hembusan napasnya tampak berat disela pengumpulan nyawanya. Tak lama dering ponselnya mati, kamar kembali sunyi.

Rios membuang napas sekali lalu memusatkan perhatiannya pada sosok yang berada tepat di depan matanya. Kalau tidak salah dirinya sedang memeluk seorang perempuan saat ini. Dan perempuan itu juga balas memeluknya.

Rios memandangi lebih dalam sosok perempuan dalam pelukannya. Tidak salah lagi perempuan ini adalah Nara. Dan Nara sangat cantik bagaikan bidadari berwajah polos yang menjatuhkan diri dengan sengaja di kandang singa. Hanya itu kesimpulan yang diperoleh Rios dari mengamati wajah Nara dalam jarak sedekat ini dan dalam keadaan setenang ini.

Nara masih tidur dan terlihat sangat nyenyak seperti tidak ada tanda-tanda akan bangun. Senyum simpul nan menawan tersungging begitu saja di wajah tampan Rios.

"Anak nakal. Beraninya tidur disini," ucap Rios pelan, tangannya terangkat lemah untuk membelai sisi wajah Nara.

Kening Nara mengeryit selagi Rios masih membelainya. Perlahan Nara membuka matanya lalu menatap sayu pada Rios.

"Pagi, Sayang." Rios mengangkat dagu Nara dan mendekatkan wajahnya ke wajah Nara.

Kelopak mata Nara terbuka lebih lebar saat wajah Rios semakin mendekat.

PLAAKKK.

Tidak salah lagi itu adalah suara tamparan. Tamparan tanpa aba-aba yang mendarat di pipi Rios. Tamparan itu sangat kuat dan terasa panas membakar kulit pipi Rios hingga dia kaget dan mengerjapkan matanya sekali sebelum mendelik sempurna. Ditatapinya Nara yang telah berani menamparnya ... eh, bukan. Wajah Nara tiba-tiba berubah menjadi wajah orang lain. Wajah laki-laki yang kalau Rios benar mengingatnya dengan baik adalah, Gibran.

"SIALAN!" hardik Rios kuat sambil melepaskan pelukannya dan menendang Gibran sekuat tenaga agar menjauh darinya. "NGAPAIN LO DISINI?! GIBRAN SIALAN!"

Raut wajah Rios jelas sekali terlihat syok sambil menatap tajam Gibran yang kini berada di ujung tepi tempat tidur karena tendangannya tadi.

"Akh, kampret Lo. Padahal Elo yang duluan peluk-peluk Gue!" tukas Gibran sambil berusaha duduk dengan susah payah. "Kepala gue sakit, seenaknya aja Lo maen tendang-tendang."

"Bangsat! Gue kira Lo Nara!" maki Rios, matanya mendelik sempurna dan ia turun dari tempat tidur.

"Sadar ingetnya Nara, mabuk Nara lagi, sadar dari mabuk masih juga Nara. Otak Lo isinya Nara semua!" kata Gibran sambil memegangi kepalanya yang terasa sakit. "Idih, pengen Gue tonjok Lu manggil-manggil Gue sayang!"

Rios tambah jengkel sekarang. Bagaimana bisa ia berhalusinasi kalau laki-laki bodoh itu adalah Nara-nya. Hampir saja ia mencium Nara gadungan itu kalau saja Gibran tidak menamparnya. Kepalanya masih sakit dan ia juga mendapat pukulan di pipinya.

"Sialan Lo!" umpat Rios sekali lagi, "Perasaan udah gue usir semalem!"

Tok tok tok ....

Suara ketukan pintu itu sontak membuat Rios dan Gibran membisu.

"Om?" panggil Nara di depan kamar. "Belum bangun ya?"

"Noh, itu baru Nara. Sono, ciumin sampe puas!" tukas Gibran sebal.

Rios memicingkan matanya pada Gibran sembari melangkah menuju pintu. Ia sampai dan langsung membuka pintu kamarnya, mendapati Nara berdiri dengan kedua tangan disembunyikan dibelakang tubuh.

MINE  [TERBIT]Where stories live. Discover now