31. Penyakit 🌷

Start bij het begin
                                    

🌷🌷🌷

"Bagaimana kondisinya, Dok?" tanya Lereng cemas bagai menanti hasil sidang. Saat ini Lereng sedang duduk hadap-hadapan dengan seorang dokter yang menangani penyakit Adiva selama ini.

Dokter Eric menanggapi pertanyaan Lereng dengan helaan napas berat sebelum buka suara.  "Buruk. Beberapa minggu lalu, saya udah bilang ke Adiva untuk check up, tapi dia nggak dateng-dateng. Kenapa juga Anda nggak bawa dia ke sini?"

Lereng meneguk ludah kasar. Selama ini ia sibuk bekerja, dan membiarkan Adiva berobat sendiri.

"Penyakit Adiva semakin parah. Beberapa tahun lalu, saya pernah vonis hidupnya nggak bisa bertahan lama. Sekarang perkiraan waktu yang saya vonis telah tiba."

"Apa? Wa-waktunya telah tiba?" Bagai disambar petir, bola mata Lereng membulat.

"Tenang dulu. Adiva masih ada peluang hidup. Dia butuh tulang sumsum untuk perpanjang masa hidupnya," jelas dokter Eric seraya membolak-balik riwayat laporan penyakit Adiva.

"Pakai tulang saya! Saya bersedia donorkan tulang sumsum untuk anak saya."

"Iya. Saya akan atur Anda untuk melakukan penyocokan tulang sumsum dengan anak Anda. Semoga tulang sumsumnya cocok."

🌷🌷🌷

"Alvian suapin. Akhh ...."

"Ck! Kayak anak kecil aja. Masa makan doang harus disuapin?" Walaupun mulutnya ngedumel, Alvian tetap memasukkan sendok yang berisi bubur ayam ke dalam mulut Adiva.

Adiva hanya tersenyum sembari mengunyah.

"Sakit apa, sih? Kenapa sering masuk rumah sakit? Gak mungkin panas dalem doang, kan?" Alvian mulai curiga.

"Ya, emang panas dalem doang, Al. Jakarta panas bikin hidungku gampang mimisan. Hehe," jawab Adiva kaku. Ia memalingkan pandangan ke arah lain. Cewek itu berusaha menutupi penyakitnya dari Alvian.

"Lo bohong. Tatap mata gue." Nada Alvian terdengar cukup serius.

"Al, lihat! Langitnya bagus banget!" Adiva masih tidak ingin menatap mata Alvian, karena takut penyakitnya terbongkar.

"Ck! Lihat mata gue!" Alvian mendorong dagu Adiva dengan paksa ke arahnya hingga wajah mereka saling berhadapan dan membuat kontak mata.

"Gak mau, ah! Bikin salting kamu!" Adiva menepis tangan Alvian dari dagunya. Cewek itu buru-buru memalingkan wajah ke arah lain.

"Lo bohong. Pasti ada sesuatu yang lo tutupin. Lo sakit apa?"

"Dibilangin cuma mimisan."

"Okay. Gue langsung tanya ke dokter lo." Alvian beranjak berdiri. Cowok itu mulai melangkah ke arah luar, dan suara Adiva membuat langkah Alvian berhenti.

"Leukimia. Aku pengidap leukimia akut."

🌷🌷🌷

Beberapa hari kemudian. Lereng mengaduk kopi di hadapannya dengan tidak berselera. Ucapan dokter Eric beberapa saat lalu, masih terngiang.

"Tulang sumsum Anda tidak cocok untuk putri Anda."

ALVIVA (END)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu