"Kenapa kamu masih punya hubungan dengan gadis bodoh itu?!" Murka Gilbert membuat jantung Alfa berdetak lebih cepat.

        "Siapa yang Papa maksud gadis bodoh?!" Balas Alfa dingin.

        "Asya! Papa tidak suka kamu punya hubungan dengan gadis itu! Kamu itu mau bertunangan dengan Asna! Kamu tidak menghargai sekali perasaan Asna!" Ujar Gilbert sangat marah kepada putranya itu.

        "Asya bukan gadis bodoh, Pa. Dia pintar dalam bidangnya." Kata Alfa memberitahu.

        "Putuskan hubungan dengan Asya! Atau Papa buat gadis itu mengerti arti peringatan!" Putus Gilbert membuat Alfa meneguk salivanya susah payah.

        "Kamu tahu putra Angkasa, Papamu ini tidak pernah main-main saat memberikan peringatan pada orang. Tidak peduli sekalipun dia perempuan!" Kata Gilbert.

        "Papa gak bisa seenaknya kaya gitu!" Murka Alfa tersulut emosi.

        "Pa, putra kita sudah besar. Dia bebas memilih sendiri." Ucap Gita mengusap lengan suaminya berusaha menenangkan emosi pria paruh baya itu.

        "Menurut Papa, Asna jauh lebih unggul daripada Asya." Kata Gilbert.

        "Sekali lagi Papa dengar ada laporan kamu masih punya hubungan dengan Asya, jangan harap kamu masih bisa lihat gadis itu lagi!" Tambah Gilbert lalu berjalan menuju kamar.

        "Oh ya," Gilbert membalikkan tubuhnya melihat Alfa dengan tajam. "Jemput Asna ke rumahnya, ajak dia jalan-jalan malam ini."

        "Gak, aku capek Pa." Tolak Alfa cepat.

        "Kamu mau kejutan istimewa?" Tanya Gilbert membuat Alfa menengang. Alfa tahu, kejutan istimewa yang di maksud Papanya itu adalah hal yang tidak baik baginya.

        "Oke, aku jemput Asna." Kata Alfa tak berani lagi menolak.

        "Good." Gumam Gilbert lalu berjalan menjauhi ruangan itu.

        Gita mengusap punggung Alfa lembut. "Nanti Mama bantu bujuk Papa, okeh?" Ujar Gita berusaha membuat Alfa tak terlalu tertekan.

        "Makasih Ma," ucap Alfa lirih.

         "Sama-sama, sekarang kamu mandi dulu. Terus jemput Asna." Balas Gita lalu pergi menyusul suaminya.

        Alfa menghembuskan napasnya panjang. Rasa kebahagiaan itu ternyata hanya sebentar kemudian hilang.

Ting.

Sya
Udah sampai ke rumah?
19:01

Sya
Aku baru selesai mandi, hehe.
19:01

Sya
Kamu baik-baik aja kan, Afa?
19:02

        Alfa meremas kuat ponselnya. Membaca pesan dari Asya semakin membuat dadanya sesak. Alfa memadamkan ponselnya dan tidak membalas satupun pesan dari Asya. Ia memilih pergi ke kamar dan bersiap-siap menjemput Asna.

        Maaf, Sya.

*****

        "Kenapa cuma di read doang ya?" Gumam Asya kecewa sambil melihat layar ponselnya.

        Asya membuka laci meja belajarnya. Ia mengambil beberapa jenis obat-obatan itu lalu menelannya di bantu air putih.

        Asya melirik photo dirinya yang masih kecil di gendong sang Papa dan Mama Sarah yang tersenyum merekah. Tanpa sadar, Asya ikut tersenyum melihat senyum Mamanya.

SimbiosisDonde viven las historias. Descúbrelo ahora