27 - Evil Destiny

246 223 101
                                    

27 – Evil Destiny

        "Kenapa kamu berangkat sekolah sama kak Asna terus, Afa?" Tanya Asya lembut membuat Alfa dan Asna kompak menoleh ke samping.

        "Terus, apa bedanya dengan lo?" Balas Alfa dingin lalu menarik lengan Asna menjauhi Asya.

        Asya menggenggam kuat jemarinya lalu mengejar Alfa dengan langkah kecil. Kenapa harus Asya yang terus berjuang dan terluka?

        "Afa," panggil Asya menahan lengan kanan Alfa. "Aku ada salah apa?"

        "Banyak!" Jawab Asna cuek.

        Asya meneguk salivanya susah payah saat menyadari tatapan menusuk Alfa seakan membunuhnya secara perlahan. Ia sedikit memundurkan langkahnya ––takut.

        "Kak Asna," panggil Asya melihat Asna. "Kakak memang cocok sama Afa. Sama-sama jenius, sama-sama goals, sama-sama sehat." Asya tersenyum miris, meratapi dirinya begitu menyedihkan di lihat orang-orang.

        "Kakak sering banget bilang aku cewek penyakitan karna suka pingsan." Asya menahan sesak didadanya. "Dan... Yeah, ucapan kak Asna memang benar. Aku penyakitan, dan gak pantas buat Afa."

        Alfa dan Asna sama-sama membisu. Bahkan murid-murid yang melihat mereka kini tak mampu mengeluarkan kata-kata atas ucapan Asya yang begitu membuat mereka merasakan sesak yang sama.

        "Kak Asna memang pantes benci aku, karena aku udah mencoba merebut kak Afa dari kak Asna." Asya meraup lebih banyak oksigen untuk menenangkan hatinya yang begejolak hebat.

        "Tapi satu yang harus kakak tahu, aku berhak cemburu atas kedekatan kalian karena aku pacarnya kak Afa. Kak Afa sendiri yang nem––"

        "Omong kosong!" Potong Alfa cepat membuat Asya sangat terkejut. Sedangkan Asna tersenyum miring melihat Asya.

        "Jangan berkhayal terlalu tinggi Sya, gue takut lo jatuh ke jurang dan gak bisa bangun lagi." Sinis Asna.

        Asya melihat Alfa yang juga melihatnya. Tatapan Asya begitu berhasil membuat Alfa seperti laki-laki paling jahat sedunia. Mata Asya memerah seperti ingin menangis, tapi gadis itu tersenyum lebar. Dan itu yang membuat Alfa sangat frustasi.

        "Oh," Asya berdehem singkat melepas kekagetannya. "Lupakan! Aku sama kak Alfa gak ada hubungan apa pun. Aku tadi terlalu berharap makanya ngarang yang gak-enggak." Sambung Asya terkekeh miris.

        "Kalau kalian tunangan nanti, undang Asya yah?" Ujar gadis itu membuat semua murid menatapnya kasihan.

        Alfa tak mau mendengar ucapan Asya lebih lama karena bisa membuatnya benar-benar gila. Alfa menarik tangan Asna untuk pergi menjauhi Asya.

        "KAK AFA!" Teriak Asya membuat Alfa menoleh ke belakang dari ujung lorong berjarak sekitar 8 meter jauhnya dari Asya.

        "Makasih ya, untuk rasa sakitnya."

*****

        Asya sendirian duduk di kursi panjang depan gudang. Tempat itu sangat sepi, berada di paling belakang area sekolah membuat tak ada orang yang mau melewati lorong sunyi itu. Asya memilih menangis di tempat itu sedari tadi.

        Kedua tangan Asya menggenggam erat kursi besi itu, kepalanya menunduk dan terisak kecil.

        Asya mengingat kembali kejadian beberapa menit yang lalu. Hal itu membuat air matanya mencolos seketika.

        "Udah Sya," monolog Asya dengan bibir bergetar. "Lo kenapa sih nangis?"

        Asya mengusap air matanya yang terus menetes.

SimbiosisWhere stories live. Discover now