08 [Darah Lagi]

303 228 58
                                    

SETELAH turun dari motor, Arga langsung menuju fasad rumahnya. Beberapa kali ia mengetuk pintu dan meneriaki nama Bi Lasmi, namun tetap tidak ada yang meresponsnya. Arga mencoba membuka pintu rumahnya, tetapi keadaannya dalam terkunci.

"Den Arga," ucap Bi Lasmi dari belakang Arga. 

Arga yang namanya dipanggil, hanya mengernyitkan dahi dan langsung membalikkan badannya. 

"Bibi? Dari mana, Bi?" tanya Arga.

Tak menjawab pertanyaan dari Arga, Bi Lasmi langsung berjalan ke arah Arga dan membuka pintu rumah. 

"Masuk dulu, Den," pinta Bi Lasmi dengan ekspresi wajahnya yang serius.

Kernyitan dahi Arga semakin dalam ketika melihat mimik wajah Bi Lasmi yang amat serius. Tak berpikir panjang, ia langsung menuruti pinta Bi Lasmi, walaupun ada rasa mengganjal di dalam pikirannya.

Ceklek! 

"Ini kenapa rumahnya berantakan banget, Bi?" tanya Arga setelah menutup pintu. 

"Iya, Den. Soalnya Bibi baru bisa pulang hari ini."

"Maksudnya? Memang Bibi habis dari mana? Mama sama Nada, kok enggak ada di rumah juga? Ini udah mau Magrib, enggak mungkin, kan Nada masih di sekolah? Mereka ke mana, Bi?" tanya Arga bertubi-tubi.

"Rumah sakit," jawab Bi Lasmi dengan singkat dan berusaha untuk tetap tenang.

Arga semakin tak paham dengan maksud Bi Lasmi yang sangat ambigu. Pikiran Arga sekarang mempertanyakan siapa yang habis dari rumah sakit? Bi Lasmi? Nada? Atau Mama El. Eh, sebentar, memang siapa yang sedang sakit? 

"Rumah sakit? Bibi habis dari sana?" lanjut Arga seraya berjongkok untuk memungut pecahan beling vas bunga. "Terus Mama sama Nada ke mana?"

"Rumah sakit juga," jawab Bi Lasmi ikut berjongkok sambil memungut pecahan beling vas bunga di samping Arga.

Deg! 

Arga kembali berdiri karena degup jantungnya tertegun sejenak. Keningnya mengerut dalam-dalam dan menghentikan aktivitasnya yang memungut pecahan beling vas bunga.

"Non Nada jagain Nyonya El di rumah sakit," lanjut Bi Lasmi.

Deg! Deg! 

"Mama? Mama sakit, Bi?! Kenapa enggak ada yang ngasih tau aku?! Kenapa Bibi malah santai banget, padahal udah ketemu sama aku sekarang?!" hardik Arga malah menyalahkan Bi Lasmi. 

"Enggak Bibi aja, Den! Bahkan Non Nada juga sudah kasih tau kondisi Nyonya El ke Den Arga lewat telepon! Tapi Den Arga jawab telepon kami, tidak? Den Arga bilang, kenapa Bibi malah santai-santai? Lebih santai mana sama kamu yang menghilang selama tiga hari. Padahal Mama Den Arga mau mengakhiri hidupnya lagi!" 

"Apa?" tanya Arga kembali mengernyit dengan nada datar. Namun tak sedatar yang dilakukan tangan kanannya. 

Pecahan beling vas bunga yang dipungut Arga tadi masih digenggam erat. Saking eratnya, genggaman tangannya berubah menjadi cengkraman, sampai cengkraman itu menitiskan cairan merah hati. 

Darahnya yang masih segar mengalir dari telapak tangan lanjut melintasi ruas-ruas jarinya. Sampai akhirnya, tetes demi tetes darahnya melepaskan diri dari bagian raga Arga.

"Kasih tau alamat rumah sakitnya, Bi. Sekarang!" titahnya dengan matanya yang memerah. 

***

Walaupun tangan kanannya dalam keadaan tersayat beling. Namun Arga tetap mengegas kencang motornya menuju alamat rumah sakit yang diberikan Bi Lasmi. 

RAFALEONNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ