37🥀

3.5K 376 61
                                    


"Hidup tanpa mu, bagaikan kupu yang terbang tanpa sayap."

-GEVANDRA.

Dia terus diam membisu di tempatnya, entah apa yang sedang cowok itu pikirkan.

"Sekali gue jatuh hati, gak bakalan gue lepas," lirih cowok itu.

Vandra adalah type orang yang sangat menjaga apa yang sudah ia akui sebagai miliknya. Untuk melupakan Alana bagai ketidak mungkinan.

Cowok itu kembali mengambil handphone yang tadi sempat ia lempar ke sembarang arah. Lelaki itu menatap datar layar ponsel nya yang ternyata terdapat beberapa retakan.

Ia berusaha menghubungi seseorang, yang tak lain adalah orang yang dirinya cinta.

Lama ia menunggu, namun belum juga ada jawaban dari seberang sana. Vandra membuang napas kasar, mengacak rambutnya frustasi.

Kini, ia merasa bersalah pada gadis nya. Mengapa ia mengikuti kemauan Ayahnya? Namun, jika ia tak mengikuti itu, nyawa Alana menjadi ancaman.

Ini adalah pilihan yang sulit, bertahan pada seseorang yang di cinta, atau menyerah pada keadaan. Jika bertahan, itu sangat sulit. Namun jika menyerah, ia tak mencintai Capela.

Vandra menghembuskan napas pelan, ia berjalan lalu mengendarai motor sport nya. Angin malam berhembus pelan, menerpa wajah tampan yang berbalut helm full face.

Ia memberhentikan motor nya, tatkala netra elang nya menangkap seorang gadis yang sedang berjalan lunglai, sembari memegangi kepalanya.

"Alana?"

Gadis yang di panggil itupun menghentikan langkahnya, berbalik badan menatap ke arah Vandra, dengan senyuman yang terpampang jelas pada wajahnya.

Setelah memarkirkan motornya, Vandra berlari kecil agar cepat sampai ke tempat Alana berdiri. Lelaki itu, memandangi wajah Alana lekat.

Mengapa Alana tersenyum, apa dia sudah tidak marah? -Batin Vandra.

"Ada apa, Van?"

"Kamu kok sendirian sih disini? Ini 'kan udah malem,"

"Memangnya kamu peduli?"

"Na, aku bisa jelasin semua yang kamu lihat tadi! Aku gak ada hubungan apa-apa sama Capela. Kamu percaya sama aku 'kan?"

Alana menarik napas panjang, lalu kembali tersenyum manis di hadapan Vandra.

"Aku percaya,"

Jawaban dari Alana tentu membuat Vandra tersenyum bahagia. Itu artinya Alana sudah tidak marah lagi padanya.

Entah memang Alana sudah tidak marah, atau gadis itu terlalu bodoh, hingga semudah itu percaya pada Vandra.

"Aku antar pulang, ya?" Tawar Vandra, yang di balas anggukan kepala oleh Alana.

Sepanjang perjalanan kedua nya hanya diam membisu, seolah mereka hanyut dalam pikirannya masing-masing. Hingga tanpa terasa, kini mereka sudah sampai pada tempat tujuan.

Alana turun dari atas motor, lalu memberikan helm pada sang pemilik.

"Makasih Van,"

"Kamu udah gak marah sama aku, Na?"

"Aku gak pernah marah ke siapapun, bahkan aku juga gak pernah marah sama semesta yang selalu berjalan tak adil,"

"Lalu kenapa tadi kamu pergi gitu aja?"

WUNDE ( Selesai )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang