24. Ratu Kegelapan (A).

13 5 0
                                    

Judul lagu mulmed : Audiomachine - We Are Gods.

🌠🌠🌠🌠🌠🌠

Hatiku sangat pedih.
Rasanya perih hingga mencapai tulang belulang.
Aku ingin marah. Berteriak.
Namun semuanya tertahan di ujung lidah.

Pengkhianatan ini memang menyakitkan. Tapi secepat tamparan di wajah, aku harus bangkit lagi.

"Kenapa?".

Pada akhirnya hanya itu yang mampu keluar dari mulutku.

Meminta penjelasan pada seseorang yang telah ku anggap sebagai kawan seperjuangan.

"Kamu masih bertanya soal alasan?" Melisa tersenyum mengejek. "Baiklah, akan kuberikan jika itu memang penting untukmu".

Dia berjalan satu langkah lagi lalu berhenti.

"Nenek buyut mu menghabisi  nenek kandungku, namanya Abigail  Abrams. Membuat ibuku  menjadi yatim piatu saat masih balita. Dan seakan belum cukup dengan semua itu, aku yang masih terlalu kecil harus melihat ibuku, Rachael, dibakar hidup-hidup di depanku, oleh para 'ksatria mu'. Dan kamu tahu apa pembenaran mereka? Demi kepentingan hidup orang banyak".

Melisa yang di depanku kini hanya menatapku penuh kebencian.

"Lalu, siapa wanita yang menjadi ibumu selama ini?" aku berusaha menenangkan nada bicaraku, tapi gagal. Sedikit bergetar di ujung pertanyaan.

"Astaga Moira, mengapa kamu mendadak sebodoh ini. Segalanya sudah kami rencanakan dari awal. Aku. Lebih tepatnya. Persiapan kami sangat matang melebihi perkiraan mu. Bayangkan saja berapa lama aku harus terjebak di kota ini, membangun jati diriku demi menunggu momen ini. Berkumpul bersama manusia-manusia lemah itu. Dan ini semua karena leluhur mu. Jika saja kalian tak melakukan itu semua, maka segala kepahitan dalam hidupku tak akan perlu terjadi" menudingku. Memandangku kejam.

Tanganku terulur, menghapus kasar air bening yang mulai turun di sudut mata.

"Jangan bercanda. Semua yang terjadi pada manusia adalah akibat pilihannya sendiri. Semua tragedi dalam hidupmu adalah tanggung jawab dari para pelakunya sendiri, bukan kesalahanku atau siapapun" kataku. Berusaha keras tetap tenang.

Melisa mendelik.

"Juga bukan salahmu. Itulah yang tadinya ingin ku katakan".

Dia kembali terdiam. Menatapku nanar.

"Chimera dan kuda itu juga ulah mu. Lantas, apa artinya ini" menaikkan tanganku di mana ada gelang pemberiannya melingkar di sana.

Menyipitkan kedua mata. Melisa menjawab. "Gelang itu terbuat  dari batu neraka. Memang tak bisa membunuh mu, tapi punya kemampuan menghambat sihir, lalu mengirimkan energi mu kepada diriku. Itulah mengapa kemampuan sihirmu melambat dan substansi energimu cepat  habis. Disisi lain aku bertambah  kuat" jawabnya.

Netra kami bertemu pandang. Dia sudah bukan lagi Melisa yang ku kenal. Atau memang selama ini aku tak pernah benar-benar mengetahui jati dirinya.

Auranya begitu pekat. Dan ketika memandang dalam-dalam pada kedua iris itu, hanya ada kegelapan di sana. Seakan siap mengikatmu serta menenggelamkan dirimu dalam lembah keputusasaan.

"Bagaimana dengan Sybill".

"Dia hanya alat". Jawabnya ketus  tanpa perasaan.

Mendongak menatap langit, aku mendesah berat, mengembalikan fokus padanya.

"Kamu tak akan menyerah bukan?" tanyaku. Memastikan sekali lagi.

Dan kali ini, Melisa menjawabnya dengan sebuah serangan. Namun berhasil aku halau.

Kekuatannya sesungguhnya tampak malam ini.

"Aku berbeda dari penyihir  hitam lain. Aku keturunan murni seorang Abrams, pewaris  kekuatan Hatea. Melawanku sama dengan sia-sia, Moira".

Tenggorokanku kini terasa sakit, mataku teramat pedih. 

"Lalu kenapa tak langsung menangkap ku saja, dan mengurungku hingga hari pemenuhan tiba?".

"Tidak segampang itu Moira. Tampaknya si tua dari Trimagesterium itu mulai menyadari ada  mata-mata  di dalam tubuh mereka. Mencurigai ku. Diam-diam dia menyiapkan rencana  tambahan tentang  penyerangan  malam ini dan diluar sepengetahuanku. Tapi tak  masalah bagiku, toh kamu  juga  akan tetap tertangkap. Semua hanya soal waktu. Dan kuncinya adalah dirimu malam ini, saat momen pemenuhan juga ritual pembangkitan" Melisa masih terlihat tenang. Dia benar-benar mirip seorang ratu dari dunia kegelapan.

"Sejujurnya akulah yang mencurigai mu. Sayang....."

Suara itu muncul dari samping kami.

Sebelum aku sempat menolehkan kepala, sebuah ledakan berwarna merah muda menyambar tepat di hadapanku. Mengenai tempat Melisa berdiri.

Dan itu adalah Jeanette Halliwell.
Si penjaga waktu yang membawa tongkat kebanggaannya.

🌠🌠🌠🌠🌠🌠🌠🌠🌠🌠🌠🌠

   

[COMPLETED] Nefertiti Trilogy (Book #01 : Midnight Sun). Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum