24. Anomaly

144 50 5
                                    

Waktu memang cepat berlalu, benar. Penghuni Tsabitul Asdaq sudah kembali menghadapi akhir pekan. Berbeda dari sebelumnya, kali ini Zaa lebih memilih berdiam di dalam pesantren, tanpa niat keluar sama sekali. Bukan malas, tetapi ia harus menyelesaikan bacaannya yang terlampau seru.

Setelah melihat kesibukan santriwati piket mingguan dan sedikit membantu tadi, di sanalah ia sekarang. Zaa duduk di pinggir telaga, di bawah pohon ketapang besar. Di pangkuannya terdapat buku tebal bersampul khas warna kertas kekuningan dengan judul berupa angka besar-besar, 1453. Kisah sejarah panjang takluknya Konstantinopel.

Satu bab lagi yang berhasil ia selesaikan. Zaa baru akan melanjutkan kegiatan membacanya pada bab sebelas. Namun, sebuah salam membuyarkannya.

"Maaf, saya mengganggu." Sambil menunduk, perempuan itu berkata. Sebelah tangannya tampak memilin kain rok sementara yang lain tersembunyi di belakang tubuh. Dilihat, jelas ekspresinya cukup canggung.

Zaa menjawab salam tanpa mau repot-repot bangkit, posisinya sudah terlampau nyaman. Setelah menutup buku sejarah bergaya novel itu, Zaa berujar, "Ada apa?"

Sebuah buku lantas terangsur pada Zaa. Bersampul hitam dengan gambar seseorang. Nietzsche Membunuh Tuhan oleh Zahma Iika.

"Saya hanya mendapat amanat ini untuk diberikan pada Miss Zaa."

Perempuan yang masih duduk di atas rumput itu menyambut buku dan mengerutkan dahi dalam. "Kamu ... santriwati yang bermasalah sama rokok waktu itu, kan?"

Gadis itu mengangguk. "Saya juga mau berterima kasih untuk yang waktu itu, Miss."

Kembali didongakkannya kepala dan kali ini sembari mengangguk. Sedikit kepala Zaa dimiringkan setelahnya. "Buku ini dari siapa?"

Bingung jelas. Lagi pula, untuk apa ia menerima buku yang sudah dikhatamkannya itu? Buku dengan judul yang sama pun sudah menjadi penghuni rak bukunya di rumah.

Tak ada jawaban yang diterima Zaa, hanya sebuah gelengan takut. Setelahnya, santriwati itu segera pamit dan pergi dari sana.

Zaa masih tidak mengerti. Ia ikut memangku buku tersebut dan meletakkannya di atas bukunya sendiri. Dibukanya halaman pertama dan Zaa menemukan sticky note di sana. Tertulis, "Mau mendiskusikan buku ini?"

Dahi Zaa berkerut semakin dalam. "Apa maksudnya ini dan ... dari siapa?"

Kembali dibuka halaman selanjutnya. Zaa pikir, tak apa jika kembali mengulas beberapa halaman dari buku yang sama.

Sampai pada halaman kesepuluh, ia menyadari sesuatu. "Membunuh Tuhan. Apa ini dari Hijir?"

Zaa bangkit seketika dan pergi dari sana. Tujuannya satu, menemui Hijir. Jika lelaki itu benar menemukan jawaban dari pertanyaannya, semua akan benar-benar kacau.

Di jalan, ia berpapasan dengan Musa. Zaa segera menghentikan anak itu.

"Maaf, Musa. Kamu lihat Ustadz Hijir?" Napas perempuan itu memburu. Entahlah, ia sungguh takut saat ini.

"Ustadz Hijir biasanya di perpus kalau Minggu begini, Miss."

Baru akan menanyakan alasan tutornya bertanya keberadaan sang ustaz, Zaa lebih dulu mengucapkan terima kasih dan kembali berlari.

Benar saja, Hijir duduk tenang dalam perpustakaan sembari mendengarkan kisah Perang Zallaqah yang semula terjeda.

Tanpa salam, Zaa langsung duduk di seberang Hijir dan mengangsurkan buku tersebut. "Apa ini darimu?"

Hijir menjeda video dan melepas headset dari telinga. Ditatapnya lama buku itu sebelum mengangkat kepala dan menemukan Zaa di sana. Ekspresi perempuan itu terkesan ... tidak ramah?

Ujung Tirani (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang